Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

REALITAS SOSIAL DAN GLOBAL WARMING DALAM “POHON KERES” KARYA IIS WIATI



REALITAS SOSIAL DAN GLOBAL WARMING DALAM
“POHON KERES” KARYA IIS WIATI
Oleh: Lailinda Nurjanah
 
Kebajikan dan ajaran hidup yang dikemukakan, diajarkan dan diteladani oleh pribadi manusia. Seperti ajaran orang tua yang diajarkan kepada anak. Perbuatan yang bijak dari orang tua yang memberikan contoh kepada anak. Ajaran alam yang disampaikan oleh anak kepada orang tua. Tentu kesemuanya memberikan petunjuk demi kebaikan manusia, alam dan kepercayaannya masing-masing. Akan tetapi tidak semua manusia mensyukuri dengan apa yang telah diberikan dan lebih percaya dengan hal-hal yang tampak nyata tanpa memperhatikan unsur batin.
Demikianlah sekilas tentang pesan yang ada dalam karya sastra yang bejudul “Pohon Kersen”. Iis Wiati sebagai pengarang menyajikan sebuah karya sastra yang sarat dengan unsur alam. Selain itu pengarang juga mendeskripsikan unsur alam tersebut dengan kondisi masyarakat Indonesia tepatnya jawa masih mempercayai hal-hal mistis dan dianggap isu. Kesialan dan musibah yang dikaitkan dengan perbuatan-perbuatan yang tidak bisa diteladani oleh manusia seharusnya.
Karya sastra “Pohon Kersen” diceritakan dengan latar belakang orang jawa. Cerita ini dikemas dengan alur maju-mundur. Karya sastra ini menceritakan tentang seorang ibu yang awalnya heran dengan puisi yang dibuat oleh anaknya, yakni tentang pohon kersen yang akan ditebang. Pohon kersen yang dimaksud berada didepan rumah. Pohon kersen yang hampir setiap hari ramai dengan orang-orang sekitar ini berlokasi sangat strategis. Dimana anak-anak bermain, bersepeda atau sekedar berkumpul denan anak tetangga lainnya.
Awalnya pohon kersen ini masih kecil, tetapi karena dijaga oleh tokoh ibu ayah dan anknya akhirnya pohon kersen itu semakin besar, tinggi dan rindang. Sehingga nyaman dipakai untuk tempat berkumpul orang-orang kampung. Dulu sebelum ada pohon kersen banyak orang yang segan berkumpul atau belanja sayur bersama. Sering juga diakai oleh penjual-penjual sayur dan kue-kue sekedar berhenti dan menjual daganggannya. 
Konfliknya “Pohon Kersen” dimulai denga ketika anak sangat bersedih dan jengkel dengan sikap tetangga yang seenaknya mau menebang pohon kersen. Kemudian tokoh ibu yang mencoba menenangkan anaknya yang sangat iba itu. Namun memang semua sia-sia karena pohon kersen yang akarnya dianggap menganggu itu akan ditebang. Sebenarnya ada cerita tersendiri lainnya tentang pohon kersen tersebut.
Kata Pak Ajengan sumur yang sebenarnya tidak bisa dilihat oleh tokoh ibu ada jin, dan jin itu baik. Jadi harus dipindah ke pohon kersen. Kata Pak Ajengan juga agar rumah kami aman, tidak kemalingan, dijaga dari marabahaya. Awalnya tokoh ibu tidak peraya tapi diturutilah saran Pak Ajengan. Hingga pada akhirnya pohon itu ditebang oleh Mang Cepak.
Akibat dari itu, anak ibu lebih senang bermain di kali atau ditempat yang jauh dari rumah, jika diajak jalan-jalan sama sekali tidak menolak, padahal sebelumnya tokoh anak sangat malas diajak keluar, ia lebih memilih bermain dibawah pohon kersen. Orang-orang yang biasanya menjual dagangannya, sayur, ataupun kue-kue semua sudah tidak ada,  karena takut tersengat sinar matahari dan halaman depan rumah sudah tidak rindang seperti yang dulu.
Bahkan anak-anak kecil yang biasanya memenuhi halaman rumah sudah tidak ada lagi berlai-larian. Juga ibu-ibu komplek yang berkumpul sekedar untuk mengerumpipun sudah segan daang ke rumah. Suat hari ketika ibu dan ayah mengajak anak untuk berjalan-jalan, tiba-tiba rumah kondisi kemalingan, Mang Cepak yang menebang pohon itu jatuh sakit, dan panas matahari yang masuk semakin membuat percaya tokoh ibu tentang jin yang hilang karena pohon kersen yang sudah ditebang. Akhirnya tokh ibu emint ayah untuk segera menanm pohon rambutan atauyang lain dan segera ditaruh jin-jin yang banyak agar rumahnya aman dan rindang seperti dulu.
Berdasarkan pemaparan alur yang digambarkan diatas ada beberapa unsure intrinsik yang perlu digarisbawahi. Tokoh dalam cerita tersebut ada tokoh ibu yang awalnya tidak percaya dengan hal-hal mistis akhirnya terpaksa percaya karena melihat kenyataan yang ada disekitarnya. Menyalahkan orang-orang disekitarnya karena kesialannya akibat pohon ersen yang ditebang. Tokoh ayah yang sangat bersikap bijak dan selalu berpikir logis. Hal ini mendorong tokoh ibu untuk dituruti kemaunnya. Tokoh anak yang cinta dengan alam dan menyalahkan orang-orang sekitar lantaran menebang pohon kersen. Latar yang digunakan dalam cerita tersebut adalah berada di halaman rumah ketiga tokoh utama diatas.
Hubungan dengan alam yang dimaksud didni adalah ketika tokoh anak sangat marah dengan sikap warga yang akan menebang poho. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
“Tetangga kita itu tidak mengerti pentingnya pohon. Apakah mereka tidak tahu global warming? Kenapa sih mereka usil, Yah? Kok mereka yang repot, Yah? Pohon itu kan ada di depan rumah kita? Yang kena sampahnya juga bukan mereka. Betul kan, Mama?”
Posisi sang anak disini sangat pandai ketika tempat bermainnya ditebang dia malah marah dengan kondisi hal itu. Padahal anak seusia itu jarang juga mempertanyakan hal-hal yang akan dilakukan oleh orang dewasa. Ia membela pohon kersen agar tetap dipelihara.
Hubungannya dengan mitos yakni ketika tokoh ibu yang masih percaya dengan adanya jin yang ditaruh oleh Pak Ajengan di pohon kersen sebagai penajaga rumah. Sehingga ketika sudah ditebang tokoh ibu menganggap semua kesialan dan keburukan yang menimpa merupakan akibat dari pohon kersen, jin yang lari. Ahkan diakhir cerita tokoh ibu meminta segera menanam pohon rambutan jika perlu mengelilingi rumah dan ditaruh jin yang banyak agar rumahnya tidak kemalingan.
Sedangkan hubungannya dengan kondsi sosial kompleks tempat tinggal yakni suasana dikota yang sulit mencari tempat berkumpul keculai pohon kersen. Selain itu mudah terganggu dengan hal-hal kecil seperti daun-daun kering yang bisa mengotori rumah ataupun akan pohon kersen yang dianggap mengangu jalan dan lain-lain.
Dari segi isi cerita, karya sastra yang terdiri dari sebelas halaman ini memberikan wacana kepada pembaca tentang kondisi lingkungan dan merupakan kritik sosial yang dikemas dengan menyesuaikan kondisi masyarakat Indonesia yang masih pecaya dengan mistis
Penceritaan tentang akibat penebangan pohon dengan tokoh ibu ayah dan anak ini memberikan nilai tersendiri bagi pengarang karena beberapa pertimbangan teraid dengan kritikannya secara halus kepada masyarakat yang menebang pohon dimana-mana dan tentang global warming yang diakibatkan dari penebangan pohon. Amanat yang disampaiakan melalui tokoh  ibu, ayah dan anak seperti ini dapat memberikan manfaat yang luas untuk pembaca.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

jendela hati mengatakan...

Terima kasih ulasannya

Posting Komentar