Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Menatap Kesendirian Chairil Anwar dalam Sajak Senja Di Pelabuhan Kecil



Menatap Kesendirian Chairil Anwar dalam Sajak Senja Di Pelabuhan Kecil
Oleh: Erni Retnosari

“Senja di Pelabuhan Kecil”
Buat Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.

1946
(Chairil Anwar, 2009:58)

Chairil biasanya orang yang tegar dan selalu optimis dalam segala hal tetapi dalam puisi ini dia merasa pesimis karena cintanya sudah kandas. Sehingga puisi ini seakan-akan menjadi melankolis karena sajaknya berisi tentang ratapan dan kesedihan Chairil dalam memikirkan nasib yang benar-benar sudah tak bisa lagi dirubah. Tetapi emosi Chairil yang menguasai puisi ini menyebabkan sajaknya tidak terlalu terlihat sedih.
Hal ini berbeda dengan puisi Chairil yang menunjukkan ketegaran dan kekuatan Chairil Anwar tersebut, seperti yang tergambar dalam puisinya yang berjudul “Aku” ini. Penyair menulis puisi ini karena penyair ingin menunjukkan keindividualan. Chairil membawa semangat lewat puisi tersebut karena pada saat  itu orang Indonesia belum ada yang meng-akukan dirinya. Seperti yang tergambar dari bait-bait puisinya berikut.
Kalau sampai waktuku           
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Pada bait tersebut penyair menyadari peran dalam hidupnya yang mengharuskan adanya tindakan agar tidak terpengaruh oleh orang lain. Hal ini berkaitan dengan baris berikutnya bahwa ia tak mau orang lain mempengaruhi hidupnya. Penyair berpikiran orang lain yang mempengaruhi hidupnya membuat ia kehilangan kemerdekaannya, sehingga ia menunjukkan keindivualitasnya yang berkaitan dengan baris selanjutnya yang berarti ia tidak akan terpengaruh oleh siapapun.
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang          
Dari kumpulannya terbuang
Pada bait tersebut penyair benar-benar tidak peduli apa pun yang terjadi, karena tidak akan mempengaruhi keinginannya. Penyair memilih untuk menolak pengaruh semangat lingkungan, dan gigih mempertahankan ketunggalannya sebagai persona, serta mempertahankan individualitas, kemudian dengan tegas ia berkata pada baris berikutnya ini membuktikan ia telah memilih dunianya yang otonom. Karena hal itu, ia harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam menjalani eksistensinya, sebab ia akan mendapatkan tantangan-tantangan.
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri       
Dan aku akan lebih tidak perduli
Selanjutnya pada tersebut menunjukkan perjuangan penyair dalam dunianya sendiri, yang tetap bertahan dengan idiologinya walau berbagai cobaan yang pedih menghampirinya. Karena ia tidak akan mempedulikannya. Ini merupakan prinsip hidup penyair yang selalu ia pertahankan.
Dari uraian tersebut, sebagai pembaca hal yang paling bisa kita petik yaitu, semangat penyair dalam mempertahankan prinsip hidupnya. Prinsip hidup itu tidak akan bisa tergantikan oleh apa pun, sehingga tidak bisa dipengaruhi orang lain. Jika kita ingin hidup lebih baik, maka kita perlu menjadi diri sendiri yang tidak ada pengaruh hal lain dari mana pun juga. Hal ini yang perlu kita pertahankan demi kelancaran hidup ini
Hal ini berbeda pada puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” pengarang menceritakan tentang cintanya yang sudah tidak dapat diperoleh lagi. Pengarang menggambarkan gedung, rumah tua, tiang, dan temali, kapal, dan perahu yang tidak bertaut. Benda-benda itu semua mengungkapkan tentang perasaan sedih dan sepi yang dirasakan pengarang. Penyair atau pengarang merasa bahwa benda-benda di pelabuhan itu membisu kepadanya. Selain itu dalam bait pertama Chairil mencoba menuangkan perasaannya, bagaimana seorang kekasih tidak lagi bersamanya. Si “aku” dalam puisi ini merasakan kesendirian yang memilukan, semenjak ditinggalkan kekasinya. Semuanya memang terlewat, tetapi terlewat tanpa sesuatu yang perlu dikenang. Berikut bait pusinya:
(Bait pertama)
 Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Pada bait kedua dalam Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” penyair memfokuskan perhatian pada suasana pelabuhan dan penyair tidak lagi menghiraukan benda-benda di pelabuhan yang beraneka ragam.  Penyair hanya memperhatikan suasana pelabuhan yang saat itu sedang gerimis hingga menambah kesedihan penyair. Namun, suatu saat penyair berharap suasana di pantai itu akan membuat hati penyair kembali dipenuhi harapan untuk terhibur, tetapi suasana pantai itu kemudian berubah sehingga menyebabkan harapannya musnah. Selain itu alam berjalan seperti biasanya, tetapi si “aku” dalam puisi ini tidak dapat merasakan apa-apa. Hanya kesendirian yang setia bersamanya. Berikut bait puisinya:
(Bait kedua)
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Pada bait ketiga dalam Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” penyair memusatkan pada dirinya sendiri, bukan pada pantai dan benda-benda disekeliling pantai itu. Dia merasa tidak ada lagi yang diharapkan karena tidak ada yang menghiburnya dalam kesedihan dan kesendiriannya. Dalam kesendiriannya, penyair tetap berjalan dengan penuh harapan. Namun sesampainya di tujuan, orang yang diharapkan penyair bisa menghiburnya, justru meninggalkannya. Penyair merasa tidak ada lagi harapan untuk mencapai tujuannya kembali. Sehingga penyair merasa tidak dapat meraih cintanya. Berikut bait puisinya:

(Bait ketiga)
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.

Berdasarkan analisis “Puisi Senja di Pelabuhan Kecil” di atas kita dapat memberikan penilaian bahwa puisi tersebut lebih menonjolkan kesendirian yang dirasakan pengarangnya karena dalam ’Puisi Senja di Pelabuhan Kecil”, pengarang ingin melukiskan perasaannya melalui syair yang dibuatnya. Dalam syairnya, pengarang mengungkapkan bahwa kegagalan cinta itu menyebabkan hatinya sedih dan tercekam. Penyair membutuhkan seseorang untuk menghibur dirinya. Namun seseorang yang diharapkan bisa menghiburnya, justru pergi meninggalkannya.
Penyair merasa itu semua merupakan sebuah kegagalan. Hal itu menyebabkan seolah-olah penyair kehilangan segala-galanya. Di dalam puisi ini sangat terlihat psikologi penyair yang terguncang, hal itu  terlihat ketika pengarang atau penyair berusaha untuk bangkit mencari hiburan dan menginginkan sebuah harapan dengan menyusuri semenanjung. Selain itu, psikologis pengarang juga sangat terlihat dari ungkapan perasaan jiwanya yang sangat sedih dan berharap ada sebuah harapan datang. Penyair berharap ada yang menghiburnya, tetapi harapan itu tiba-tiba hilang bahkan dari kejadian itu terlihat jelas bahwa jiwa penyair terguncang karena kesedihan  penyair  yang ia dapatkan kembali.
Ketika orang mulai berusaha untuk bangkit dari kesedihannya, menandakan ia bisa menguasai dirinya. Namun, ketika penyair sudah berusaha bangkit tetapi sia-sia, hal itu yang bisa menyebabkan dirinya terganggu. Semua bisa terganggu ketika hal yang ia alami tidak sesuai dengan keinginannya dan menyebabkan hal buruk. Apa yang dialami penyair menyebabkan penyair merasa kehilangan segala-galanya. Keadaan seperti inilah yang ditakutkan karena ketika ia merasakan hal seperti ini, rasionalnya tidak bisa bekerja dengan baik.
Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar jika dinilai dan ditafsir dari segi psikologi pengarangnya merupakan  gambaran pengalaman pribadi yang dialami oleh Chairil sendiri. Puisi tersebut cerminan dari ungkapan perasaan Chairil yang tidak dapat diungkapkan secara langsung kepada sosok wanita yang ia cintai, yaitu Sri Ajati. Puisi tersebut merupakan luapan hati Chairil yang sedih setelah ditinggal kekasihnya, Sri Ajati menikah dengan seorang perwira. Hal ini merupakan pukulan bagi Chairil karena kekasih yang sangat disayanginya harus menikah dengan orang lain. Melalui puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” ini Chairil  ingin mengajarkan kepada kita bahwa seseorang tidak perlu takut dalam mengungkapakan perasaan secara langsung kepada orang yang kita sayangi. Selain itu, Chairil menunjukkan bahwa harapan itu jangan disia-siakan sebelum ia menyesal karena harapan tidak datang dua kali.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar