Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

DISTORSI NILAI INDONESIA DI MATA TAUFIK ISMAIL DALAM PUISI MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA KARYA TAUFIK ISMAIL



DISTORSI NILAI INDONESIA DI MATA TAUFIK ISMAIL
DALAM PUISI MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA
KARYA TAUFIK ISMAIL
Oleh: Rohim Efendi

Bingung! Itu yang pertama kali saya rasakan ketika mendapat tugas untuk menulis sebuah esai sastra. Apa yang harus saya tuliskan? Tidak banyak karya sastra yang saya baca. Tapi saya meliliki satu puisi yang menarik perhatian saya. Puisi karya Taufik Ismail yang ditulis tahun 1998. Ya! Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia judul puisinya. Apa Anda pernah membacanya? Kalau belum pernah, dan merasa penasaran silahkan baca. Jika tak sempat untuk mencari atau membeli bukunya, Anda bisa mencarinya dengan menjelajah di Internet browser.
Puisi ini ditulis oleh seorang sastrawan besar yang terlahir sebagai orang Indonesia, ditulis dengan bahasa yang ringan dan tidak memerlukan pemahaman yang tinggi untuk menerka isinya. Taufik Ismail menjadikan dirinya sebagai (Aku) aku yang malu jadi orang Indonesia dalam puisinya. Seperti sebuah refleksi jaman, puisi ini membawa sebuah fenomena sosial yang terekam jelas dalam benak penyair. Tapi ia tidak menulis puisinya dengan nada-nada kritik yang umumnya dengan nada tinggi melainkan menuliskannya seperti sebuah sindiran atas distorsi nilai yang semakin tinggi. Rasa bangga menjadi orang Indonesia tak mampu bertahan lama. Seperti wangi parfum murahan yang dibeli di pinggir jalan. Wangi sekejab lalu hanyut dalam tersapu keringat kecut mengguyur badan.
Mari kita lihat bagian pertama puisi Taufik Ismail!
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia
Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga / Ke Wisconsin aku dapat beasiswa / Sembilan belas lima enam itulah tahunnya / Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia Dari penggalan puisi diatas kita tahun 1956 adalah tahun kebanggaan  bagi Taufik Ismail. Ia memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan pertama dari Indonesia. Tentunya ini kebanggaan yang luar biasa baginya.
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda

Proklamasi Indonesia sebagai pernyataan dan simbol dari kemerdekaan Indonesia memang dideklarasikan tahun 1945, namun belanda dan dunia internasional baru mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949-1950 tepatnya enam tahun sebelum Taufik Ismail melanjutkan study ke Wisconsin, AS sebagai angkatan pertama dari Indonesia.
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini
Indonesia begitu terhormat di mata dunia, itu terlihat dari kekaguman bangsa-bangsa barat terhadap revolusi Indonesia. Namun kebanggaan itu mulai luntur dari diri Taufik.
Taufik menggambarkan demikian: Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak / Hukum tak tegak, doyong berderak-derak /  Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak, / Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza / Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia / Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata / Dan kubenamkan topi baret di kepala / Malu aku jadi orang Indonesia
Negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam wikipedia negara hukum dijelaskan bahwa Negara Hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Hukum menjadi landasan tindakan setiap negara. Ada empat alasan mengapa negara menyelenggarakan dan menjalankan tugasnya berdasarkan hukum
1.      Demi kepastian hukum
2.      Tuntutan perlakuan yang sama
3.      Legitimasi demokrasi
4.      Tuntutan akal budi
Negara hukum berarti alat-alat negara mempergunakan kekuasaannya hanya sejauh berdasarkan hukum yang berlaku dan dengan cara yang ditentukan dalam hukum itu. Dalam negara hukum, tujuan suatu perkara adalah agar dijatuhi putusan sesuai dengan kebenaran. Tujuan suatu perkara adalah untuk memastikan kebenaran, maka semua pihak berhak atas pembelaan atau bantuan hukum.
Tapi bagaimana rupa hukum di negara kita?
Lihat bagian II
…/ Hukum tak tegak, doyong berderak-derak/…
Lihat bagian III
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi
lebih separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati,
agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis
dan tak utus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata
supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang saja sementara mereka kalah,
kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya dengan sepotong SK
suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat
jadi pertunjukan teror penonton antarkota
cuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita
tak pernah bersedia menerima skor pertandingan
yang disetujui bersama,
Hmm… tepat sekali bila Taufik mengatakan bahwa langit akhlak rubuh. Kebobrokan akhlak para penguasa yang terekam dalam memori Taufik  selama puluhan tahun itu menjadi sebuah catatan fenomena yang menggelikan. Begitu ironi. Ketika pada zaman penjajahan Belanda, para Revolusioner berjuang demi mewujudkan Indonesia merdeka sedangkan kini setelah dunia mengakui kemerdekaan Indonesia justru bangsa ini sendiri yang mulai memporakporandakannya secara terang-terangan. Pondasi bangsa yang dikatakan kokoh, ternyata keropos oleh mental pejabat dan aparat yang korup, rakyat yang pemalas, rakyat yang miskin dan dimiskinkan, pendidikan yang amburadul, banyak kekayaan alam yang dikeruk habis-habisan untuk kepentingan pribadi, dan lain sebagainya. KKN telah menjadi kiblat utama untuk memperkaya diri sendiri. Rakyat yang mempertanyakan dibungkam dengan sapatu lars kemudian dipenjarakan. Hukumpun memihak. Para penegak hukum maju tak gentar membela yang bayar. Bila dikatakan bahwa karya sastra adalah cermin zamannya. maka puisi ini bisa kita jadikan  cermin agar kita tahu betapa terdistorsinya nilai-nilai keindonesiaan kita. Sebagai bangsa yang besar harus punya malu. Tetapi kalau tidak, kita akan hanya menjadi negara pengecut. Negara yang tidak pernah bercermin pada sejarah. Menatap masa depan bangsa dari dan kemajuan ekonomi Indonesia hanya berdasar pada terpenuhinya kantong-kantong pribadi penguasa tanpa melihat mereka yang hidup dikolong-kolong jembatan, dan balita digendongan ibunya menangis kepanasan dan kelaparan. Masihkan kita mampu membusungkan dada? Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar