Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

KISAH CINTA DALAM KOMEDI DARI DRAMA PAGI BENING TERJEMAHAN SAPARDI DJOKO DAMONO



KISAH CINTA DALAM KOMEDI DARI DRAMA PAGI BENING TERJEMAHAN SAPARDI DJOKO DAMONO
Oleh: Gamal Kusuma Zamahsari

Lelaki menyukai perempuan karena kecantikannya, sebaliknya wanita menyukai lelaki karena ketampanannya. Memang mereka diciptakan oleh Tuhan untuk saling tarik menarik satu sama lain dan akhirnya dipersatukan menjadi satu.
Saling mengagumi untuk saling mencintai dan memiliki.
Sang lelaki menunjukkan kelelakiannya untuk memikat lawan jenisnya. Ia melakukan hal-hal yang dapat menunjukkan kelelakiannya. Begitu juga sebaliknya perempuan menunjukkan kecantikan yang mereka miliki untuk menarik hati para lelaki yang dahaga. Begitulah, hal ini sudah terjadi secara alami sejak zaman dahulu hingga zaman sekarang. Zaman dahulu menggunakan  cara-cara dahulu. Zaman sekarang menggunakan cara-cara sekarang.
Sepasang lelaki dan perempuan yang sudah tertarik satu sama lain apakah nanti akan dapat bersatu. Tidak ada yang bisa menjamin karena jodoh ada pada Sang ilahi. Ada saja cerita cinta yag kandas. Tak selamanya kisah cinta itu semulus kain sutra, namun justru mirip kain perca. Terpotong-potong tak tentu arah. Tak simetris bahkan pantas pindah tempat ke TPA. Namun ada sebuah kisah yang menceritakan kain-kain perca itu menjadi sebuah kisah yang sempurna. Ibarat para penjahit yang berhasil memanfaatkan kain-kain sisa menjadi sebuah karya yang indah. Sebagaimana cerita Romeo dan Juliet yang melegenda.
Namun, ada juga cerita dalam sebuah drama yang sama terbentuk dari kain perca. Cerita cinta yang kandas. Cerita disajikan  dengan cara lain dengan cara yang unik tidak lagi menggunakan gaya cerita cinta pada umumnya yang indah-indah. Se buah drama komedi dari tanah Spanyol  yang terlah diterjemahkan oleh Drs. Sapardi Djoko Damono. Dengan judul “Pagi Bening”.

_0_

Kisah antara lelaki dan perempuan yang sudah memiliki ketertarikan namun kandas.  Diawali dengan bertemunya  kedua orang kakek dan nenek yang disajikan seacara unik tidak seperti kisah cinta yang umum pas dengan genre komedinya. Mereka bertengkar karena keegoisan masing-masing yang merasa benar menurut pendapat masing-masing. Berikut ini penggalan awal bertemunya kedua kakek dan nenek yang bertengkar karena tempat duduk. Aroma komedi semakin tercium ketika tokoh yang digunakan adalah kakek dan nenek.

GONZALO    :     Membuang-buang waktu melulu! Mereka itu suka benar bicara yang bukan-bukan.
JUANITO      :     Duduk di sini sajalah, senior. Hanya ada seorang wanita.
                              (dona laura menengok dan mendengarkan)
GONZALO    :     Tidak, Juanito. Aku mau tersendiri.
JUANITO      :     Tapi tak ada .
GONZALO    :     Yang di sana itu kan milikku!
JUANITO      :     Tiga orang pendeta duduk di sana, Senior!
GONZALO    :     Singkirkan saja mereka! ... ... ... Sudah pergi!
JUANITO      :     Tentu saja belum! Mereka tengah bercakap-cakap.
GONZALO    :     Seperti merekat pada bangku saja mereka itu! Heh, tak ada harapan lagi, Juanito. Mari!
JUANITO      :     (menggandeng ke arah merpati-merpati)
LAURA          :     (marah). Awas hati-hati!
GONZALO    :     Apa Senora berbicara dengan saya?
LAURA          :     Ya, dengan tuan!
GONZALO    :     Ada apa?
LAURA          :     Tuan menakut-nakuti burung-burung merpati saya!
GONZALO    :     Peduli apa burung-burung itu!
LAURA          :     Apa, ha?
GONZALO    :     Ini taman umum, Senora!
LAURA          :     Tapi kenapa tadi tuan mengutuki pendeta-pendeta di sana itu?
GONZALO    :     Senora, tapi kita belum pernah jumpa! Dan kenapa tadi Senora menegur saya? Ayo, juanito! (melangkah ke kanan)
LAURA          :     Buruk amat perangai si tuan itu! Kenapa orang mesti jadi tolol dan pandir kalau sudah meningkat tua? (melihat ke kanan). Syukur. Ia tidak mendapat bangku! Itu, orang yang menakut-nakuti merpati-merpatiku. Ha, ia marah-marah. Ya, ayo, carilah bangku kalau kau dapat! Aduh, kasihan, ia menyeka keringat di dahi. Nah, itu dia kemari lagi. Debu-debu mengepul seperti kereta lewat! (juanito dan gonzalo masuk)
GONZALO    :     Apa sudah pergi pendeta-pendeta yang ngobrol itu, Juan?
JUANITO      :     Tentu saja belum, Senior?

Drama komedi memang unik. Yang tadinya saling membenci secara tiba-tiba di  tengah cerita kedua kakek dan nenek itu berdamai lantaran satu hal kecil. Masalah “bersin” dan obat bersin lah yang mendamaikan mereka. Berikut ini penggalan dialog antara kedua tokoh.

GONZALO    :     Sudahlah nyonya, sudah! Saya mau membaca. Percakapan cukup! Ngomong putus!
LAURA          :     Ha, tuan menyerah!
GONZALO    :     Tapi saya mau ambil obat bersin dulu. (mengambil tempat obat). Nyonya mau? (memberikan obat  itu)
LAURA          :     Kalau cocok!
GONZALO    :     Ini nomor satu! Nyonya tentu akan suka!
LAURA          :     Memang biasanya akan menghilangkan pusing.
GONZALO    :     Saya pun begitu.
LAURA          :     Tuan suka bersin?
GONZALO    :     Ya tiga kali.
LAURA          :     Persis sama dengan saya! (setelah mengambil bubukan, keduanya bersin berganti-ganti masing-masing tiga  kali).
GONZALO    :     Ehaaaah, agak enakan sekarang.
LAURA          :     Saya pun merasa enak sekarang.
                              (KE Samping) Obat itu telah mendamaikan kami rupanya!

            Setelah mereka berdamai mulailah terkuak kisah cinta yang kandas. Dengan diawali sebuah sebab.  Sebagaimana mereka berdamai yang diawali dengan sebab pula. Pada mulanya dengan obat bersin dilanjutkan dengan sajak-sajak cinta.

GONZALO     :     (membaca) “   Anak-anak dari para bunda
                                                         Yang pernah kucinta
                                                         Menciumku sekarang
                                                         Seperti bayangan hampa “
                              Baris-baris ini agak lucu juga rasanya.

LAURA          :     (tertawa) Kukira juga begitu.

GONZALO    :     Ada beberapa sajak bagus dalam buku ini. Dengar!
                              (membaca) “  Duapuluh tahun berlalu
                                                         Ia pun kembalilah “

LAURA          :     Cara tuan membaca dengan kaca pembesar itu sungguh agak menggelikan saya.

GONZALO    :     Jadi nyonya bisa membaca tanpa kaca pembesar?

LAURA          :     Tentu saja, tuan.

GONZALO    :     Setua itu? Ahai, nyonya main-main saja!

LAURA          :     Coba saya pinjam buku tuan itu!
                              (mengambil buku dan membacanya keras-keras)
                                                        Duapuluh tahun berlalu
                                                         Dan ia pun kembalilah
                                                         Masing-masing saling memandang,
                                                         Berkata :
                                                         Mungkinkah dia orangnya?
                                                         Ya Allah, dimana oranya itu? “

GONZALO    :     Hebat! Saya iri hati pada penglihatan nyonya.

LAURA          :     (Kesamping) Hmm, saya hafal tiap kata syair itu.


 Kisah cinta yang di kemas dalam komedi yang terlihat dari sisi pemilihan tokohnya. Jika tokohnya masih muda mungkin akan sulit menciptakan suasana komedi karena pemuda masih kental dengan kisah cinta yang indah. Namun, ketika tokoh yang digunakan kakek dan nenek yang sudah pikun dan tingkah mereka yang kembali seperti anak kecil membawa kisah cinta dapat dikemas menjadi drama komedi Pagi Bening ini. Berikut ini penggalan dialog yang memuat kisah cinta.

LAURA          :     Pernah! Tiada jauh dari Valensia ada sebuah villa dan kalau masih berdiri sekarang, bisa mengembalikan kenangan-kenangan yang manis. Saya pernah tinggal beberapa musim di sana. Tapi sudah lama lampau. Villa itu dekat laut, tersembunyi antara pohon jeruk. Mereka menyebutnya ... ah ... lupa ... o ya, Villa Maricella.

GONZALO    :     Maricella?

LAURA          :     Maricella. Apa tuan  pernah mendengarnya? 

GONZALO    :     Tak asing lagi nama itu ... ah, kita tambah tua tambah pelupa ... di Villa itu dulu ada seorang wanita paling cantik yang pernah saya lihat dan saya kenal. Dan namanya ... O ya, Laura Liorento!

LAURA          :     (kaget) Laura Liorento?

GONZALO    :     Benar (mereka saling tatap)

LAURA          :     (sadar lagi) Ah, tak apa-apa, hanya mengingatkan saya pada teman karib saya.

GONZALO    :     Aneh juga.

LAURA          :     Memang aneh! Dia diberi sebutan “ Perawan Bagai Perak”.

GONZALO     :     Tepat, “Perawan Bagai Perak”. Nama itulah yang terkenal di sana. Sekarang saya seperti melihatnya kembali di jendela di antara kembang mawar merah itu. Nyonya ingat jendela itu?

LAURA           :     Ya, saya ingat itulah jendela kamarnya.

GONZALO     :     Dulu dia suka berjam-jam di jendela.

LAURA           :     (melamun) Ya, memang dulu dia suka begitu.

GONZALO     :     Dia gadis ideal. Manis bagai kembang lilia. Rambutnya hitam. Sungguh mengesankan sekali! Mengesankan sampai kapan saja. Tubuhnya ramping sempurna. Betapa Tuhan telah menciptakan keindahan seperti itu. Dia seperti impian saja.
 
LAURA           :     (ke samping) Jika seandainya tuan tahu bahwa impian itu ada di samping tuan, tuan akan sadar impian macam apa itu, heh? 
                              (keras-keras) Dia adalah gadis yang malang yang gagal cinta.

GONZALO     :     Betapa sedihnya (mereka saling memandang)

.........


Pada akhirnya mereka pun saling bercerita tentang diri mereka dengan cara yang unik pula. Mereka tidak mau mengakui bahwa yang terlibat dalam kisah percintaan itu adalah mereka, justru mewakilkan jati diri mereka kepada orang lain yang dikisahkan oleh kakek dan nenek itu sendiri.
            Drama ini menarik, sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa ternyata kisah cinta tidak selamanya dikemas dengan hal yang indah-indah. Drama ini merupakan drama komedi. Saya dapat mengatakan bahwa penulis drama ini sengaja memilih tokoh utama yang ada di dalamnya seorang kakek dan seorang nenek. Mereka sudah tua renta berumur sekitar 70 tahun. Sehigga menimbulkan kesan lucu. Ditambah dengan sifat orang tua yang cenderung egois, mau menang sendiri, seperti anak kecil yang menguatkan nuansa komedi dalam kisahnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar