Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Imajinasi Dewi Lestari dalam Filosofi Kopi


                                               Imajinasi Dewi Lestari dalam Filosofi Kopi

Oleh: Agustine Martha Suwandari
 
            Perlu perkenalan untuk memulai sebuah tulisan ini, yang pertama adalah pengarang cerita yaitu penulis terkenal Dewi Lestari Simangunsong. Ia akrab dipanggil dengan sebutan Dee. Ia mulai dikenal sebagai novelis mulai dari tahun 2001 dengan keluarnya novel pertama yaitu Supernova.  Buku fiksi yang lain dari Dewi Lestari adalah Rectoverso, Perahu Kertas, dan Filosofi Kopi, Folosofi kopilah yang akan saya angkat dalam tulisan ini. Filosofi Kopi adalah salah satu cerpen dalam buku fiksinya yang berjudul Filosofi Kopi. Di dalam cerpen ini Dewi Lestari berusaha menghadirkan bagai mana usaha keras seorang yang memiliki hobi terhadap kopi dan memaknai kopi dari sudut pandang kehidupan. Perlu cerita sinkat untuk mendalami tulisan ini:
            Menceritakan tentang hiruk pikuk kehidupan Ben dan Jody mengenai kopi. Ben merupakan seorang barista atau peracik yang mahir dalam meramu kopi. Bersama Jody, dia mendirikan suatu kedai kopi yang disebut Filosofi Kopi Temukan Diri Anda Di Sini. Ben memberikan sebuah deskripsi singkat mengenai filosofi kopi dari setiap ramuan kopi yang disuguhkannya di kedai tersebut. Kedai tersebut menjadi sangat ramai dan penuh pengunjung. Suatu hari, seorang pria kaya raya memberikan tantangan kepada Ben untuk membuat sebuah ramuan kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas saking takjubnya, dan cuma bisa berkata: hidup ini sempurna, dan Ben berhasil membuatnya. Ramuan kopi yang disebut Ben's Perfecto tersebut menjadi yang minuman andalan cafe itu. Hingga pada suatu ketika datang seorang pria dan mengatakan bahwa rasa kopi tersebut hanya lumayan enak rasanya dibandingkan kopi yang pernah dicicipinya di suatu lokasi di Jawa Tengah. Ben dan Jody yang merasa gagal dan penasaran langsung menuju lokasi tersebut. Mereka menemukan secangkir kopi tiwus yang disuguhkan oleh pemilik warung reot di daerah tersebut. Ben dan Jody meminum kopi tersebut tanpa berbicara sedikitpun, dan hanya meneguk serta menerima tuangan kopi yang disuguhkan oleh pemilik warung tersebut. Kopi tersebut memiliki rasa yang sempurna dan ada cerita serta filosofi yang menarik dari kopi tersebut. Ben yang merasa gagal kembali ke Jakarta dan putus asa. Untuk mencari tahu cara menghibur temannya, Jody kembali menemui pemilik warung di Jawa Tengah tersebut dan sepulangnya dari sana, dia menghidangkan Ben segelas Kopi Tiwus. Bersamaan dengan kopi tersebut, dia menmberikan sebuah kartu bertuliskan "Kopi yang Anda minum hari ini Adalah: "Kopi Tiwus. Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya". Pada akhirnya Ben sadar bahwa dia selama ini mengambil jalan hidup yang salah, dan Ben juga sadar bahwa hidup ini tidak ada yang sempurna. Dengan demikian Ben kembali sadar dan melanjutkan perjuangan serta hobinya di kedai filosofi kopi.

Dewi Lestari sangat piawai membawa kita terpana dalam cerita Filosofi Kopi, mengajak kita berpetualang dan menikmati kopi. Filosofi Kopi berhasil menohok soal kopi secara cerdas. Kritik ekspresif akan menguak isi cerita ini. Kita tahu bahwa kritik ekspresif adalah kritik sastra yang memandang karya sastra sebagai ekspresi, curahan perasaan, atau imajinasi pengarang. Kritik ekspresif menitikberatkan pada pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa pengarang karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus dalam hal ini cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan pengelihatan mata batin pengarang atau keadaan pikirannya. Pendekatan ini sering mencari fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang sadar atau tidak, telah membuka dirinya dalam karyanya. Memang ada benarnya, dalam cerita Filosofi Kopi tergambar sekali sosok Dewi Lestari. Dewi merasa kopi adalah minuman yang memiliki karakter tersendiri. Setiap meminum kopi, ia selalu menginginkan kopi yang terbaik. Mungkin menurutnya tidak berharga apabila ia menghabiskan waktu dengan kopi abal-abal. Ia  berusaha cari tahu kopi-kopi yang berkualitas.
 Penulis novel ini selalu mencari kopi asli Indonesia daripada kopi dari luar negeri karena menurutnya kopi dari Indonesia sangat enak dibanding dari luar negeri. Hal ini tersirat didalam ceritanya. Walaupun seorang Ben yang suka berkeliling dunia untuk mencari ramuan-ramuan kopi terbaik, pada akhirnya kopi tiwus lah yang menjadi yang tebaik, kopi hitam pahit yang sangat biasa tanpa campuran apapun. Kopi Indonesia lah yang paling enak meskipun tidak ada yang sempurna. Saya kira kalau orang asing meminum kopi asli Indonesia pasti akan sangat menyukai dan tidak kalah dari kopi-kopi luar negeri, karena memang Indonesia adalah peringkat  tiga produsen kopi di dunia. Menjadi tanaman komersial, kopi adalah andalan ekonomi dari banyak negara. Ada beberapa varietas kopi. Mereka berbeda dalam kualitas, rasa dan selera.
Kecintaan penulis pada kopi ini dituangkannya dalam Filosofi Kopi  yang diterbitkan tahun 2006. Saat menulis novel tersebut, Dee mengaku terinspirasi dari kopi. Jelas hal ini terdapat imajenasi seorang penulis yang menitik beratkan pengalaman pribadi serta imajenasi yang memfokuskan kita terhadap kritik ekspresif. Sangat sempurna Dewi Lestari merangkai cerita dan membawa serta mengagungkan Indonesia secara tersirat dalam tulisan tersebut.
Mungkin Dewi  Lestari melihat budaya ngopi di Indonesia sudah ada sejak dulu, sebelum gerai kopi internasional banyak dibuka di kota-kota besar. Cuma, sekarang variasi ‘ngopi’ bertambah dengan adanya banyak pilihan gerai, cita rasa, dan lain-lain. Tapi, di sisi lain, mungkin menurutnya, kopi  adalah minuman yang bersifat stimulant dan memberikan semangat bagi sebagian orang. Sehingga dalam cerita Ben memberikan sebuah deskripsi singkat mengenai filosofi kopi dari setiap ramuan kopi yang disuguhkannya di kedai tersebut kepada setiap pengunjung. Cerita Filosofi Kopi (1996) mungkin ia tulis ketika ia sedang senang-senangnya minum kopi. Kopi terkenal sebagai yang terbaik dari minuman yang tersedia di seluruh dunia. Yang paling menyegarkan dari semua minuman, itu populer dengan orang-orang dari semua kelompok usia sebagai energi pendorong. Bahkan, dalam sebuah berita ia sempat bercita-cita ingin membuka kafe dan mungkin waktu itu ia terpikir  ingin mengabadikan kecintaannya pada kopi dalam sebuah cerita, dan lahirlah ide cerita Filosofi Kopi ini.
Seorang penulis harus lah punya pikiran yang sangat tajam, karena ia harus bisa membuat sebuah cerita dari ratusan juta cerita yang sudah dibuat penulis sebelumnya, sejak manusia mulai mengenal baca tulis sampai sekarang. Karena itu lah, daya kreatifitas seorang penulis mutlak diperlukan, tidak hanya pandai meramu kata, seorang penulis haruslah berpikir gila dan sangat kreatif. Banyak cerita, baik novel, cerita pendek, puisi dan sebagainya yang bercerita tentang cinta. Cerita dengan tema utama cinta jadi andalan utama penulis, dari dulu sampai sekarang. Dimulai dari cinta terlarang ala Romeo Juliet, cinta tragis ala Siti Nurbaya dan beragam kisah cinta lainnya. Kita, sebagai pembaca barangkali berpikir tidak ada lagi kisah cinta berbeda yang bisa dieskplorasi untuk jadi sebuah cerita. Namun,  bagi Dewi Dee Lestari, pencipta lagu, penyanyi, filsuf dan penulis ini bisa menjadikan segelas kopi jadi punya cerita sendiri. Teringat dengan segelas kopi, Andrea Hirata juga membahas segelas kopi dalam satu judul novelnya Cinta dalam Gelas”, namun bukan berarti secara konsep, kedua cerita ini mirip. Jelas sangat berbeda, dimulai dari setting cerita, konflik antar pemain sampai pemaknaan masing-masing penulis tentang kopi, jauh berbeda. Hal ini lah yang membuat cerita ini unik. Dewi Lestari menceritakan kopi dengan adanya kemunculan optimisme hingga pesimisme dalam tulisannya.
Optimisme muncul dalam cerpen digambarkan ketika Ben sangat semangat sekali dalam mengarungi dunia untuk mencari racikan-racikan terbaik. Dalam perjalan kafe Filosofi Kopi, tidak selalu berjalan mulus. Ada saja kendala yang di hadapi Ben dan jody, mulai dari biaya dan kreasi racikan-racikan kopi terbaru yang harus mereka ciptakan, agar pelanggan tetap di manjakan dengan rasa kopi yang mereka buat.Siang dan malam tanpa lelah ia terus berusaha mendapatkan campuran kopi yang sempurna hingga membuahkan hasil keuntungan yang menakjubkan. Ben dan Jody mampu membius banyak pelanggan yang mencintai kafe itu dengan anggapan kesempurnaan kopi hanyalah miliknya yang ada di dunia ini. Sebagai orang Indonesia yang terkenal dengan adat ketimuranya Ben selalu sopan dan cakap menyambut pelanggan. Kata-kata manis dan lembut selalu menghiasi kafe itu. Seperti monolog di bawah ini.
“Seperti pilihan anda ini, cappuccino. Ini untuk orang yang menyukai kelembutan sekaligus keindahan. ” Ben tersenyum seraya menyorong cangkir. “ anda tahu, cappuccino ini kopi paling genit?” (Filosofi Kopi, Dewi Lestari 2006 ; 4)
“Bagaimana dengan kopi Tubruk?” seseorang bertanya iseng.
“Lugu, sederhana, tapi sangat memikat kalau kita mengenalnya lebih dalam,” Ben menjawab cepat. “ Kopi tubruk itu tidak peduli penampilan, kasar, membuatnya pun sangat cepat. Seolah-olah tidak membutuhkan skill khusus. (Filosofi Kopi, Dewi Lestari 2006 ; 5)
Ruang cerpen yang sempit dijadikannya wahana yang padat imajinasi, namun tidak sesak untuk mengungkapkan apa yang tak selalu mampu dikatakan. Lewat refleksi dan monolog interior yang digarap dengan cakap dan jernih pembaca diajaknya menjelajahi halaman-halaman kecil dalam cerpen yang kini dijadikannya semesta kehidupan. Cerpen Dewi Lestari itu persis racikan kopi dari tangan seorang ahli peracik kopi: harum, menyegarkan, dan nikmat: pahit, tapi sekaligus mengandung manis. Hingga munculah sebuah kearogan seorang Ben yang tidak percaya dengan kehebatan kopi hitam asal Jawa Tengah yang disitu disebut kopi tiwus telah mengalahkan kehebatan racikan kopinya. Ben pesimis dan muncul rasa malu terhadap dirinya sendiri karena telah menganggap kopinya adalah kopi paling sempurna di seluruh dunia. Keputus asaan ben sangat berpengaruh besar pada Jody dan seisi kafenyanya karena itulah kafe terancam tutup. Pada tahap inilah puncak dari masalah ben, yang mungkin akan sangat dirasakan oleh pembaca. Kita dapat menariknya dengan kritik pragmatik yang memandang karya sastra sebagai sesuatu yang dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada pembaca, baik berupa efek kesenangan, estetis, pendidikan maupun efek lainnya.Sementara tujuan karya sastra pada umumnya adalah edukatif, estetis, atau politis. Dengan kata lain, kritik ini cenderung menilai karya sastra atas keberhasilannya mencapai tujuan.
            Tujuan cerita Filosofi Kopi menurut saya disamping memperlihatkan kekayaan Indonesia dengan menuliskan estetika dalam wujud kenikmatan kopi, Dewi lestari juga memperlihatkan tujuan karya sastra yang bersifat edukatif, yaitu sosok seorang Jody yang selalu mempunyai cara untuk membangkitkan semangat sahabatnya yaitu Ben yang sedang terpuruk. Siapa yang tidak mengenal kopi? Kopi dari awal memang sudah bersifat mengakrabkan, dari yang tidak kenal sampai kepada orang yang memang sudah saling kenal.  Pada cerita ini mengajarkan sebuah kekuatan sahabat sejati yang selalu setia menemani dan membangkitkan segala suasana, dan pada akhirnya dapat dipetik sebuah kutipan “Sesempurna apapun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan” seperti kisah semangat yang ada pada diri Ben dan Jody yang menaungi imajinasi Dewi Lestari.

Daftar Rujukan
Lestari, Dewi. 2010. Filosofi Kopi Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade. Jakarta: Gagas 
Media.
Suwignyo, Heri. 2010. Kritik Sastra Indonesia Modern. Malang: Asah Asih Asuh.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar