Hujan Kebaikan Seorang Perempuan Dalam Puisi “Ibu” Zawawi Imron
Oleh: Mita Indriani
Percaturan Sastra Indonesia
diramaikan oleh penyair-penyair yang penuh kreatifitas termasuk Zawawi Imron.
Beliau mulai dikenal setelah Temu Penyair 10 kota di Taman Marzuki Ali di
Jakarta tahun 1982. Zawawi Imron ialah penyair yang salah satu puisinya akan
dibahasa dalam esai ini. Tepatnya puisi yang berjudul “Ibu” dari kumpulan puisi
yang berjudul Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996). Beliau dilahirkan di tanah
Madura yaitu di desa Batang-batang, Kabupaten
Sumenep sehingga beliau juga terkenal sebagai Budayawan Madura. Tanah
kelahirannya ini sekaligus menjadi inspirasi puisi-puisi yang ditulisnya. Beliau
sangat suka menulis sajak-sajak tentang alam terutama tentang tanah
kelahirannya. Sejak tamat Sekolah Rakyat beliau melanjutkan sekolah ke
pesantren sehingga sampai saat ini beliau sering mengadakan ceramah sekaligus
membacakan sajak-sajaknya. Kumpulan sajaknya Bulan Tertusuk Ilallang mengilhami
Sutradara Garin Nugroho untuk membuat film layar perak Bulan Tertusuk Ilallang.
Beberapa sajaknya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Belanda dan
Bulgaria juga banyak sajak-sajaknya yang telah meraih berbagai penghargaan.
Kebanyakan perempuan Madura
ketika itu menyatakan pikirannya melalui kidung-kidung. Beliau sering mendengar
ibunya mengidung di senggang waktu kerjanya. Perempuan-perempuan mengidung
sambil menganyam tikar yang dibuat dari daun siwalan. Perempuan Madura juga
mencari rumput untuk ternaknya. Dari perempuan pula yaitu ibunya Zawawi belajar
kepekaan terhadap alam. Beliau juga myakini bahwa bahasa sajak yang beliau
pelajari tidak ditemukan begitu saja, tetapi dibentuk oleh struktur kebahasaan
ibunya yang Madura. Dalam kesehariannya sang ibu juga sering mendongeng. Terlebih
pada saat belan purnama berkumpul di halamn sambil menggelar tikar. Dari
beberapa pernyataan tadi dapat disimpulkan bahwa beliau begitu dekat dengan
sang ibu. Salah satu wujud kecintaannya pada sang ibu terwujud dalam puisi yang
berjudul “Ibu”.
IBU
Kalau
aku merantau lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur
kering, daunpun gugur bersama ranting
Hanya
mataair airmatamu, ibu, yang tetap lancar mengalir
Bila
aku merantau
Sedap
kopyor susumu dan ronta kenakalanmu
Di
hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
Lantaran
hutangku padamu tak kuasa kubayar
Ibu
adalah gua pertapaanku
Dan
ibulah yang meletakkan aku di sini
Saat
bunga kembang menyemerbak bau sayang
Ibu
menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku
mengangguk meskipun kurang mengerti
Bila
kasihmu ibarat samudera
Sempit
lautan teduh
Tempatku
mandi, mencuci lumut pada diri
Tempatku
berlayar, menebar pukat dan melebar sauh
Lokan-lokan,
mutiara dan kembang laut semua bagiku
Kalau
aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
Namamu,
ibu, yang kan kusebut paling dahulu
Lantaran
aku tahu
Engkau
ibu dan aku anakmu
Bila
aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan
yang ibu tunjukkan telah kukenal
Ibulah
itu, bidadari yang berselendang bianglala
Sesekali
datang padaku
Menyuruhku
menulis langit biru
Dengan
sajakku.
Puisi berjudul Ibu adalah puisi
yang diksinya lumayan sulit dicerna, serta imaji-imajinya yang cukup kuat. Puisi
Ibu bercerita tentang seorang anak yang menyatakan sayang kepada sang ibu. Ungkapan
yang timbul dari seorang anak atau sang penyair dalam mengimajinasikan kesadaran
tentang musim kemarau sehingga sumur-sumur kering kerontang, kesadaran anak
yang jika merantau jauh dari ibu sehingga merindukan sosok ibu, adanya
kesadaran kekayan laut yaitu laut yang terhampar luas seluas kasih ibu, adapun
kesadaran religius yaitu seorang anak yang sadar caranya memberikan hal yang
terbaik untuk seorang ibu, timbal balik kepada seorang ibu.
Banyak yang bisa diimajinasikan atau
bisa diibaratkan seorang penyair saat menulis puisi ini, melihat lingkungan sekitar,
tentang kekayaan laut, kemarau yang panjang, masyarakat yang religius, sehingga
menghadirkan imajinasi tingkat tinggi. Kekayaan alam yang ada harus kita
syukuri. Zawawi juga memposisikan diri
sebagai anak yang merasa dirinya bagai hutangku
padamu tak kuasa kubayar. Sedangkan, kalau
akau merantau lalu datang musim kemarau, sumur-sumur kering, daunpun gugur bersama reranting, memposisikan ibu sebagai
satu-satunya mataair atau airmata yang mengalir pada lengkung matanya yang
tetap lancar mengalir. Ibu diibaratkan sebagai gua pertapaan yaitu tempat
mengadu peluh dan sedih, berbagi cerita, suka dan duka. Bila kasih ibu ibarat samudra, maka laut teduh akan terasa sempit, dan mempunyai kandungan lautan, lokan-lokan, mutiara, kembang laut. Ini berarti
ibu mempunyai banyak hal di dalamnya yang bisa menjadikan anaknya selalu merasa
aman dan teduh dalam pelukannya. Ibu adalah bidadari
yang berselendang bianglala yang mempunyai arti ibu seperti bidadari atau
wanita cantik dan baik yang mempunyai kasih sayang seindah pelangi, kasihnya
tak terukir oleh indahnya pelangi. Pelangi kasih ibu penuh rona kehidupan.
Hanya seorang ibu yang mempu mengenalkan Tuhannya kepada anaknya sehingga
anaknya yang pada mulanya merasa bingung menjadi mengerti arti Tuhan setelah ia
merasakan angin sakal yang begitu
dahsyat.
Dari setiap pilihan kata yang
terdapat dalam puisi tersebut sangat jelas tergambar bahwa Zawawi begitu dekat
dan lekat dengan alamnya. Beliau begitu jelas menggambarkan kecintaannya
terhadapa tanah kelahirannya. Hal ini dapat dilihat dari kalimat Di hati ada mayang siwalan memutikkan
sari-sari kerinduan. Daun siwalan atau lontar ialah daun yang banyak
terdapat di Madura dan sering dijadikan bahan anyaman tikar oleh kaum
perempuan. Begitu juga dengan kata-kata samudera
dan berlayar, kedua kata ini tentu
sangat identik dengan pulau Madura yang dikelilingi oleh lautan dan kebiasaan
berlayar ialah kebiasaan yang sering dilakukan oleh para lelaki untuk mencari
nafkah.
Pada puisi Ibu terlihat dominasi
rima akhir /u/. Bahkan pada baris pertama bait pertama semua vokal /u/ di
tengah dan rima akhir. Seperti penggalan puisi di bawah ini.
Kalau
aku merantau lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur
kering, daunpun gugur
bersama ranting
Hanya
mata air airmatamu, ibu,
yang tetap lancar mengalir
Bait kedua juga terdapat dominasi
persamaan bunyi vocal /u/ sebagai rima tengah dan rima akhir, serta persamaan
bunyi konsonan /n/ pada baris ke tiga dan empat.
Bila
aku merantau
Sedap
kopyor susumu dan ronta kenakalanmu
Di hati
ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
Lantaran
hutangku padamu tak kuasa kubayar
Bait ke tiga terdiri dari lima baris
yang menghadirkan kombinasi bunyi-bunyi vokal pada rima tengah dan rima akhir
yang didominasi oleh vokal /u/. Bentuk rima akhir dengan konsonan /k/ dan bunyi
sangau /ng/.
Ibu
adalah gua pertapaanku
Dan
ibulah yang meletakkan aku di sini
Saat
bunga kembang menyemerbak bau sayang
Ibu
menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku
mengangguk meskipun kurang mengerti
Pada bait ke empat terdiri dari 9
baris, di setiap akhir baris terdapat rima dengan bunyi vocal /u/ /a/ /i/ serta
persamaan bunyi konsonan /n/, dan bunyi /h/ .
Bila
kasihmu ibarat samudera
Sempit
lautan teduh
Tempatku
mandi, mencuci lumut pada diri
Tempatku
berlayar, menebar pukat dan melebar sauh
Lokan-lokan,
mutiara dan kembang laut semua bagiku
Kalau
aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
Namamu,
ibu, yang kan kusebut paling dahulu
Lantaran
aku tahu
Engkau
ibu dan aku anakmu
Pada bait kelima didominasi oleh
konsonan /l/ dan /n/ , /n/ sebagai rima tengah dan /l/ sebagai rima akhir.
Ibulah
itu, bidadari yang berselendang bianglala
Sesekali
datang padaku
Menyuruhku
menulis langit biru
Dengan
sajakku.
Puisi
Zawawi Imron yang berjudul Ibu ini begitu dalam maknanya jika dipahami secara
mendalam. Kata-kata yang terkandung di dalamnya cukup mewakili penghormatan
terhadap ibu. Tidak hanya isinya yang menarik tetapi juga rima yang terbentuk
terutama di akhir baris sangat menanbah keindahan puisi tersebut.
Puisi
sangat menarik dan bagus dilihat dari pilihan kata yang digunakan dan rima-rima
di akhir barisnya. Tidak hanya itu, makna tentang seorang Ibu menurut Zawawi
Imron juga tergambar jelas dalam puisi ini. Pembaca akan merasa sangat
berhutang budi terhadap sosok Ibu yang tentu semua pembaca dlahirkan oleh
seorang Ibu.
0 komentar:
Posting Komentar