Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Semangat Kebangsaan dalam Sajak ‘Diponegoro’ karya Chairil Anwar



Semangat Kebangsaan dalam Sajak ‘Diponegoro’ karya Chairil Anwar
Oleh: Wanda Satria Dewanty

Pembukaan
Indonesia adalah negeri yang telah mengikrarkan kemerdekaannya lebih dari setengah abad setelah berabad-abad lamanya berada dalam kungkungan penjajah. Perjuangan pahlawan yang berjiwa besar demi tanah airnya dengan semangat yang membara telah membuat Indonesia akhirnya kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Ironisnya kemerdekaan yang telah diperoleh tidak lantas membuat para generasi muda merasa bangga dengan status tersebut. Pemuda saat ini berbeda dengan pemuda terdahulu yang sangat menghargai hakikat kemerdekaan. Bercermin dari seorang sastrawan Chairil Anwar dalam puisinya Diponegoro, kita diajak untuk berkontemplasi tentang hakikat sebuah perjuangan meraih kemerdekaan yang hendaknya dipahami oleh rakyat Indonesia masa kini sebagai inspirasi dalam mengisi kemerdekaan.
Chairil adalah penyair Angkatan 45, dilahirkan di Medan, 26 Juli 1922, dari dua orangtua yang keduanya berasal dari Payakumbuh, memiliki kakak perempuan bernama Chairani. Mula-mula ia sekolah di Neutrale HIS Medan, kemudian di MULO Medan juga, voorklas dan kelas satu. Kemudian ia pindah ke Jakarta tahun 1941 disusul ibunya, karena ada hal-hal kekeluargaan sekolahnya tidak lanjut. Chairil mulai dikenal sebagai sastrawan dalam tahun 1943, beberapa bulan setelah Jepang mendarat di Indonesia. Sajak-sajak Chairil bersifat individualistis, cenderung pada pemikiran kemasyarakatan dan ketuhanan. Kebanyakan sajak-sajaknya di masa Jepang bernafaskan pemberontakan terhadap penindasan yang tergambar dalam sajaknya “Aku” dan “Diponegoro”. Penyair angkatan 45 banyak diekspresikan aliran Realisme dan Ekspresionisme. Pada puisinya ‘Diponegoro’ semangat kebangsaan melekat dalam diri Chairil yang sudah aktif berpuisi pada zaman revolusi ketika bangsa Indonesia berusaha merebut dan mempertahankan kemerdekaannya.
Isi
Hidup di masa pendudukan Jepang yang penuh pergolakan, dengan usianya yang masih muda yang tentu penuh dengan vitalitas, semangat, dan idealisme terlebih melihat lingkungan yang penuh ketidakadilan dan penindasan, Chairil Anwar menuliskan sajak ‘Diponegoro’ yang sarat dengan semangat kebangsaan sebagai berikut:


DIPONEGORO
Dimasa pembangunan ini                  
tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api            

Didepan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.               
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu            
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti              
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu negeri            
Menyediakan api.

Punah diatas menghamba      
Binasa diatas ditinda

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai                       
Jika hidup harus merasai.      


Maju
Serbu                            
Serang
Terjang
                                                                                                            Pebruari 1943.
Sajak ‘Diponegoro’ merupakan sajak yang beralirkan ekspresionisme. Berisi tentang semangat kebangsaan, merupakan gambaran hati penyair yang ingin membakar semangat generasi muda untuk membangun negeri ini. Secara tidak langsung penyair mengungkapkan nilai-nilai moral yang berisi pengajaran. Chairil berusaha mengaitkan kondisi sekarang dengan kondisi saat Pangeran Diponegoro tengah berjuang untuk kemerdekaan bangsanya /Di masa pembangunan ini/ /tuan hidup kembali/. Melalui diksi yang dipilih, sajak ini menjadi sajak yang begitu hidup dan hingga sekarang sajak ‘Diponegoro’ masih sangat relevan dengan kehidupan kita masa kini. Sajak ini merupakan bentuk perwujudan kepedulian penyair terhadap pemimpin bangsa dan masyarakat yang menjadikan sumber tenaga bagi sebuah pengkondisian hidup.
Semangat kebangsaan yang heroik dan meluap-luap muncul dalam sajak ini yang tergambar melalui perjuangan Pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajah. Perjuangan yang gigih Pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajahlah yang dijadikan inspirasi penyair dalam menuliskan sajaknya. Tampak sekali kekaguman Chairil terhadap Pangeran Diponegoro  sehingga merasakan bagaimana gejolak semangat Diponegoro dalam menghalau penjajah tanpa mempedulikan nyawanya karena hidup haruslah memiliki arti /sekali berarti/ /sudah itu mati/. Chairil Anwar menggambarkan kemampuan Pangeran Diponegoro dalam mengobarkan semangat rakyat, memimpin para pejuang dengan gagah berani meskipun menggunakan senjata yang sederhana dan dengan lawannya begitu banyak akan tetapi Pangeran Diponegoro tidak gentar memperjuangkan kemerdekaan, karena baginya kemerdekaan lebih tinggi daripada kehidupan itu sendiri. Dengan mengenang Diponegoro, penyair memberi semangat kepada pemuda agar berjuang sekuat tenaga /maju/ /serbu/ /serang/ /terjang/.
Penutup
            Berdasarkan struktur tematisnya sajak ‘Diponegoro’ memiliki eksistensi diri yaitu tentang semangat cinta terhadap tanah air. Merupakan luapan hati penyair yang mengajak generasi muda untuk merefleksikan diri kepada perjuangan Pangeran Diponegoro dalam mengisi kemerdekaan dimana perang tidak lagi menggunakan fisik, namun menggunakan pemikiran. Sajak tersebut merupakan salah satu sajak patriotik Chairil Anwar. Selain itu sajak ini telah memberikan semangat dalam menghadapi berbagai rongrongan dari pihak yang telah menciderai keadilan dalam kehidupan masa kini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar