Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

MENJELAJAHI ALUR/PLOT DAN DIALOG DRAMATIK “AYAHKU PULANG” KARYA UMAR ISMAIL

MENJELAJAHI ALUR/PLOT  DAN DIALOG DRAMATIK  “AYAHKU PULANG” KARYA UMAR ISMAILOleh: Elok Kholidiyah

Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, persaaan, ide, semangat, keyakinan dalam seuatu bentuk gambaran kehidupan yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam bentuk tulisan. Pesona tulisan-tulisan itu membuat seorang pecinta karya sastra seperti berjelajah di atas lukisan gunung, menjulang tinggi hingga membawa angan-angan menembus cakrawala.  Menjelajahi karya sasra tidak sulit, cukup menggabungkan hati dengan apa yang kita baca, Ada dua macam karya sastra  yaitu imajinatif dan non imajinatif.  Imajinatif berupa puisi, cerpen, drama, dan lain-lain. Karya sastra itu ibarat lautan dan gunung, Jika laut kita harus mengarunginya dengan perahu kata dan imajinasi hingga titik pusat laut dengan melihat keindahan laut yang terlukis indah sehingga membuat kita ingin mengarunginya lebih jauh lagi. Tetapi jika gunung kita perlu menjelajahinya dengan mendaki ke atas melewati hutan-hutan belantara yang membuat kita penasaran. Walau penjelajahan di gunung itu melelahkan tetapi kita dapat menuju titik puncak gunung dengan memperoleh makna dan nilai tersendiri dari karya sastra itu. 
Pendakian pada karya sastra akan terus berjalan menjelajahi  pemikiran setiap pencinta karya sastra seperti berlari pada panggung tertinggi suatu karya sastra yang dipentaskan salah satunya seperti drama. Ketahuilah drama termasuk itu genre sastra imajinatif. Menurut definisi, drama adalah ragam satra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di atas pentas (Zaidan, 2000). Mulyawan (1997:147) adalah salah satu genre sastra yang hidup dalam dua dunia, yaitu seni satra dan seni pertunjukan atau teater.Drama memiliki bentuk sendiri, saat puisi kebanyakan berbentuk monolog dan novel atau cerpen perpaduan dialog dan monolog, maka drama drama merupakan karya sastra berupa dialog yang diperankan melalui tokoh-tokohnya. Dengan melihat naskah pun pembaca akan mengetahui bahwa karya tersebut adalah drama.Berbicara mengenai drama, terutama naskah dramanya hati ini sangat tertarik dengan salah satu drama yang berjudul “Ayahku Pulang” karya Usmar Ismail. Saat membaca naskah drama ini perahu pemikiranku seperti ingin menjelajahinya dari ujung satu ke ujung lainnya. Judul naskah drama ini sangatlah sederhana tidak ada yang menarik hanya judul sering kita dengar entah di televisi atau sebuah lagi. Tidaklah menarik jika hanya dilihat dari judul. Memang judul ibarat etalase. Jika judul itu menarik dan indah pasti orang akan penasaran dengan apa yang ada dalam etalase itu. Oleh karena itu sempat ketertarikan itu menurun karena naskah drama ini  terlalu sedahana dari segi judul maupun cerita keseluruhan. Sebenarnya keserhanaan itu lebih mengarah pada cerita yang sering terjadi di lingkungan sekitar. Tetapi setelah menjelajahi lebih jauh, ternyata penulis Umar Ismail benar-benar memberikan alur yang menarik untuk baca. Tidak hanya alur, dialognya sangatlah mudah dipahami karena gaya bahasa yang dituturkan tidaklah serumit dibayangkan. Dialog lebih akan mudah ditebak suasana maupun prasaan tokoh dari peran yang diperankannya. Oleh karena itu perahuku kini telah mengarah pada alur atau plot naskah drama ini. Tidak hanya alur tetapi juga dialognya. Walau sangatlah menarik tetapi jika dipikir seharusnya tidak perlu membuat berlebih-lebihan.
Pada drama berjudul “Ayahku Pulang” pada dasarnya memiliki alur maju atau progresif. Hal ini dikarenakan cerita berjalan dengan teratur. Menurut Hariyanto, alur maju merupakan alur yang menampilkan peristiwa secara kronologis, maju, runtut dari awal tahap, tengah hingga akhir. Alur maju meliputi eksposisi (pengenalan masalah/tahap permulaan), konflik (tahap pertikaian), klimaks (tahap puncak masalah), antiklimaks (tahap peleraian), dan tahap akhir (cerita selesai). Alur sangat dibutuhkan untuk membangun keutuhan sebuah cerita. Tanpa alur cerita tidak akan menarik dan dipahami. Naskah Drama “Ayahku Pulang” ini pada dasarnya memiliki alur yang sama dengan  naskah-naskah lainnya tetapi perbedaan dapat dilihat pengemasan Umar Ismail dalam menata alur yang begitu teratur sehingga unsur pembangun lain dalam cerita seperti suasana ikut terbangun.  Penjelajahan tidaklah menarik jika tidak dilakukan secara langsung dan menyentuhnya. Menjelajahi Alur atau Plot naskah drama berjudul “Ayahku Pulang” dimulai dari eksposisi atau pengenalan masalah.
Pada naskah drama “Ayahku Pulang” pengenalan masalah/tahap permulaan (Eksposisi) di atas di mulai dengan adegan seorang Ibu yang duduk menampakkan wajah sedihnya ketika mendengar suara bedug takbir. Ibu ini sedih karena ia teringat kejadian masa lalu yang dialami bersama dengan suami dan anaknya. Tepat saat malam hari raya suaminya pergi meninggalkan anak dan dirinya begitu saja, tanpa alasan dan sepatah kata sehingga membuat hidup wanita ini kesepian dan bekerja keras. Saat Ibu ini merenung, tiba-tiba anak laki-laki sulungnya bernama Gunarto datang dengan mengejutkan lamunannya. Gunarto mengejutkan lamunan wanita bernama Tina ini dengan bertanya tentang alasan dirinya yang masih memikirkan ayah (Raden Saleh). Gunarto melarang ibunya untuk tidak memikirkan ayahnya lagi yang telah meninggalkan keluarga begitu saja sehingga membuat dirinya, adik, dan ibunya bekerja keras sampai saat ini. Akan tetapi, ibu Gunarto tetap saja masih memikirkan ayahnya. Adegan dilanjutkan dengan Gunarto yang mencari adiknya bernama Mintarsih sehingga terjadi obrolan antara ibu dan Gunarto mengenai nasib adiknya yang telah bekerja keras sebagai tukang jahit untuk menghidupi keluarganya. Banting tulang yang dilakukan Minarsih membuat Gunarto kasihan kepada adiknya, sampai-sampai adiknya tidak mau menikah terlebih dulu. Saat adegan itu pula, Gunarto dan ibunya membahas mengenai sosok laki-laki yang ingin menikahi adiknya. Ibunya menginginkan sosok laki-laki yang menikahi adik Gunarto, sosoknya tidak seperti suaminya. Ibu juga mendeskripsikan sikap sosok ayah Gunarto dan mendesak Gunarto untuk menikah tetapi Gunarto menolaknya karenakan dia ingin mengurus keluarganya dengan baik terlebih dahulu. Gunarto juga mengatakan bahwa keadaan yang dialaminya saat ini, disebabkan ayahnya yang telah meninggalkan keluarga. Gunarto pun kesal terhadap kelakuan ayahnya.
Umar Ismail mengemas pengenalan dalam naskah drama memang terlalu sederhana tetapi adegan pengenalan itu susah memberikan nilai yang bermakna terlihat dari tokoh yang memerankannya (Gunarto dan Minarsih). Adengan dalam plot maju pengenalan memang lebih baik sederhana agar pemahaman cerita dapat tersampaikan. Hal ini dikarenakan pengenalan yaitu suatu awal/masalah dalam cerita yang nantinya dapat membangun cerita selanjutnya.
Pengenalan atau awal cerita biasanya akan terjadi konflik ataupun pertikaian dalam sebuah cerita. Sama halnya dengan naskah drama berjudul “Ayahku Pulang” . Adegan konflik atau pertikaian masalah dimulai, kedatangan sosok adik laki-laki Gunarto yang bernama Maimun. Maimun pulang dari kerjanya dengan membawa kabar yang menganehkan. Dia datang dengan menceritakan jika dirinya bertemu dengan seorang lelaki tua yang mirip dengan ayahnya bahkan teman kerjanya pun (Pak Tirto) juga bertemu dan mengenal  sosok lelaki tua yang ditemuinya di Swalayan. Saat itu keadaan rumah mulai agak aneh, ibu dan Gunarto agak tidak nyaman dengan cerita yang disampaikan adiknya tersebut. Bahkan, ibu dan Gunarto tidak percaya dengan cerita Maimun. Cerita Maimun juga sempat membuat mereka kesal dengan mengucapkan hal-hal yang tidak mengenakkan. Suasana semakin menganehkan lagi ketika adik perempuan Gunarto bernama Maimun pulang dengan mengatakan hal aneh  pula. Dia mengatakan melihat laki-laki tua seperti pengemis di tepi jalan dekat jemabata yang selalu memandang rumahnya. Hal ini, membuat suasana di dalam rumah semakin aneh dan penasaran. Maimun semakin penasaran dengan sosok laki-laki tua tersebut, dia melihat lewat jendela rumahnya tetapi lelaki tua yang dilihat adiknya tidak ada. Suasana hati ibupun terlihat sedih sehingga dirinya teringat lagi kejadian masa lalu. Gunarto pun agak kesal dengan keadaan yang dirasakan dalam rumahnya. Tiba-tiba keadaan semakin mencekam ketika ada seorang laki-laki mengucapkan salam dari pintu luar rumah mereka sehingga membuat semua terkejut terutama ibu. Ibu merasa suara itu tidak asing,  dan menduga yang datang adalah ayah anak-anaknya. Ibu membuka pintu depan, ternyata yang datang adalah ayah mereka. Saat itu adegan begitu mengharukan, ayah (Raden Saleh) yang meninggalkan mereka selama 20 tahun telah datang kembali ke rumah. Mereka seakan terkejut tertuma ibu, ibu tak dapat menahan haru begitu pula Maimun dan Mintarsih. Akan tetapi, tidak untuk Gunarto. Gunarto begitu kesal dengan kedatang ayahnya. Dia tidak mengucapkan sepatah katapun untuk menyambut kedatangan ayahnya kembali, bahkan diminta tolong untuk mengambilkan segelas air minum ayahnya ia tidak mau. Adiknya Maimunlah yang mengambilkan segelas air minum untuk ayahnya. Saat itu, Raden Saleh mencerikan kehidupannya selama 20 tahun tersebut. Ibu, Maimun, dan Mintarsih merasa kasihan dan terharu dengan ayahnya. Tetapi, Gunarto malah merasa ayahnya selama ini begitu jahat, dia kembali begitu saja setelah menelantarkan keluarganya. Gunarto menganggap ayahnya juga tidak tahu jika kerja keras yang dia lakukan untuk keluarganya selama ini, usaha ibu dan kedua adiknya untuk bertahan hidup, sedangkan ayahnya pergi begitu saja. Dia baru mau kembali setelah merasa dirinya lemah dan  bisnisnya bangkrut.
Umar Ismail membangun alur/plot dengan memasukkan tokoh satu persatu dalam ceritanya untuk menghidupkan cerita. Adegan pengenalan yang terlihat sederhana dengan awal suasana yang menyedihkan, kini suasana diubah menjadi penasaran dan kegundahan dari masing-masing tokoh. Umar Ismail memasukkan tokoh adik laki-laki Gunarto. Kedatangan adik laki-laki Gunarto memberikan masalah atau konflik dengan mengabarkan sosok laki-laki mirip ayahnya yang telah pergi meninggalkan kelurgannya telah datang kembali. Alur ini begitu runtut, begitu runtuntnya Umar Ismail juga menambahkan sosok laki-laki yaitu ayah Gunarto masuk dalam cerita yang tiba-tiba muncul setelah kebangkrutannya dari kerja. Kemunculan ayah Gunarto ini akhirya menimbukan puncuk masalah atau tahap klimaks dari cerita karena menggaduhkan keluarga termasuk keluarganya. Secara logika dan realitas cerita ini masuk akal karena seseorang yang mengalami kesusahan (kebangkuratan) terkadang membuat orang itu meminta pertolongan. Tidak ada penolong yang baik selain  selain keluarnya.
Pada naskah drama “Ayahku Pulang”, puncak masalah dan pertikaian terjadi ketika Gunarto tidak mengakui ayahnya, dia mengatakan kepada adik-adiknya, jika mereka tidak pernah mempunyai ayah seperti Raden Saleh. Pertengakaran dan adu mulut antar mereka pun terjadi. Gunarto mengatakan kepada adik-adiknya bahwa ayah mereka selama ini adalah dirinya, karena dirinya yang selama ini banting tulang untuk mereka. Raden saleh bukan ayah mereka karena dia telah menelantarkan anak-anak dan istrinya begitu saja tanpa tahu kerja keras yang dilakukannya untuk bertahan hidup, mulai menjadi budak, kuli suruhan hingga membuat hidup yang mereka rasakan menjadi keras. Gunarto mengatakan kepada ibunya dengan kesal, bahwa  dirinya  tidak pernah memiliki seorang ayah, kalau dirinya memiliki ayah pasti hidupnya tidak melarat dan tidak perlu kerja keras, perkataan Gunarto pun membuat perasaan ibu kesal, sedih, menangis, dan berbicara agak keras. Akan tetapi, Gunarto tetap keras dengan pendiriannya, dia tidak mau mengakui keberadaan ayahnya. Bahkan, dia berkata kasar dan mengingatkan masa lalu yang dialaminya bersama keluarga yang begitu keras untuk bertahan hidup. Maimun, Ibu, dan Mintarsih menenangkan Gunarto serta mencoba membuka hati Gunarto. Gunarto tetap keras, dia tidak merasa kasihan pada ayahnya yang datang dengan keadaan tua dan lemah. Dia tidak sudi menerima ayah seperti lelaki tua itu.  Maimun, terus mencoba membujuk Gunarto kakaknya, dia mengatakan bahwa dia telah memaafkan ayahnya meskipun pernah melakukan kesalahan. Hal ini tetap saja masih menutup hati Gunarto. Suasana di rumah semakin mencekam kala Ibu dan Mintarsih menangis, bahkan Maimun memohon kepada kakaknya agar menerima ayah. Gunarto tetap saja keras, sehingga membuat mereka bingung dan kesal. Begitu pula ayah yang merasa telah menyebabkan mereka bertengkar dan adu mulut hingga suasana rumah mencekam. Akhirnya ayah memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah.
Umar Ismail memang menjadikan alur semakin menarik pada adegan pertikaian atau puncak masalah. Dalam adegan pertikaian di atas ini Umar Ismail menjadikan tokoh Gunarto tidak mengakui ayahnya. Pertengkaran hebat dalam keluarga yang mengungkit kejadian masa lalu menjadi besar dan tak terbendung. Dalam keadaan seperti alur  mencerminkan  suasana yang menengangkan dan menyedikan karena banyak otot kekesalan dan banjir air mata dari tokoh-tokohnya. Tokoh satu dengan lainnya bergejolak antara batin dan pikirannya sehingga membuat suasana menjadi tegang. Tokoh satu menenangkan tetapi tokoh lainnya menolaknya. Titik klimaks dalam cerita yang menarik dan menegangkan.  Umar Ismail meredakan titik puncak masalah dengan memberikan peleraian pada masing-masing tokoh terutama Gunarto.
Pada tahap peleraian (Antiklimaks) naskah drama ini penyelesaian masalah ketika adegan ayah mulai mengatakan bahwa dirinya akan pergi,  Raden Saleh ayah mereka merasa dirinya telah tidak diterima lagi dalam keluarga tersebut. Raden Saleh mengatakan baginya tidak ada jalan untuk kembali. Dia sadar jika kembali hanya akan menganggu kedamaian mereka. Akan tetapi, kepergian Raden Saleh ditahan oleh Maimun, Ibu, dan Mintarsih. Mereka kasihan kepada ayahnya dan meminta Raden Saleh tetap tinggal di rumahnya. Ibu dan Mintarsih menangis tak henti-hentinya. Maimun berusaha membuka hati abangya, dia bertanya kepada kakaknya, agar memaafkan kesalahan ayahnya selama ini. Mintarsih pun menangis sambil mengatakan bahwa kakaknya begitu tega telah menyuruh ayah pergi dalam keadaan hujan deras. Gunarto pun tetap keras hati dan marah, dia merasa disalahkan dan  menyuruh Maimun untuk memilih antara ayah atau dirinya. Maimun pun mengatakan jika kakaknya sudah menyakiti hati ibunya, karena sudah berkata tidak-tidak. Maimun akhirnya mengambil keputusan dengan menjemput dan mencari ayahnya yang baru keluar dari rumah, agar masalahnya segera selesai.
Pada tahap peleraian ini, Umar Ismail mengambil tokoh Maimun sebagai pelerai antara ayah dan Gunarto. Usmar Ismail benar-benar memberikan suasana yang mengharukan dan menegangkan. Tokoh Maimun sebagai pelerai menenangkan hati Gunarto tetapi Gunarto tetapi keras hati walau adik perempuannya telah menuduhnya jahat telah mengusir ayahnya. Tahap peleraian ini sedikit menengangkan tetapi akhirnya ditenangkan oleh Maimun tokoh pelerai dengan menjemput dan mencari ayahnya yang telah diusir dari rumah agar masalah cepat selesai.  Umar Ismail tidak salah memasukkan tokoh Maimun sebagai peleraian masalah karena tokoh lainnya seperti ibu dan adik Gunarto tidaklah mungkin karena hati mereka lemah. Ibu dan adik perempuan Gunarto hanya bisa menangis dan meratapi kekerasan hati kakaknya.  Dengan peleraian itu, Umar Ismail melakukan tahap akhir cerita untuk menyelesaikan masalah.
Pada akhir cerita, Maimun mencoba menjemput ayahnya yang telah pergi dari rumah untuk mengajaknya kembali. Akan tetapi sampai di jalan, Maimun tidak menemukan ayahnya. Dia hanya menemukan kopyah dan baju milik ayahnya di dekat jembatan. Maimun pun langsung pulang ke rumah dengan mengatakan peristiwa yang dilihatnya. Sampai di rumah ibu bertanya kepada Maimun, tetapi Maimun tidak tahu keberadaan ayahnya. Gunarto pun terkejut ketika Maimun mengatakan bahwa baju dan kopyah tersebut ditemukan di tepi jembatan. Gunarto terkejut, dia mendunga bahwa ayahnya melompat jembatan. Dia pun memegang kopyah dan pakaian ayahnya sambil menyesal. Gunarto menduga, ayahnya tidak tahan menerima hinaan darinya. Gunartopun menangis dan berteriak memanggil-manggil ayahnya beserta ibu dan adik-adiknya.
Umar Ismail dalam akhir cerita memberikan suasana yang menyedihkan. Alur yang runtut dari awal hingga akhir yang menyedihkan dikemasnya dari hati tokoh utama (Gunarto) yang mulai mereda. Keredaan hati tokoh (Gunarto) dilihatkan ketika hanya ditemukan baju dan kopyah ayahnya yang di duga melompat di jembatan. Akhir cerita yang menyedihkan dalam sebuah keluarga yang memiliki masa lalu menyedihkan.
Ketertarikan penjelajahan dalam naskah drama ini tidak hanya pada alur atau plot tetapi dialognya yang mudah diperankan dan dipahami suasannaya. Dalam struktur lakon, dialog dapat ditinjau dari segi estetis dan segi teknis. Dari segi teknis, dialog merupakan faktor literer dan filosofis yang mempengaruhi struktur keindahan lakon. Dari segi teknis, dialog biasanya diberi catatan pengucapan yang ditulis dalam tanda kurung. Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dalam naskah drana “Ayahku Pulang” ini, ditunujkkan beberapa dialog yang menunjukkan dari segi teknis. Beberapa dialog menunjukkan tokoh sedih sebagai berikut.
GUNARTO (Kaget)
Aku kawin,Bu?? Belum bisa aku memikirkan kesenangan untuk diriku sendiri sekarang ini, Bu. Sebelum saudara-saudaraku senang dan Ibu ikut mengecap kebahagiaan atas jerih payahku nanti Bu.
KEMBALI SEDIH DAN HARU)
I B U (tampak sedih)
Malam hari raya seperti ini ia berlalu dulu itu...
(Terkenang)
Mungkin ....
I B U      
Gunarto!
(SEDIH, GELISAH DAN MULAI MENANGIS)
MAIMUN (dengan suara agak sedih)
Tapi, Bang. Lihat Ayah sudah seperti ini sekarang. Ia sudah tua bang Narto.
I B U (bingung, serba-salah)
Gunarto, sampai hati benar kau berkata begitu terhadap Ayahmu. Ayah kandungmu.

(Berfikir,sementara maimun tertunduk diam dan mintarsih menangis dipelukan ibunya)
MINTARSIH (dengan air mata tangisan)
Kemana Ayah akan pergi sekarang?
GUNARTO (kaget. Sadar)
Jadi, jadi Ayah meloncat kedalam sungai!!


I B U (menjerit)
Gunarto....!!!

Selain sedih juga ada beberapa dialog menunjukkan tokoh kesal dan marah sebagai berikut.
GUNARTO (Agak Kesal)
Ayah......

GUNARTO (Diam Berfikir, Kemudian Kesal)
Semua ini adalah karena ulah Ayah! Hingga Mintarsih harus menderita pula! Sejak kecil Mintarsih sudah merasakan pahit getirnya kehidupan. Tapi kita harus mengatasi kesulitan ini,Bu! Harus! Ini kewajibanku sebagai abangnya, aku harus lebih keras lagi berusaha!

GUNARTO (Tampak Kesal Lalu Mengalihkan Pembicaraan)
Maimun lambat benar pulang hari ini, Bu?

GUNARTO (Kesal)
Ya! Tapi anaknya makan lumpur!

MAIMUN (Agak Kesal)
Tidak ingat lagi aku. Sudah lama aku paksa diriku untuk melupakannya.

GUNARTO (agak kesal)
Ah Bu, lupakan sajalah apa yang sudah berlalu itu

GUNARTO (bicara perlahan tapi pahit)
Kami tidak mempunyai Ayah, Bu. Kapan kami mempunyai seorang Ayah?

I B U (agak keras tapi tertahan)
Gunarto! Apa katamu itu!

GUNARTO (sikapnya dingin, namun keras)
Ibu seorang perempuan. Waktu aku kecil dulu, aku pernah menangis dipangkuan Ibu karena lapar, dingin dan penyakitan, dan Ibu selalu bilang “Ini semua adalah kesalahan Ayahmu, Ayahmu yang harus disalahkan.” .....
GUNARTO (marah, dengan cepat)
Jangan kau membela dia! Ingat, siapa yang membesarkan kau! Kau lupa! Akulah yang membiayaimu selama ini dari penghasilanku sebagai kuli dan kacung suruhan! Ayahmu yang sebenar-benarnya adalah aku!

MAIMUN (tiba-tiba bangkit marahnya)
Tidak! Aku akan panggil kembali Ayahku pulang! Aku tidak perduli apa yang Abang mau lakukan? Kalau perlu bunuh saja aku kalau Abang mau! Aku akan panggil Ayahku! Ayahku pulang! Ayahku mesti pulang

Menjelajahi dialog tidak hanya yang sedih dan kesal tetapi ada beberapa dialog menunjukkan tokoh senang/tertawa, diantaranya sebagai berikut.
I B U      
Buat perkawinan Mintarsih, lima ratus ribu rupiah saja sudah cukup,Narto.
(Ibu Coba Tersenyum)
Sesudah Mintarsih nanti, datanglah giliranmu Narto...

MAIMUN (gembira lalu berlutut dihadapan raden saleh)
Ayah, aku Maimun.

MINTARSIH      
Saya Mintarsih, Ayah.
(LALU MENCIUM TANGAN AYAHNYA)

Di dalam drama ini juga terdapat dialog monolog ketika tokoh Gunarto berbicara dengan dirinya sendiri. Seperti kutipan berikut.

GUNARTO
.......................................................................................................................
Lalu Bicara Dengan Dirinya Sendiri)
Ah... aku jadi mata duitan.... yah mungkin karena hidup yang penuh penderitaan ini...

GUNARTO (berbicara sendiri sambil memeggang pakaian dan kopiah ayahnya. Tampak menyesal)
Dia tak tahan menerima penghinaan dariku. Dia yang biasa dihormati orang, dan dia yang angkuh, yah, angkuh seperti diriku juga.... Ayahku. Aku telah membunuh Ayahku. Ayahku sendiri. Ayahku pulang, Ayahku pulang......
  
Monolog ketika ibu mendeskripsikan tokoh ayah.

I B U (Menerawang)
Ayahmu seorang hartawan yang mempunyai tanah dan kekayaan yang sangat banyak, mewah diwaktu kami kawin dulu. Tetapi kemudian... seperti pokok yang ditiup angin kencang...buahnya gugur..karena......

    Alur atau plot yang dibangun oleh Umar Ismail pada dasarnya tidaklah semena-mena. Walau pemilihan judul yang sederhana tetapi alur yang dibangun sangatlah runtut dan membangun. Alur yang diciptakan sangatlah menarik karena Umar Ismail sangat tepat memasukkan tokoh dan membangun suasana dalam naskah dramanya ini sehingga cerita yang disampaikan dalam cerita ini sangat mudah tersampaikan dalam pembaca. Melalui alur yang dibangun oleh Umar Ismail dapat diperoleh pesan yang tersirat dari setiap masalah yang dihadapi setiap tokohnya baik pemikiran dan batin tokohnya. Alur yang dibangun juga tidak membingungkan tetapi jika dilihat sedikit berlebihan  karena hampir seperti cerita di televisi. Hal ini dilatarbelakangi karena Usmar Ismail dikenal sebagai sutradara Indonesia. Kariernya dimulai sebagai asisten sutradara di Perfini yang didirikan pada tahun 1950. Jadi wajar jika naskah drama ini sedikit seperti cerita kebanyakan di televisi. Walau lelah tetapi menjelajahi alur naskah drama “Ayahku Pulang” sangatlah bermakna dan menarik karena mendapat nilai dalam hati tentang kisah atau kehidupan dalam keluarga. Selain itu, menjelajahi alur ini juga membutuhkan hati yang kuat karena  suasana dalam alur yang dibangun tiba-tiba mengejutkan. Naskah drama ini bermakna untuk memperoleh pengalaman dalam hidup.
    Tidak hanya itu dialog yang disajikan sangatlah mudah untuk dibaca dan dipentaskan karena ada keterangan-keterangan suasana dan tidakan yang harus dilakukan seorang tokoh yang akan diperankan. Dialognya membawa kemudahan untuk dijelajahi satu persatu dari tokoh-tokohnya. Monoglnya juga disajikan dengan mudah dan tidak rumit.
    Penjelajahan alur dan dialog dalam naskah drama “Ayahku Pulang” sudah membawa nilai dan makna yang menarik. Walau melelahkan menjelajahi satu persatu dari alurnya yang meliputi  eksposisi (pengenalan masalah/tahap permulaan), konflik (tahap pertikaian), klimaks (tahap puncak masalah), antiklimaks (tahap peleraian), dan tahap akhir (cerita selesai) tetapi dari alur ini dapat diketahui betapa hebatnya Usmar Ismail membangun alur maju yang terlihat sederhana tetapi bermakna dalam hati. Begitu pula dialognya yang sudah dijelajahi dari segi teknisnya. Walau penjelajahan dialog tidak sedalam alur tetapi menjelajahi dialog naskah drama ini tidak begitu bingung. Berakhir sudah menjelajahi naskah drama “Ayahku Pulang” , sebenarnya masih banyak yang perlu dijelajahi tetapi menjelajahi alur dan dialog dramatik drama ini sudah memberikan nilai yang bermakna.  Semoga alur yang dibangun oleh Umar Ismail pada naskah drama lainnya lebih membangun dan menjelajahi lebih dalam lagi.
Malang, 2013


Daftar Rujukan
Mulyana, Yoyo, dkk. 1997. Sanggar Sastra. Jakarta:Depdikbud.
Zaidan, Abdul Razak. 2000. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.
___.2013. Berita Remaja Indonesia: Loker Seni. (Online),  http://www.lokerseni.web.id/2011/05/naskah-drama-ayahku-pulang-karya-umar.html, diakses 27 April 2013.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar