Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Renungan Nilai-Nilai Religus dan Moral dalam Puisi-Puisi Karya Apip Mustopa



Renungan Nilai-Nilai Religus dan Moral dalam Puisi-Puisi Karya Apip Mustopa
Oleh: M. Irfan Faisal

Pada saat ini kondisi masyarakat dan bangsa Indonesia memang sedang mengalami banyak permasalahan, banyak terjadi praktik korupsi, ketimpangan antara kaum kaya dan miskin semakim jauh, banyaknya terjadi kriminalitas dalam masyarakat dan kejadian-kejadian yang bertentangan dengan nilai-nilai moral. Semua hal tersebut mungkin terjadi karena manusia telah lalai terhadap penciptanya. Suatu karya sastra dapat dijadikan sebuah pengingat untuk masyarakat ataupun dijadikan sebagai ungkapan perasaan atau sebagai pesan, salah satu karya sastra tersebut adalah puisi. Puisi adalah salah satu bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa yakni dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya. (Herman J. Waluyo1987:29).
Salah satu penyair yang mempunyai religiuisitas tinggi adalah Apip Mustopa, Ketertarikan saya dalam puisi-puisi karya Apip Mustopa ini adalah kesederhanaan tutur bahasa yang mudah dipahami pembaca namun dalam penyampaian maknanya mendalam sebagai dakwah islamisme. Demikian menjadi tolak ukur seberapa kuatkah eksistensi penyampaian ajaran islam dari puisi-puisi “ Tuhan Telah Menegurmu”, “Nyanyian Tentang Tuhan”, dan “Dalam Masjid” kaitannya dengan tugas sastrawan sebagai orang yang berdakkwah lewat karya-karyanya . Bahasa yang ringan dalam penyusunan sajak tidak melulu seolah mendewa-dewakan puisi yang baik itu yang sulit dipahami namun lebih mengarah ke manfaatnya dan kebutuhan pembaca kususnya muslimin dan untuk para umat manusia agar ingat dan selalu menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi laranganNYA. Sekarang kita akan mengulas puisi-puisi tersebut.
 
Tuhan Telah Menegurmu
Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
Lewat perut anak-anak yang kelaparan

Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
Lewat semayup suara adzan

Tuhan telah menggurumu dengan cukup menahan kesabaran
Lewat gempa bumi yang berguncang
Deru angin yang meraung kencang
Hujan dan banjir yang melintang pukang

adakah kau dengar?

Apip Mustopa
Jakarta
Maret 1976
Makna Bait dan Diksi
Pada makna bait dan diksi, bait pertama disebutkan pada lirik “Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan”. Teguran berarti peringatan, maksudnya peringatan yang ditujukan manusia. Diperingatkan berarti ada gejala-gejala ketidak beresan pada diri manusia dan dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Teguran Tuhan tidak sekasar yang kita lakukan, terkadang lebih ringan dari pada dosa-dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan. Tuhan menegur kita dengan sopan bila kita menyadarinya. Pada larik kedua “Lewat perut anak-anak yang kelaparan” maksudnya anak-anak yang kelaparan tak bisa makan karena gagal panen dan kemlaratan orang tua mereka. Pada larik keempat “Lewat semayup suara adzan” maksudnya Allah mengingatkan kepada manusia yang lalai kepadaNYA karena urusan-urusan dunia untuk melakukan kewajiban solat lima waktu.
Pada bait ketiga larik pertama dapat diartikan bahwa tuhan menegur atau memberi peringatan pada kita dengan sabar, maksud “sabar” adalah Allah tidak murka, tak memberikan azab dan siksaan berat pada kita (para manusia) Tuhan hanya memberikan peringatan kecil karena  manusia telah lalai. Pada larik keenam, ketujuh, dan kedelapan diartikan Tuhan memberikan teguran pada kita melalui bencana-bencana alam yaitu lewat gempa bumi, lewat angin topan atau lesus (angin yang sangat kencang), lewat banjir.
Pada larik terakhir yaitu larik kesembilan penyair hanya menuliskan satu baris, “ Adakah kau dengar ?” Hal ini berarti penyair mengajak manusia untuk berpikir dan merenung atas segala musibah dan peristiwa yang sedang terjadi. Apakah manusia banyak berbuat maksiat dan dosa di atas bumi ?
Kadungan Nilai Moral dan Religius
            Pada puisi karya apip mustopa berjudul “Tuahn Telah Menegurmu” ini bertema Tuhan yang menegur dan memperingatkan manusia karena telah lalai kepada tuhan, dan terlalu banyak melakukan maksiat. Nilai-nilai moral yang terdapat pada puisi ini adalah agar kita sebagai manusia ciptaan tuhan, sebagai khalifah dibumi agar menyembahNYA, tetapi sekarang kenyataanya berbeda umat manusia banyak yang lalai terhadap yang menciptakanya. Padahal segala yang ada di alam semesta ini adalah milikNYA, bahwa masih ada kekuatan yang lebih hebat dari kita. Di masa sekarang  bantyak manusia yang meninggalkan kewajibanya terhadap tuhan, serta banyak yang berbuat maksiat yang sangat keterlaluan.
Hubungan nilai dalam puisi dengan nilai dalam masyarakat
            Pada puisi diatas memang terlihat sederhana tetapi bila diresapi dan direnungkan seacra mendalam memiliki nilai moral yang cukup banyak. Bila  dihubungkan dengan nilai yang ada dalm masyarakat saat ini, masyarakat masa sekarang banyak yang tidak mempunyai iman, serta meninggalkan kewajiban-kewajiban kepada tuhanya, banyak manusia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kesenangan-kesenangan didunia (gila dunia) melupakan bahwa nanti masih ada kehidupan akhirat. Seharusnya manusia berpikir dan merenung atas segala musibah dan peristiwa yang sedang terjadi. Apakah manusia banyak berbuat maksiat dan dosa di atas bumi ? Dengan demikian manusia dapat mawas diri, dapat menyadari kekhilafan-kekhilafan yang ada pada dirinya untuk bertaubat dan membersihkan diri.  Renungan manusia atas pertanyaan penyair itu juga dapat membuat manusia untuk mengingat Allah terus-menerus, kapan saja, dan di mana saja manusia berada sehingga dapat meningkatkan iman dan taqwa manusia.
Setelah mengulas salah satu puisi karya Apip mustopa “Tuhan Telah Menegurmu” sangat kental dengan nilai-nilai moral serta religiusitas puisinya. Selain puisi “Tuhan Telah Menegurmu” diperkuat juga dengan puisi-puisi karya Apip Mustopa yang lain.


NYANYIAN TENTANG TUHAN
alangkah merdu kudengar Tuhan
dalam nyanyian orang sekarang
seperti lagu kasih sayang
yang dilepaskan orang bercinta
pada malam terang bulan
dan orang-orang yang mendengarkan
sama-sama bergoyang pinggang
tenggelam dalam alunan dendang
berjoget dengan lawan jenis bukan muhrim

duh, kiranya Tuhan telah disejajarkan
dengan dara jelita angin dan bulan
dan orang-orang telah tidak menghiraukan lagi
sama Tuhan Maha Suci
melainkan hanya alunan lagu yang mengundang
         berahi

alangkah merdu kudengar Tuhan
dalam nyanyian orang sekarang
hanya dalam nyanyian
hanya dalam nyanyian
Desember, 1975
Budaya Jaya, No. 98, Th. IX, Juli 1976.

Puisi tersebut ungkapan keprihatinan penulis terhadap keadaan saat ini yang menggambarkan  pergaulan bebas antar manusia, manusia yang mencintai kehidupan dunia, dan sama sekali tak pernah memikirkan kehidupan akhirat. Pada bait pertama, jelas dapat disimpulkan bahwa orang-orang sekarang mengingat tuhan dalam nyanyian dan jogetan itu sesuatu yang tidak mungkin. Sedang Tuhan disebut-sebut memberikan kenikmatan, namun kenikmatan yang mereka capai dari hubungan suami istri yamg bukan muhrim itu bukanlah nikmat Tuhan, melainkan godaan syetan yang terkutuk. Pada bait kedua, imaji pembaca seperti di ajak untuk melihat dari tradisi masa lampau tentang adat penari ronggeng. Untuk saat ini banyak dijumpai penari diskotek yang bisa dikatakan ronggeng modern. Karna sama-sama menari untuk memperlihatkan kemolekan tubuhnya agar menarik lawan jenis dan tak jarang kemudian diajak bercinta. Bersentuhan kepada yang bukan muhrim itu dilarang atau di haramkan dalam islam. Pada bait ketiga, dapat dijelaskan atau diambil kesimpulan bahwa tuhan sekrang dilalaikan, manusia lebih banyak menikmati lagu atau nyanyian dan melalaikan tuhan. Jelas bahwa puisi berjudul “Nyanyian Tentang Tuhan” tersebut juga bernilai moral dan religiusitas amat tinggi karya ini memang sarat mengandung pesan-pesan yang bermanfaat sebagai renungan umat manusia, manusia harus selalu mengingat penciptaNYA, selalu menjalankan perintahNYA dan menjauhi larangaNYA.

DALAM MASJID
aku berusaha menetapi
lima kali dalam sehari
di depan mihrab memasrahkan diri
ke dalam hening suci
ke bawah keagungan abadi

kulebur seluruh
dalam sujud dan bersimpuh
tapi sia-sia kukenang dosa
dalam lajur-lajur usia

dalam hening suci
aku hanya berhasil mendapati
sebatang jarum yang kemarin hilang
sejumlah hutang di warung-warung
wajah istriku yang murung karena harga beras
                                    membumbung
rengek anakku minta dibelikan layang-layang

                        aku berusaha mengenang seluruh dosa
                        dalam hening suci
                        untuk memohon ampun abadi
                        tapi senantiasa sia-sia
karena bayang-bayang nestapa
senantiasa menggoda
Merdeka Selatan 17-12-1975
Budaya Jaya, No. 98, Th. IX, Juli 1976.

Puisi ini sudah barang tentu cerminan umat muslim yang memiliki tempat beribadah bernama masjid. Pada bait pertama menunjukan bahwa beliau selalu berusaha menjalankan salat lima waktu. Pada bait kedua beliau ingin bertaubat karena teringat dosa-dosanya, namun ia merasa sudah hampir terlambat. Dari beberapa sajak Apip Mustopa di atas tentu dapat kita ambil kesimpulan bahwa sajak ini ditujukan untuk umat muslim. Bahasa yang digunakan penulis dalam megambarkan imaji sangatlah sederhana, tidak banyak bunga-bunga kata atau bahasa-bahasa kiasan. Yang ditekankan penulis adalah sesegera mungkin pesan ini sampai dan dapat diterima atau dimaknai pembaca. Penulis secara tidak langsung berdakwah melalui media tulis dan tidak hanya sajaknya saja yang di koar-koarkan, di sisi lain ada sifat Apip yang berusha menjalankan kwajibannya terhadap ajaran Allah. Salah satu kwajibannya adalah menjalankan amalan saleh terkait profesinya. Seperti yang disebutkan dalam Al-Quran, dalam sebuah surat yang artinya bahwa manusia akan diangkat menjadi khalifah-Nya di atas bumi, dengan ketentuan mereka harus menjalankan segala ajarannya, yaitu beriman dan beramal saleh.
Dari karya-karya oleh Apip Mustopa, mungkin ia merasa bahwa sebagai umat  muslim beliau mempunyai rasa peduli dan tanggung jawab untuk berdakwah kepada sesame umat manusia. Dan salah satu cara berdakwahnya ialah dengan karya saatra. Para manusia yang berperasaan halus, yaitu para sastrawan. Para sastrawan  bukan saja memiliki rasa halus, tetapi juga memiliki hati yang  bersih dan akal yang jernih, yang dengan demikian mereka dapat merasakan dan memahami hikmah ayat-ayat Allah.
            Diksi atau pilihan kata dalam sajak yang digunakan Apip mustopa termasuk dalam kategori ringan atau mudah dipahami. Untuk sekali atau dua kali membaca saja sudah cukup jelas mampu menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Kekhasan penggunaan bahasa Apip tidak semata-mata mendewakan bahwa puisi yang baik adalah yang sulit dipahami seperti kebanyakan penyair namun lebih ke kesederhanaan bahasa yang menekankan kemudahan dalam penyampaiannya. Hal ini memang bertujuan agar pembaca langsung dapat memahami pesan yang ingin disampaikan oleh apip mustopa tentang nilai-nilai moral dan religious dalam puisinya. Dari ketiga puisi diatas memang memang yang lebih condong dan kuat nilai-nilai moralnya adalah puisi satu dan dua yaitu, “Tuhan telah menegurmu” dan “nyanyian tentang tuhan”, namun dalam puisi tesebut nilai religiusnya juga sangat kental. Sedangkan dalam puisi yang terakhir yang berjudul “Dalam masjid” lebih kuat pesan-pesan religiusnya yaitu tentang hubungan hamba dengan tuhanya secara mendalam.






Daftar Rujukan
Waluyo, Herman J. 1987. Teori Dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Suryadi, Linus. 1987. Antologi Puisi Indonesia Modern Tonggak 2. Jakarta: PT Gramedia

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Unknown mengatakan...

aku suka karya om Apip Mustopa

@sholahclalluras follow OM .. ;)

Posting Komentar