Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Tuntutan Revolusi dalam Dua Sajak (Pernyataan & Pidato Seorang Demonstran) Karya Mansur Samin



Tuntutan Revolusi dalam Dua Sajak (Pernyataan & Pidato Seorang Demonstran)
Karya Mansur Samin
Oleh: Amazona Dwi Pertiwi
 
Dalam kehidupan bermasyarakat memang tak dapat sepenuhnya memalingkan muka dari kondisi sosial dan lingkungan sekitar kita. Entah sesibuk apa kita dengan kehidupan kita, tapi daun telinga kita belum tertutup, masih menuntut kepekaan terhadap kabar apa yang berbisik dari mulut orang-orang di sekitar kita. Seperti halnya Mansur Samin yang juga menunjukkan sikap pro terhadap masyarakat yang tergilas dalam kecurangan orang-orang berjas. Mansur Samin menunjukkan sikapnya pada sajak-sajak perjuangannya. Isi dalam sajak-sajaknya sebagian lebih condong pada penderitaan rakyat dan perjuangan para pahlawan untuk menuntut keadilan kepada para penguasa.
Dari beberapa tema dalam sajak-sajaknya mengisyaratkan bahwa dia sedang merasakan penderitaan rakyat, perjuangan rakyat untuk mendapatkan hak mereka kembali. Berdirinya Orde Baru di Indonesia tidak lepas dari fenomena yang bernama gerakan mahasiswa. Apa yang kemudian dinamakan dengan angkatan 66 adalah sebuah cerita yang disematkan kepada berbagai kelompok gerakan mahasiswa beserta berbagai kelompok pelajar dan masyarakat lainnya yang pda sekitar tahun ’60-an akhir melakukan berbagai aksi demonstrasi dengan dukungan angkatan bersenjata yang berujung pada lengsernya kekuasaan Sukarno, penghancuran PKI dan naiknya Soeharto. Akan tetapi pemerintahan Soeharto (ORBA) juga tidak terlepas dari aksi mahasiswa. Hingga pada tahun 1998 aksi mahasiswa menuntut revolusi hingga Soeharto lengser. Seperti yang kita ketahui dalam sejarah bangsa pada masa pemerintahan ORBA, seringkali terdengar hal-hal negatif  pada masa pemerintahan itu. Hal yang paling menyolok yang ditimbulkan dari pemerintahan ORBA adalah krisis moneter. Di mana tidak adanya kebebasan untuk berbicara, berkarya dan bertindak, rakyat dibutakan oleh kebohongan dan kebaikan-kebaikan para penguasa dengan pemenuhan kebutuhan melalui hutang luar negeri tersebut meskipun semua harga sembako menjadi begitu mahal. Sementara rakyat tidak diberi keleluasaan untuk berbicara, proses pemerintahan hanya mengacu pada satu suara saja.
Demikian itulah yang menjadi gejolak dalam diri Mansur Samin dalam beberapa sajak-sajaknya. Dalam esai-kritik ini, akan dibahas mengenai tema yang menggambarkan tentang tuntutan revolusi terhadap pemerintahan pada masa ORLA dan ORBA. Dalam esai-kritik ini, penulis berlaku sebagai pembaca yang menyambut dan penghayat pada beberapa sajak Mansur Samin. Pembaca berperan sebagai pemberi makna dengan tafsiran pembaca sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Heri Suwignyo dalam bukunya Kritik Sastra, menyebutkan bahwa pendekatan pragmatik merupakan peranan pembaca sebagai penyambut dan penghayat, peran pembaca adalah sebagai pemberi makna. Sementara itu ia juga menyebutkan bahwa istilah hiratio adalah seniman bertugas untuk docere dan delectere, memberi ajaran dan kenikmatan, menggerakkan pembaca, dan kegiatan yang bertanggungjawab (Heri Suwignyo, 2010).
Pendekatan yang digunakan dalam esai-kritik ini, pendekatan utama yaitu pragmatik dan pendekatan pendukungnya adalah pendekatan mimetik. Digunakannya pendekatan pragmatik karena pembaca memberikan makna dengan tafsiran tersendiri dengan menelaah sajak-sajak Mansur Samin yaitu, “Pernyataan”, dan “Pidato Seorang Demonstran”. Penafsiran ini dimulai dengan memahami pesan yang disampaikan dari unsur instrinsiknya. Sementara itu, pendekatan pendukungnya yaitu mimetik yang digunakan karena sajak-sajak tersebut dapat dikaitkan dan mempersoalkan karya sastra (sajak) dengan peristiwa yang terjadi. Bisa jadi pendekatan ini mengacu pada kritik sosiologis.


Mansur Samin
Mansur Samin adalah seorang penyair, teaterawan, juga beberapa kali terlibat dalam dunia film. Mansur Samin yang merupakan adik kandung H. Ali Husin Samin Siregar—ayah Ahmad Samin Siregar. Mansur Samin lahir di Batangtoru, Tapanuli Selatan pada 29 April 1930, beliau pergi meninggalkan banyak torehan karya yang termaktub pada sejumlah buku, antara lain kamus Bahasa Angkola/mandailing-Indonesia (1978), kumpulan terjemahan sastra angkola (1992), khazanah, biografi sastrawan Sumatera utara (1986), struktur sastra lisan Melayu Serdang (1996), Apresiasi puisi (1994) dan sebagainya. Beliau juga banyak menulis drama dan cerita anak-anak. Karya-karyanya: Perlawanan (1966), Kebinasaan Negeri Senja (1968), Tanah Air (1969), Sajak-sajak putih (1996) dan sebagainya.

Tuntutan Revolusi dalam Sajak Mansur Samin
Beberapa tema dalam sajak Mansur menggambarkan kondisi pemerintahan pada masa Orde Lama dan Orde Baru, di mana pada saat itu sedang terjadi ketidakstabilan kondisi negara. Rakyat menuntut untuk keadilan dan kesejahteraan, sementara para penguasa tetap meninggikan dagu dan menutup telinga, seperti yang tampak pada puisinya yang berjudul “Pernyataan” (ada beberapa sumber yang mengatakan  judul ini adalah “Perlawanan”) dan “Pidato Seorang Demonstran” berikut:


PERLAWANAN
(Karya Mansur Samin)


Sebab terlalu lama meminta
tangan terkulai bagai dikoyak
sebab terlalu lama pasrah pada derita
kesetiaan diinjak

Demi amanat dan beban rakyat
kami nyatakan ke seluruh dunia
telah bangkit di tanah air
sebuah aksi perlawanan

terhadap kepalsuan dan kebohongan
yang bersarang dalam kekuasaan
orang-orang pemimpin gadungan


Maka ini pagi
dengan resmi
kamu mulai
aksi demonstrasi

Pernyataan ini
disahkan di Jakarta
kami
Mahasiswa Indonesia
 


PIDATO SEORANG DEMONSTRAN
(Karya Mansur Samin)


Mereka telah tembak teman kita
ketika mendobrak sekretariat negara
sekarang jelas bagi saudara
sampai mana kebenaran hukum di Indonesia

Ketika kesukaran tambah menjadi
para menteri sibuk ke luar negeri
tapi korupsi tetap meraja
sebab percaya keadaan berubah
rakyat diam saja

Ketika produksi negara kosong
para pemimpin asyik ngomong
tapi harga-harga terus menanjak
sebab percaya diatasi dengan mupakat
rakyat diam saja

Di masa gestok rakyat dibunuh
para menteri saling menuduh
kaum penjilat mulai beraksi
maka fitnah makin berjangkit
toh rakyat masih terus diam saja

Mereka diupah oleh jerih orang tua kita
tapi tak tahu cara terima kasih, bahkan memfitnah
Kita dituduh mendongkel wibawa kepala negara
apakah kita masih terus diam saja?

Pada penggalan puisi Mansur Samin yang berjudul “Perlawanan” di atas terdapat pesan tersirat yang menggambarkan betapa besarnya rakyat meletakkan harapannya kepada para pemimpin untuk mewujudkan keadilan dan kehidupan yang layak bagi rakyat. Akan tetapi apa yang diterima rakyat justru sebaliknya.
Berikut penggalan puisi Mansur Samin yang berjudul “Perlawanan”:

Sebab terlalu lama meminta
tangan terkulai bagai dikoyak
sebab terlalu lama pasrah pada derita
kesetiaan diinjak

Dari penggalan puisi tersebut Mansur Samin seakan menunjukkan bahwa hatinya tersentuh akan penderitaan rakyat. Ia menyuarakan apa yang dirasakan rakyat yaitu menuntut hak-hak rakyat pada para penguasa untuk bertindak adil dan peduli. Akan tetapi pada kenyataannya permintaan itu terabaikan dan justru semakin diterlantarkan, hal ini tergambar jelas pada kata “terlalu lama meminta”. Sementara itu, kepercayaan rakyat kepada para pemimpin justru dinodai dengan keserakahan dan kerusuhan yang mengakibatkan ketidakstabilan kondisi negara. Kepercayaan rakyat akan adanya perubahan hidup yang lebih makmur setelah terjadinya penjajahan oleh bangsa lain ternyata terabaikan. Seperti yang tersirat dalam kata “kesetiaan diinjak”.
Pada larik selanjutnya, Mansur Samin berusaha membangkitkan semangat bangsa Indonesia dan meyakinkan rakyat untuk menyatukan keberaniannya dalam satu tujuan yaitu “bangkit”. Mansur merasa dirinya memikul beban dan tanggungjawab terhadap harapan rakyat yang semakin terpuruk. Jelas sudah bahwa para penguasa telah mencoreng kepercayaan masyarakat, telah tertulis pada larik:

Demi amanat dan beban rakyat
kami nyatakan ke seluruh dunia
telah bangkit di tanah air
sebuah aksi perlawanan

Mansur, sebagai masyarakat menjadi saksi akan apa yang dirasakan rakyat Indonesia. semua ketidakstabilan negara, kerusuhan-kerusuhan yang ada dan kemerosotan kehidupan yang menjadikan negara ini sebagai penjara bagi rakyat. Dengan demikian Mansur tergerak untuk mendobrak pemerintahan yang semakin pikuk, dengan menggenggam amanat rakyat ia memberanikan diri memberikan perlawanan. Pesan tersebut jelas tersirat pada kata “telah bangkit di tanah air sebuah aksi perlawanan”. Ia ingin menyerukan pada seluruh dunia bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat yang berani dan pantas untuk menuntut perubahan hidup yang lebih layak kepada para pemimpin yang menjanjikannya kehidupan yang lebih layak dan terhormat bagi rakyat.
            Ia merasakan sebuah kepiluan yang parah di negaranya sendiri, beribu kepercayaan rakyat yang disandarkan pada para pemimpin justru ditindih dengan kepalsuan dan kebohongan. Dalam puisinya Mansur ingin memberikan perlawanan terhadap kepemimpinan yang penuh tipu dan kepalsuan. Megahnya kekuasaan yang penuh dengan harapan rakyat telah menjadi sarang para pemimpin gadungan. Hingga rakyat hanya menelan janji palsu dan kebohongan. Ini jelas tergambar pada larik:

terhadap kepalsuan dan kebohongan
yang bersarang dalam kekuasaan
orang-orang pemimpin gadungan

Sebuah aksi perlawanan itu disahkan pada sebuah pagi oleh para Mahasiswa Indonesia. Sebagai aksi pasti dan bukti bahwa Pemuda Indonesia adalah pemuda yang menjadi tiang untuk rakyat. Mansur Samin menegaskan aksi demonstrasi itu pada sebuah pernyataan yang disahkan di Jakarta oleh para pemuda yaitu Mahasiswa Indonesia. Pesan ini tersirat pada larik-larik akhir pada puisi ini,

Maka ini pagi
dengan resmi
kamu mulai
aksi demonstrasi

Pernyataan ini
disahkan di Jakarta
kami
Mahasiswa Indonesia

Selain pada puisi “Perlawanan” di atas, tema dalam puisi yang mengisyaratkan tentang tuntutan revolusi adalah puisi “Pidato Seorang Demonstran”. Mansur Samin menggambarkn perasaannya melalui sajak ini. Perasaan tentang kekecewaan yang terdalam terhadap pemimpin negara, perasaan yang mewakili perasaan rakyat Indonesia pada masa pemerintahan ORBA yang justru semakin menimbulkan pergolakan besar dalam negara. Pada puisi ini Mansur Samin berusaha menyadarkan rakyat, membuka mata rakyat melalui puisinya tentang keadaan negara yang semakin pilu. Kegagalan dalam menjalankan amanat rakyat, kekuatan hukum yang semakin merosot, Seperti yang tersirat pada larik berikut:

sekarang jelas bagi saudara
sampai mana kebenaran hukum di Indonesia

Mansur begitu kuatnya merasakan kondisi negara yang semakin rumit, ketidak bebasan yang terjadi dalam berbagai aspek, rakyat seakan dibungkam dengan kebohongan para penguasa. Ketika rakyat semakin kesulitan mendapatkan pangan, sementara para penguasa dan pemimpin sibuk memilih jas dan dasi yang pantas dipakai ke luar negeri. Akan tetapi rakyat tetap diam saja, mereka dibungkam dengan berbagai janji-janji palsu. Seperti yang tersirat pada larik:

Ketika kesukaran tambah menjadi
para menteri sibuk ke luar negeri
.....
.....
rakyat diam saja

Puisi ini menggambarkan secara jelas bagaimana keadaan negara yang semakin runyam, kehidupan rakyat yang semakin mencemaskan. Namun hal ini tak menjadi beban bagi para pejabat negara, justru korupsi semakin merajalela. Dan rakyat tetap diam saja. Ini jelas tercantum pada larik:

tapi korupsi tetap meraja
sebab percaya keadaan berubah
rakyat diam saja

Mansur Samin merasa geram dengan sikap rakyat yang hanya diam ketika para pemimpin memperlakukan mereka dengan tidak seharusnya. Rakyat masih tetap percaya dengan janji para penguasa yang akan menyelesaikan permasalahan hidup rakyat dengan mufakat. Namun pada nyatanya rakyat tetap terlantarkan, seperti pada larik:

tapi harga-harga terus menanjak
sebab percaya diatasi dengan mupakat
rakyat diam saja

Mansur menjelaskan dengan tegasnya, bahwa para penguasa diupah dari jerih payah seluruh rakyat Indonesia. Upah mereka diambil melalui pajak yang harus ditanggung oleh rakyat, tapi apa yang didapatkan oleh rakyat justru ketidak adilan. Rakyat justru dituduh telah meremehkan kedudukan kepala negara, melecehkan wibawa para pemimpin. Dari sini mansur bertanya pada rakyat seperti pada larik berikut:

Mereka diupah oleh jerih orang tua kita
tapi tak tahu cara terima kasih, bahkan memfitnah
Kita dituduh mendongkel wibawa kepala negara
apakah kita masih terus diam saja?

Gaya Bahasa Penyair
Melalui struktur instrinsik persajakan dalam puisi Mansur Samin tersebut, dapat dilihat bahwa dengan gaya bahasa yang lugas dan mudah dipahami oleh pembaca, Mansur berusaha menyadarkan rakyat akan kondisi yang dialami oleh rakyat merupakan ketidak adilan pemerintah. Dengan gaya bahasa yang demikian, sangat terlihat bahwa Mansur Samin sangat tidak puas dengan sikap pemerintah yang semakin sewenang-wenang terhadap rakyat. Dengan pemilihan diksi yang sedemikian rupa, Mansur Samin seakan mengutarakan kemarahannya terhadap para pemimpin akan sikap dan perlakuannya terhadap rakyat. Kepercayaan rakyat yang begitu besar terhadap para pemimpin untuk dapat mewujudkan harapan mereka mendapatkan kehidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya rakyat hanya dibungkam dengan kepalsuan belaka. Agaknya hal inilah yang membuat kemarahan teramat besar pada diri seorang Mansur Samin. Kemarahan-kemarahan itu tersirat jelas dalam gaya bahasa yang digunakannya dalam puisi-puisi di atas. Sehingga dalam sajaknya juga menunjukkan sikapnya untuk mengajak, mendorong, dan mempengaruhi pembacanya (khususnya rakyat yang hidup pada masa tersebut) untuk melakukan aksi perlawanan terhadap ketidak adilan pemimpin.
Penutup Ulasan
            Demikian ulasan mengenai puisi Mansur Samin “Perlawanan” dan “Pidato Seorang Demonstran”. Dalam ulasan ini tidak diulas mengenai keseluruhan struktur yang ada dalam puisi, hanya condong terhadap ‘tema’ yang mengisyaratkan mengenai tuntutan revolusi terhadap pemerintahan pada masa ORLA dan ORBA. Ulasan di atas diawali dengan menganalisis pesan yang tersirat dalam setiap larik yang ada dalam dua judul puisi tersebut, sehingga tidak menjelaskan atau mengulas unsur-unsur yang ada di dalam puisi tersebut secara keseluruhan. Puisi-puisi Mansur Samin ini, cenderung mengarah pada protes dan kemarahannya terhadap bangsa Indonesia khususnya pada pemerintahan. Dalam puisi-puisi ini, Mansur dengan perasaan “geramnya” mengajak rakyat dan para pemuda untuk sadar dan membuka mata terhadap kenyataan, bahwa pemerintah hanya memberikan berjuta janji palsu. Dengan gencar Mansur Samin mengajak para pemuda (Mahasiswa Indonesia) untuk melakukan aksi perlawanan terhadap ketidak adilan para pemimpin terhdap rakyat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Makasih penjelasannya min...

Unknown mengatakan...

koclok gak sekalian sama ,intrinsiknya aku jadi susAH BUAT NGERJAINNYA

Unknown mengatakan...

Udah Nemu unsur intrinsiknya belum ? Kayanya tugas nya sama deh , kalo Nemu minta link nya

Posting Komentar