Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

TONGKAT SEBAGAI SIMBOL KAUM ADAM DALAM CERPEN SEORANG LELAKI DENGAN TONGKATNYA KARYA WILSON NADEAK



TONGKAT SEBAGAI SIMBOL KAUM ADAM DALAM CERPEN SEORANG LELAKI DENGAN TONGKATNYA KARYA WILSON NADEAK
 Oleh: Gamal Kusuma Zamahsari

Saya awali tulisan ini dengan penggalan lirik lagu DEWA 19 yang bunyinya “hawa tercipta di dunia untuk menemani sang adam, begitu juga dirimu tercipta tuk temani aku”.  Sudah memang dari Sang pencipta telah menciptakan manusia dan makhlukNya dengan berpasang-pasangan lelaki dengan perempuan, jantan dengan betina. Sungguh banyak sekali faedah atau arti dibalik semua itu. Sebagaimana lirik lagu DEWA 19 yang mengatakan bahwa wanita tercipta di dunia ini diciptakan untuk menjadi pendamping lelaki.
Sungguh menarik ketika membaca cerpen ini, seorang lelaki pada dasarnya adalah pendekar dengan tongkatnya masing-masing, saya berpikiran demikian setelah membaca judul hingga akhir dari cerpen “Seorang Lelaki dengan Tongkatnya”. Judulnya yang menggunakan kata tongkat semula membuat saya berpikiran tentang biologi, “Seorang Lelaki dengan Tongkatnya”, namun tidak sebatas itu tongkat merupakan simbol khusus yang diperuntukkan laki-laki. Bisa kita simak penggalan paragraf dalam cerpen tersebut di bawah ini.
Sampai di ujung tembok aku bertemu dengan seseorang. Orang itu mengangkat sesuatu di atas kepala, sebuah benda bundar. Karena kagetnya, benda itu jatuh dan air tumpah ke tanah, yang segera lenyap ditelan bumi. Mata orang itu terbelalak menatapku.
“Ada apa?” tanyaku. “Kau tampan sekali!” sahutnya.
“Karena tampan lalu kau tercengang? Airmu tumpah ke tanah?”
“Ya, ya,” katanya sambil tersipu-sipu sambil menutup matanya dengan kedua telapak tangannya.
“Ada apa?” tanyaku. “Mau kugantikan airmu yang tumpah? Di dekat rumahku cukup banyak air. Bahkan untuk mandi pun cukup!”
Ia tidak segera menjawab. Kedua telapak tangannya dilepaskannya dari wajahnya.ia melihat ke kiri dan ke kanan, dan kemudian tersenyum.
“Mengapa kau telanjang?” katanya. “Siang hari berjalan dalam keadaan telanjang?”
“Ah! Apa itu telanjang?” Tanyaku.
Ia agak terkejut mendengar pertanyaanku. Pelahan-pelahan wajahnya menjadi biasa dam kemudian bertanya pelahan, “Di mana rumahmu?”
kau mau ikut ke rumahku?”
“Ya.”
Ku kira ini kali pertama orang berkata kepadaku bahwa kau telanjang. Sejak dahulu aku begini dan tidak merasa apa-apa. Aku sendiri tidak mengerti apa itu arti “telanjang.”


Bagaian di atas menceritakan awal ketika seorang lelaki bertemu dengan perempuan. Terlihat pada bagian, “Ada apa?” tanyaku. “Kau tampan sekali!” sahutnya.“Karena tampan lalu kau tercengang? Airmu tumpah ke tanah?”“Ya, ya,” katanya sambil tersipu-sipu sambil menutup matanya dengan kedua telapak tangannya. Bagian ini menjelaskan bahwa perempuan dan lelaki memiliki ketertarikan dengan lawan jenisnya dengan ketampanan lelaki wanita menyukai itu. Pada bagian itu antara tokoh aku dengan perempuan berbicara masalah ketelanjangan, saya agak bingung ketika membacanya menarik tetapi sedikit aneh. Telanjang dapat diartkan dengan banyak hal bisa diartikan dengan kesucian atau kepolosan manusia yang baru dilahirkan kedunia. Atau mungkin seorang laki-laki yang masih suci. Mari kita simak penggalan berikutnya yang mengandung unsur antara lelaki dengan perempuan.
“Ini untuk menutup ketelanjanganmu!” katanya.
“Siapa engkau?” tanyaku.
“Perempuan. Dan kau lelaki.”
“Apa itu perempuan?” tanyaku.
“Nanti akan kau tahu,” katanya sambil melepaskan seluruh pakaiannya dan melucuti cawatku. Ia mendorong aku ke dalam kolam dan ia pun ikut terjun ke dalam.
Aku berenang, dan dia pun ikut berenang. Kami bermain-main di air sembur-semburan. Tiba-tiba ia naik ke tepi kolam dan duduk sambil tersenyum. Aku pun naik ke atas, dan duduk di sampingnya. Aku menatapi tubuhnya dari atas sampai ke bawah dan berkata, “Kau cantik sekali.” Dan tahulah bahwa dia berbeda dari aku, sehingga aku merasa malu. Ada perbedaan mencolok antara dia dengan aku.
Ia memegang erat tangan kananku dengan tangan kirinya. Aku merasakan desiran disekujur tubuhku. “Kau seperti memiliki magnet, “kataku.
“Aku perempuan dan kau lelaki.kita diciptakan untuk saling tarik-menarik. Aku tampan.
“Kau cantik!” kataku.
Wanita merasa malu ketika melihat ketelanjangan lelaki, benarkah demkian? Namun dalam cerpen itu dapat kita lihat pada bagian berkut.
“Apa itu perempuan?” tanyaku.
“Nanti akan kau tahu,” katanya sambil melepaskan seluruh pakaiannya dan melucuti cawatku. Ia mendorong aku ke dalam kolam dan ia pun ikut terjun ke dalam.

Tadinya malu dan menutupi ketelanjangan yang ia lihat, sekarang justru melepaskan kedua penutup tubuh mereka. Jelas dalam penggalan di atas menunjukkan ketertarikan lelaki dengan perempuan dimana antara kedua makhluk ini memiliki daya kekuatan yang saling tarik menarik.
Ia memegang erat tangan kananku dengan tangan kirinya. Aku merasakan desiran disekujur tubuhku. “Kau seperti memiliki magnet, “kataku.
“Aku perempuan dan kau lelaki.kita diciptakan untuk saling tarik-menarik. Aku tampan.
“Kau cantik!” kataku.
Lelaki menyukai perempuan karena kecantikannya, sebaliknya wanita menyukai lelaki karena ketampanannya. Memang mereka diciptakan oleh Tuhan untuk saling tarik menarik satu sama lain dan akhirnya dipersatukan menjadi satu.

Sejenak aku berhenti karena kurasa kepalaku menjadi pusing, bahkan pening. Kurasa ada tangan yang mengelus pundakku dan nafas perempuan yang tersengal-sengal di dekat telingaku. Tangannya melepaskan daun-daun yang melingkar di pahaku. Kulihat ia sudah telanjang.
Aku tidak tahu seberapa lama kami mabuk dalam bau anggur. Dalam pembaringan yang sunyi karena matahari sudah merambat pelahan di sebelah bumi barat, kami menyatu, menyatu dengan alam, menyatu dalam tubuh. Seberapa lama aku tidak tahu.

Magnet memang antara kutub – bertemu dengan + akan saling tarik menarik dan menyatu. Sudah memang fitrah manusia yang diberi nafsu birahi ketika perempuan dan lelaki berdua di suatu tempat dan keadaan dan kesempatan akan muncul yang namanya nafsu.
Ketika senja mengusap pucuk pohon yang tinggi dan burung-burung kembali ke sarang, aku mengambil tongkat dan mencoba berdiri. Perempuan itu merengkuh pundakku dan berbisik ditelingaku, “jangan biarkan aku pergi. Aku mau tinggal di sini. Kawinilah aku!”
Aku tidak mengerti. Aku duduk disampingnya dan menarik tangannya.
“Mengapa harus kawin? Bukankah tadi kita menyatu dalam alam lelaki dan perempuan?”
“Kumohon, jangan biarkan aku pergi. Kita kawin. Biarlah kita beranak cucu di sini. Biarlah. Barangkali saja Tuhan telah menyuruh aku datang kemari, entahlah. Barangkali.”
“Ya, kau jangan pergi. Itu kehendakmu.”
“Aku ingin tahu kehendakmu.”
“Aku tidak memiliki kehendak. Kaulah yang memberikannya kepadaku.”

Pertanggung jawabannya adalah menikahi perempuan itu, memang perlu adanya pedoman hidup untuk manusia. Ketika manusia tidak memiliki pedoman hidup yakni agama yang benar maka akan rusak tatanan kehidupan manusia. Manusia tanpa aturan ibarat binatang di hutan rimba dan yang berlaku adalah hukum rimba. Agama yang baik pasti akan menuntun manusia untuk berperilaku posiif dan mengajarkan  kebaikan yang benar-benar menghormati fitrah manusia lelaki dan perempuan yang akan saling tarik menarik jika dipertemukan.
Karya ini cukup baik cerita yang menarik penuh dengan makna yang tersirat, makna kehidupan antara seorang lelaki dan perempuan, makna yang menjelaskan fitrah manusia yang diciptakan Tuhan YME berpasang-pasangan dan harus seharusnya menghormati fitrah mereka. Tongkat adalah alat yang digunakan sebagai pegangan kaum adam kebanyakan. Tongkat dalam cerita ini mengisyaratkan seorang lelaki yang sempurna memiliki kekayaan, mapan, tampan lagi bijak luarbiasa sehingga wanita menjadi tertarik kepadanya.


SUMBER CERPEN
HORISON- XXXX/1/2006-HALAMAN 24—27

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar