Imajinasi Dewi Lestari
dalam Filosofi Kopi
Oleh: Agustine
Martha Suwandari
Perlu perkenalan untuk memulai sebuah tulisan ini, yang
pertama adalah pengarang cerita yaitu penulis terkenal Dewi Lestari
Simangunsong. Ia akrab dipanggil dengan sebutan Dee. Ia mulai dikenal sebagai
novelis mulai dari tahun 2001 dengan keluarnya novel pertama yaitu Supernova. Buku fiksi yang lain dari Dewi Lestari adalah
Rectoverso, Perahu Kertas, dan Filosofi Kopi, Folosofi kopilah yang akan saya
angkat dalam tulisan ini. Filosofi Kopi adalah salah satu cerpen dalam buku
fiksinya yang berjudul Filosofi Kopi. Di dalam cerpen ini Dewi Lestari berusaha
menghadirkan bagai mana usaha keras seorang yang memiliki hobi terhadap kopi
dan memaknai kopi dari sudut pandang kehidupan. Perlu cerita sinkat untuk mendalami
tulisan ini:
Menceritakan tentang hiruk pikuk kehidupan Ben dan Jody
mengenai kopi. Ben merupakan seorang barista atau peracik yang mahir dalam
meramu kopi. Bersama Jody, dia mendirikan suatu kedai kopi yang disebut Filosofi
Kopi Temukan Diri Anda Di Sini. Ben memberikan sebuah deskripsi singkat
mengenai filosofi kopi dari setiap ramuan kopi yang disuguhkannya di kedai
tersebut. Kedai tersebut menjadi sangat ramai dan penuh pengunjung. Suatu hari,
seorang pria kaya raya memberikan tantangan kepada Ben untuk membuat sebuah
ramuan kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas saking
takjubnya, dan cuma bisa berkata: hidup ini sempurna, dan Ben berhasil
membuatnya. Ramuan kopi yang disebut Ben's Perfecto tersebut menjadi yang
minuman andalan cafe itu. Hingga pada suatu ketika datang seorang pria dan
mengatakan bahwa rasa kopi tersebut hanya lumayan enak rasanya dibandingkan kopi
yang pernah dicicipinya di suatu lokasi di Jawa Tengah. Ben dan Jody yang
merasa gagal dan penasaran langsung menuju lokasi tersebut. Mereka menemukan
secangkir kopi tiwus yang disuguhkan oleh pemilik warung reot di daerah
tersebut. Ben dan Jody meminum kopi tersebut tanpa berbicara sedikitpun, dan
hanya meneguk serta menerima tuangan kopi yang disuguhkan oleh pemilik warung
tersebut. Kopi tersebut memiliki rasa yang sempurna dan ada cerita serta
filosofi yang menarik dari kopi tersebut. Ben yang merasa gagal kembali ke
Jakarta dan putus asa. Untuk mencari tahu cara menghibur temannya, Jody kembali
menemui pemilik warung di Jawa Tengah tersebut dan sepulangnya dari sana, dia
menghidangkan Ben segelas Kopi Tiwus. Bersamaan dengan kopi tersebut, dia
menmberikan sebuah kartu bertuliskan "Kopi yang Anda minum hari ini
Adalah: "Kopi Tiwus. Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini
adanya". Pada akhirnya Ben sadar bahwa dia selama ini mengambil jalan
hidup yang salah, dan Ben juga sadar bahwa hidup ini tidak ada yang sempurna.
Dengan demikian Ben kembali sadar dan melanjutkan perjuangan serta hobinya di
kedai filosofi kopi.
Penulis novel ini selalu mencari kopi asli
Indonesia daripada kopi dari luar negeri karena menurutnya kopi dari Indonesia
sangat enak dibanding dari luar negeri. Hal ini tersirat didalam ceritanya.
Walaupun seorang Ben yang suka berkeliling dunia untuk mencari ramuan-ramuan
kopi terbaik, pada akhirnya kopi tiwus lah yang menjadi yang tebaik, kopi hitam
pahit yang sangat biasa tanpa campuran apapun. Kopi Indonesia lah yang paling
enak meskipun tidak ada yang sempurna. Saya kira kalau orang asing meminum kopi
asli Indonesia pasti akan sangat menyukai dan tidak kalah dari kopi-kopi luar
negeri, karena memang Indonesia adalah peringkat tiga produsen kopi di dunia. Menjadi tanaman
komersial, kopi adalah andalan ekonomi dari banyak negara. Ada beberapa
varietas kopi. Mereka berbeda dalam kualitas, rasa dan selera.
Kecintaan penulis pada kopi ini
dituangkannya dalam Filosofi Kopi yang
diterbitkan tahun 2006. Saat menulis novel tersebut, Dee mengaku terinspirasi
dari kopi. Jelas hal ini terdapat imajenasi seorang penulis yang menitik
beratkan pengalaman pribadi serta imajenasi yang memfokuskan kita terhadap
kritik ekspresif. Sangat sempurna Dewi Lestari merangkai cerita dan membawa
serta mengagungkan Indonesia secara tersirat dalam tulisan tersebut.
Mungkin Dewi Lestari melihat budaya ngopi di Indonesia
sudah ada sejak dulu, sebelum gerai kopi internasional banyak dibuka di
kota-kota besar. Cuma, sekarang variasi ‘ngopi’ bertambah dengan adanya banyak
pilihan gerai, cita rasa, dan lain-lain. Tapi, di sisi lain, mungkin
menurutnya, kopi adalah minuman yang
bersifat stimulant dan memberikan semangat bagi sebagian orang. Sehingga dalam
cerita Ben memberikan sebuah deskripsi singkat mengenai filosofi kopi dari
setiap ramuan kopi yang disuguhkannya di kedai tersebut kepada setiap
pengunjung. Cerita Filosofi Kopi (1996) mungkin ia tulis ketika ia sedang
senang-senangnya minum kopi. Kopi terkenal sebagai yang terbaik dari minuman
yang tersedia di seluruh dunia. Yang paling menyegarkan dari semua minuman, itu
populer dengan orang-orang dari semua kelompok usia sebagai energi pendorong. Bahkan,
dalam sebuah berita ia sempat bercita-cita ingin membuka kafe dan mungkin waktu
itu ia terpikir ingin mengabadikan kecintaannya pada kopi dalam sebuah
cerita, dan lahirlah ide cerita Filosofi Kopi ini.
Seorang penulis harus lah punya pikiran
yang sangat tajam, karena ia harus bisa membuat sebuah cerita dari ratusan juta
cerita yang sudah dibuat penulis sebelumnya, sejak manusia mulai mengenal baca
tulis sampai sekarang. Karena itu lah, daya kreatifitas seorang penulis mutlak
diperlukan, tidak hanya pandai meramu kata, seorang penulis haruslah berpikir
gila dan sangat kreatif. Banyak cerita, baik novel, cerita pendek, puisi dan
sebagainya yang bercerita tentang cinta. Cerita dengan tema utama cinta jadi andalan
utama penulis, dari dulu sampai sekarang. Dimulai dari cinta terlarang ala
Romeo Juliet, cinta tragis ala Siti Nurbaya dan beragam kisah cinta lainnya.
Kita, sebagai pembaca barangkali berpikir tidak ada lagi kisah cinta berbeda
yang bisa dieskplorasi untuk jadi sebuah cerita. Namun, bagi Dewi Dee Lestari, pencipta lagu,
penyanyi, filsuf dan penulis ini bisa menjadikan segelas kopi jadi punya cerita
sendiri. Teringat dengan segelas kopi, Andrea Hirata juga membahas segelas kopi
dalam satu judul novelnya Cinta dalam Gelas”, namun bukan berarti secara
konsep, kedua cerita ini mirip. Jelas sangat berbeda, dimulai dari setting
cerita, konflik antar pemain sampai pemaknaan masing-masing penulis tentang
kopi, jauh berbeda. Hal ini lah yang membuat cerita ini unik. Dewi Lestari menceritakan
kopi dengan adanya kemunculan optimisme hingga pesimisme dalam tulisannya.
Optimisme muncul dalam cerpen
digambarkan ketika Ben sangat semangat sekali dalam mengarungi dunia untuk
mencari racikan-racikan terbaik. Dalam perjalan kafe Filosofi Kopi,
tidak selalu berjalan mulus. Ada saja kendala yang di hadapi Ben dan jody,
mulai dari biaya dan kreasi racikan-racikan kopi terbaru yang harus mereka
ciptakan, agar pelanggan tetap di manjakan dengan rasa kopi yang mereka buat.Siang
dan malam tanpa lelah ia terus berusaha mendapatkan campuran kopi yang sempurna
hingga membuahkan hasil keuntungan yang menakjubkan. Ben dan Jody mampu membius
banyak pelanggan yang mencintai kafe itu dengan anggapan kesempurnaan kopi
hanyalah miliknya yang ada di dunia ini. Sebagai orang Indonesia yang terkenal
dengan adat ketimuranya Ben selalu sopan dan cakap menyambut pelanggan.
Kata-kata manis dan lembut selalu menghiasi kafe itu. Seperti monolog di bawah
ini.
“Seperti pilihan anda ini, cappuccino. Ini untuk orang
yang menyukai kelembutan sekaligus keindahan. ” Ben tersenyum seraya menyorong
cangkir. “ anda tahu, cappuccino ini kopi paling genit?” (Filosofi Kopi, Dewi
Lestari 2006 ; 4)
“Bagaimana dengan kopi Tubruk?”
seseorang bertanya iseng.
“Lugu, sederhana, tapi sangat
memikat kalau kita mengenalnya lebih dalam,” Ben menjawab cepat. “ Kopi tubruk
itu tidak peduli penampilan, kasar, membuatnya pun sangat cepat. Seolah-olah
tidak membutuhkan skill khusus. (Filosofi Kopi, Dewi Lestari 2006 ; 5)
Ruang cerpen yang sempit
dijadikannya wahana yang padat imajinasi, namun tidak sesak untuk mengungkapkan
apa yang tak selalu mampu dikatakan. Lewat refleksi dan monolog interior yang
digarap dengan cakap dan jernih pembaca diajaknya menjelajahi halaman-halaman kecil
dalam cerpen yang kini dijadikannya semesta kehidupan. Cerpen Dewi Lestari itu
persis racikan kopi dari tangan seorang ahli peracik kopi: harum, menyegarkan,
dan nikmat: pahit, tapi sekaligus mengandung manis. Hingga munculah sebuah
kearogan seorang Ben yang tidak percaya dengan kehebatan kopi hitam asal Jawa
Tengah yang disitu disebut kopi tiwus telah mengalahkan kehebatan racikan
kopinya. Ben pesimis dan muncul rasa malu terhadap dirinya sendiri karena telah
menganggap kopinya adalah kopi paling sempurna di seluruh dunia. Keputus asaan
ben sangat berpengaruh besar pada Jody dan seisi kafenyanya karena itulah kafe
terancam tutup. Pada tahap inilah puncak dari masalah ben, yang mungkin akan
sangat dirasakan oleh pembaca. Kita dapat menariknya dengan kritik pragmatik yang
memandang karya sastra sebagai sesuatu yang dibangun untuk mencapai efek-efek
tertentu pada pembaca, baik berupa efek kesenangan, estetis, pendidikan maupun
efek lainnya.Sementara tujuan karya sastra pada umumnya adalah edukatif, estetis,
atau politis. Dengan kata lain, kritik ini cenderung menilai karya sastra atas
keberhasilannya mencapai tujuan.
Tujuan
cerita Filosofi Kopi menurut saya disamping memperlihatkan kekayaan Indonesia
dengan menuliskan estetika dalam wujud kenikmatan kopi, Dewi lestari juga
memperlihatkan tujuan karya sastra yang bersifat edukatif, yaitu sosok seorang
Jody yang selalu mempunyai cara untuk membangkitkan semangat sahabatnya yaitu
Ben yang sedang terpuruk. Siapa yang tidak mengenal kopi? Kopi dari awal memang
sudah bersifat mengakrabkan, dari yang tidak kenal sampai kepada orang yang
memang sudah saling kenal. Pada cerita
ini mengajarkan sebuah kekuatan sahabat sejati yang selalu setia menemani dan membangkitkan
segala suasana, dan pada akhirnya dapat dipetik sebuah kutipan “Sesempurna
apapun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin
kamu sembunyikan” seperti kisah semangat yang ada pada diri Ben dan Jody yang
menaungi imajinasi Dewi Lestari.
Daftar Rujukan
Lestari, Dewi. 2010. Filosofi Kopi
Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade. Jakarta: Gagas
Media.
Suwignyo, Heri. 2010. Kritik Sastra
Indonesia Modern. Malang: Asah Asih Asuh.
0 komentar:
Posting Komentar