Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Protes Oprak-oprak Semut Karya Leo Zainy



Protes Oprak-oprak Semut Karya Leo Zainy
Oleh: Indria Puspitasari

                Naskah drama yang berjudul Opera Ant Smooth atau Oprak-oprak semut karya Leo Zainy, merupakan naskah drama yang memiliki jalan cerita tidak rumit dan mudah untuk dimengerti kebanyakan pembacanya. Penulis yang merupakan mahasiswa Universitas Negeri Malang ini mengangkat cerita yang jarang terfikirkan dalam sebuah tema naskah drama. Tema naskah drama ini mengulas tentang kehidupan para semut yang memiliki 3 kelompok semut dengan latar belakang yang berbeda-beda. Kelompok semut tersebut memiliki nama, yang pertama ialah semut pencari makan, kedua semut protes, dan ketiga semut pembangun sarang. Di dalam setiap nama kelompok semut sudah tersirat watak-watak yang dimiliki para anggota semut. Semut pencari makan memiliki 5 koloni yang terdiri dari semut Ketua, semut Ringgo, semut Jinggo, semut Tator, dan semut Tatum. Kelompok ini kelompok yang tidak mudah putus asa karena walaupun persediaan makanan mereka sudah habis mereka masih mau berusaha dan siap tempur dengan keadaan apapun yang akan dihadapi nantinya. Berbeda dengan kelompok kedua yaitu semut protes yang terdiri dari semut Cep, semut Abe, semut Bao, semut Dodo. Kelompok ini lebih tidak bisa menerima keadaan yang ada karena mereka terbiasa berlimpah makanan dan tidak pernah hidup susah jadi mereka merasa tidak akan pernah mendapat makanan dimusim paceklik yang sangat minim makanan dan mereka hanya ingin melakukan protes, tidak mau berusaha mencari makanan bagi koloni mereka. Kelompok ketiga yaitu semut Pembangun Sarang yang terdiri dari Sobrat, Carro, Basso. Kelompok ini masih meyakini tetap adanya makanan di pulau tersebut selama mereka berusaha dan menempuh perjalanan panjang mereka.
           
Naskah drama ini terdiri dari 4 babak. Di babak pertama menjelaskan suasana riuh dan menggambarkan aktivitas semut dengan pertanda bahwa makanan mereka perlahan habis dan musim paceklik sebentar lagi datang oleh sebab itu para kelompok semut bingung dan mulai mencari cara masing-masing untuk tidak kehabisan makanan. Pada dialog ini banyak kata-kata yang diulangi dengan menyebutkan ‘bodoh, brengsek’ mungkin penulis memberikan penekanan pada dialognya agar terbawa oleh suasana jalan ceritanya. Pengarang lebih mengekspresikan kata-kata di dalam dialog para tokoh sebagai sarana penyampaian media pengarang yang secara tidak langsung juga ikut menyindir oknum-oknum yang dimaksud.
            Babak kedua menceriratakan kerja keras koloni mencari makan dan banyak konflik yang terjadi setelah banyaknya rintangan yang harus mereka hadapi. Akhirnya kelompok pertama terjadi perpecahan karena sudah ada yang menyerah dan sebagian masih ingin bertahan untuk mengambil makanan walaupun resikonyapun besar. Berbagai upaya Tatot dan Tatum berusaha menyelesaikan misinya, demi kesejahteraan dan kelangsungan koloni mereka.
            Babak ketig adan keempat menceritakan kelompok kedua dan ketiga. Kelompok kedua yang hanya ingi protes dan tidak mau berusaha pada jalan cerita ini akhirnya mereka bingung kan protes kepada siapa karena mereka tidak tahu pembuat masalah sebenarnya sehingga mereka susah untuk mendapatkan makanan. Salah satu koloninya berpendapat bahwa untuk protes kepada Tuhan dan lebih menyalhkan Tuhan tetapi koloni yang lain tidak setuju dan menyalahkan diri mereka sendiri yang tidak mau berusaha dan menyalahkan manusia yang membuat mereka menjadi lebih terpuruk seperti saat ini. Hal tersebut dapat dilihat pada dialog yang memprotes manusia di Indonesia , dapat dilihat pada dialog berikut:
Cep :”Tetapi pada perkembangannya, sekarang menjadi terbalik. Sekarang manusia penghuni pulau ini tidak ada apa-apanya dengan bangsa sebelah, mulai dari management kenegaraannya, penanganan pembangunan, peningkatan SDM, bahkan dibidang apa saja”.
Mereka memutuskan untuk protes kepada manusia yang tidak mau melindungi dunia dan egois pada diri mereka  tetapi karena mereka hanya seekor semut kecil yang tak terlihat akhirnya mereka memutuskan untuk pulang kembali. Pendekatan ekspresig pengarang sangat tampak pada babak ketiga dan keempat ini. Hal itu disebabkan banyak pesan yang tersirat dari dialog para tokoh yang menggambarkan kekuasaan manusia yang sewenang-wenang dapat menghancurkan kehidupan makhluk lainnya dan dalam mengekspresikan kata-kata maupun jalan cerita pengarang juga terlihat akan politik-politik saat ini yang sempat tertuang pada babak ketiga. Dan, diakhir naskah drama terdapat sebuah puisi untuk menceritakan kembali kisah para semut ini yang menunjukkan betapa beratnya menjalani kehidupan di dunia yang fana dengan banyaknya rintangan dan cobaan yang diberikan kepad Tuhan kepada umatnya tetapi mereka masih bersyukur dan berpasrah menjalani kehidupan ini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar