Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

MAKNA PUISI CINTAKU JAUH DI PULAU KARYA CHAIRIL ANWAR



MAKNA  PUISI CINTAKU JAUH DI PULAU KARYA CHAIRIL ANWAR
Oleh: Agustin Marta Suwandari
Tentang Chairil Anwar
            Chairil Anwar adalah seorang penyair legendaris yang dikenal juga sebagai “Si Binatang Jalang” dalam karyanya berjudul “Aku”. Beliau meninggal karena penyakit TBC di Jakarta, 28 April 1949. Dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha, berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. Dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan. Ibu bapaknya bercerai, dan bapaknya menikah lagi. Selepas perceraian itu, setelah tamat SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta. Chairil masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.
Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastra. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil. Hidupnya jarang sekali dirundung duka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya. Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.
Ketika dewasa Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di “Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945. Chairil memang penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia meraih kemerdekaan, termasuk perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan.      
Jassin pun punya kenangan tentang Chairil Anwar, mereka pernah bermain bulu tangkis bersama, dan Chairil kalah. Tapi Chairil tidak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya Jassin kalah. Semua itu kerana mereka bertanding di depan para gadis. Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Semua nama gadis itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya. Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda. Dari pengalaman Chairil dalam dunia wanita tersebut saya mengambil puisi beliau yang berjudul “Cintaku Jauh Di Pulau”.






CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri.
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
(Chairil Anwar, 1946)

Pada puisi “Cintaku Jauh Di Pulau” terdiri atas 16 larik, masing-masing larik terdiri atas empat sampai tujuh kata. Dengan melihat jumlah larik dan kata-katanya itu kita dapat mengelompokkannya ke dalam puisi pendek. Pada larik pertama dan kedua menuju larik ke tiga tersebut di pisahkan oleh spasi atau jarak, begitu juga pada larik ketiga sampai keenam menuju larik ketujuh sampai kesepuluh dipisahkan juga oleh spasi atau jarak. kekasih tokoh aku lirik yaitu gadis manis berada di suatu tempat yang jauh.
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri.
Bait pertama Gadis manis sekarang iseng sendiri artinya sang kekasih tersebut adalah seorang gadis yang manis yang menghabiskan waktu sendirian atau sedang iseng tanpa kehadiran tokoh aku.
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Bait kedua aku lirik menempuh perjalanan jauh dengan perahu karena ingin menjumpai atau menemui kekasihnya. Ketika itu cuaca sangat bagus dan malam ketika bulan bersinar, namun hati si aku merasa gundah karena rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya.
 Puisi ini mengemukakan usaha akulirik yang akan menyampaikan keinginanya yang sangat diidam-idamkan, yang dikiaskan sebagai gadis manis yang mungkin gadis manisnya itu adalah pacarnya yang sedang berada di sebuah pulau yang jauh. Meskipun keadaan berjalan dengan baik, perjajalan lancar: bulan memancar, perahu melancar, dan angin membantu bertiup dari buritan, namun akulirik merasa bahwa tidak ada mencapai pacarnya yang disebut gadis manis yang selalu dicita-citakan. Hal ini disebabkan oleh perasaan bahwa maut akan lebih awal adatang. Maka dari itu meski sudah menghabiskan banyak waktu dan segala usaha telah dilakukannya hal itu akan menjadi percuma karena sudah diatur oleh garis nasib.
Sajak ini terkandung pertautan yang saling berhubungan antara unsur dan makna. Khayalan percintaan pun terdapat dalam sajak itu, antara lain adalah ole-ole, si pacar, cintaku, dan gadis manis. Suasananya identik dengan keindahan dan keromantisan, antara lain adalah laut terang, bulan memancar, perahu melancar, dan berpelukan yang merupakan kata kerja. Suasana keromantisan tersebut berlatar pada laut yang mengandung perahu melancar, laut terang, bulan memancar, angin membantu, laut terang, angin mendayu, dan air yang terang. Kombinasi antara bunyi kata dan pemilihan kata akan membantu dalam memperkuat makna, menjadikan tatanan kata yang menarik, serta memiliki keindahan arti. Bila dipikirkan lebih mendalam, dalam mengarungi samudra selalu dikhawatirkan mara bahaya apa saja, dan hal itu ditempuh dalam kurun waktu yang sangat lama.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
 Bait ketiga menceritakan perasaan aku lirik yang semakin sedih karena walaupun air terang, angin mendayu, tetapi pada perasaannya ajal telah memanggilnya. Ajal bertahta sambil berkata : “Tujukan perahu ke pangkuanku saja”.
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?
Sedangkan bait ke empat menunjukkan aku lirik putus asa. Demi menjumpai kekasihnya ia telah bertahun-tahun berlayar, bahkan perahu yang membawanya akan rusak, namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya terlebih dahulu sebelum ia bertemu dengan kekasihnya. Suasana bait ke tiga dan keempat ini sangat berbeda dengan bait kedua, suasana hatinya diliputi kesedihan. Maknanya diperkuat dengan vokal a dan u yang identik dengan keterpurukan dalam kata dan kalimat sebagai berikut: melaju, penghabisan, ajal, bertahun kutempuh, perahu merapuh, sebelum sempat berpeluk dengan cintaku, bertahun kutempuh. Dari bait pertama sampai bait keempat ini dapat disimpulkan bahwa semua mangandung isi kesedihan yang sangat mendalam dan semakin berganti bait, kesedihan itu semakin memuncak. Emosionalitas aku lirik disini sangat tergambar dengan tulisannya yang seperti tidak terima.
Aku lirik cerdas dalam menggambarkan sesuatu yang akan dicapai. Untuk pencapaian sebuah hadiah yang disitu berupa gadis manis menggambarkan semangat aku lirik yang membara dalam mengarungi perjalannya diatas lautan samudra yang bertahun-tahun aku lirik tempuh.
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
Sedangkan bait kelima merupakan kekhawatiran akulirik tentang kekasihnya, bahwa setelah ia meninggal, kekasihnya itupun akan mati juga dalam penantian yang sia-sia. Masih diliputi kumpulan kata sedih hingga terangkai kalimat yang memilukan.
Hasil analisis makna tiap bait harus sampai pada makna lambang yang diemban oleh puisi tersebut. Kekasih tokoh aku lirik adalah kiasan dari cita-cita aku lirik yang sukar dicapai. Untuk meraihnya aku lirik harus mengarungi lautan yang melambangkan perjuangan. tetapi usahanya tidak berhasil karena kematian telah menjemputnya sebelum ia meraih cita-citanya. Serangkaian bait-bait itu, dari bait pertama hingga bait kelima tercipta kolaborasi yang dekat dan erat. Bait satu dengan berikutnya tetap saling berhubungan. Puisi ini ini dibuat mungkin karena akulirik memang sudah mendapat bisikan alam, bahwa aku lirik memang sudah tidak jauh dari ancaman maut. Aku lirik memiliki rasa-rasa atau firasat yang terus membayanginya hingga tercipta puisi yang menyentuh hati ini. Bahasa puisi ini memberikan makna lain daripada bahasa biasa sehingga dapat  merasakan rintihan dan kekecawaan yang sangat besar.

Daftar Rujukan
Eneste, Pamusuk. 2012. Aku ini Binatang Jalang Chairil Anwar. Jakarta: Gramedia Pustaka 
Utama.
Suwignyo, Heri. 2010. Kritik Sastra Indonesia Modern. Malang: Asah Asih Asuh.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Unknown mengatakan...

maksudnya lirik aku itu apa?

Unknown mengatakan...

Benar2 indah...

Posting Komentar