Semangat
Kebangsaan dalam Sajak ‘Diponegoro’ karya Chairil Anwar
Oleh: Wanda Satria Dewanty
Pembukaan
Indonesia adalah
negeri yang telah mengikrarkan kemerdekaannya lebih dari setengah abad setelah
berabad-abad lamanya berada dalam kungkungan penjajah. Perjuangan pahlawan yang
berjiwa besar demi tanah airnya dengan semangat yang membara telah membuat
Indonesia akhirnya kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Ironisnya kemerdekaan yang
telah diperoleh tidak lantas membuat para generasi muda merasa bangga dengan
status tersebut. Pemuda saat ini berbeda dengan pemuda terdahulu yang sangat
menghargai hakikat kemerdekaan. Bercermin dari seorang
sastrawan Chairil Anwar dalam puisinya Diponegoro, kita diajak untuk
berkontemplasi tentang hakikat sebuah perjuangan meraih kemerdekaan yang
hendaknya dipahami oleh rakyat Indonesia masa kini sebagai inspirasi dalam
mengisi kemerdekaan.
Chairil adalah penyair
Angkatan 45, dilahirkan di Medan, 26 Juli 1922, dari dua orangtua yang keduanya
berasal dari Payakumbuh, memiliki kakak perempuan bernama Chairani. Mula-mula
ia sekolah di Neutrale HIS Medan, kemudian di MULO Medan juga, voorklas dan kelas satu. Kemudian ia
pindah ke Jakarta tahun 1941 disusul ibunya, karena ada hal-hal kekeluargaan
sekolahnya tidak lanjut. Chairil mulai dikenal sebagai sastrawan dalam tahun
1943, beberapa bulan setelah Jepang mendarat di Indonesia. Sajak-sajak Chairil
bersifat individualistis, cenderung pada pemikiran kemasyarakatan dan
ketuhanan. Kebanyakan sajak-sajaknya di masa Jepang bernafaskan pemberontakan
terhadap penindasan yang tergambar dalam sajaknya “Aku” dan “Diponegoro”.
Penyair angkatan 45 banyak diekspresikan aliran Realisme dan Ekspresionisme.
Pada puisinya ‘Diponegoro’ semangat kebangsaan melekat dalam diri Chairil yang
sudah aktif berpuisi pada zaman revolusi ketika bangsa Indonesia berusaha
merebut dan mempertahankan kemerdekaannya.
Hidup di masa pendudukan
Jepang yang penuh pergolakan, dengan usianya yang masih muda yang tentu penuh
dengan vitalitas, semangat, dan idealisme terlebih melihat lingkungan yang
penuh ketidakadilan dan penindasan, Chairil Anwar menuliskan sajak ‘Diponegoro’
yang sarat dengan semangat kebangsaan sebagai berikut:
DIPONEGORO
Dimasa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Didepan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu negeri
Menyediakan api.
Punah diatas menghamba
Binasa diatas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Pebruari
1943.
Sajak ‘Diponegoro’ merupakan
sajak yang beralirkan ekspresionisme. Berisi tentang semangat kebangsaan,
merupakan gambaran hati penyair yang ingin membakar semangat generasi muda
untuk membangun negeri ini. Secara tidak langsung penyair mengungkapkan
nilai-nilai moral yang berisi pengajaran. Chairil berusaha mengaitkan kondisi
sekarang dengan kondisi saat Pangeran Diponegoro tengah berjuang untuk
kemerdekaan bangsanya /Di masa
pembangunan ini/ /tuan hidup kembali/.
Melalui diksi yang dipilih, sajak ini menjadi sajak yang begitu hidup dan
hingga sekarang sajak ‘Diponegoro’ masih sangat relevan dengan kehidupan kita
masa kini. Sajak ini merupakan bentuk perwujudan kepedulian penyair terhadap
pemimpin bangsa dan masyarakat yang menjadikan sumber tenaga bagi sebuah
pengkondisian hidup.
Semangat kebangsaan yang
heroik dan meluap-luap muncul dalam sajak ini yang tergambar melalui perjuangan
Pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajah. Perjuangan yang gigih Pangeran
Diponegoro dalam mengusir penjajahlah yang dijadikan inspirasi penyair dalam
menuliskan sajaknya. Tampak sekali kekaguman Chairil terhadap Pangeran
Diponegoro sehingga merasakan bagaimana
gejolak semangat Diponegoro dalam menghalau penjajah tanpa mempedulikan
nyawanya karena hidup haruslah memiliki arti /sekali berarti/ /sudah itu
mati/. Chairil Anwar menggambarkan kemampuan Pangeran Diponegoro dalam
mengobarkan semangat rakyat, memimpin para pejuang dengan gagah berani meskipun
menggunakan senjata yang sederhana dan dengan lawannya begitu banyak akan
tetapi Pangeran Diponegoro tidak gentar memperjuangkan kemerdekaan, karena
baginya kemerdekaan lebih tinggi daripada kehidupan itu sendiri. Dengan
mengenang Diponegoro, penyair memberi semangat kepada pemuda agar berjuang sekuat
tenaga /maju/ /serbu/ /serang/ /terjang/.
Penutup
Berdasarkan struktur tematisnya sajak ‘Diponegoro’ memiliki eksistensi diri yaitu
tentang semangat cinta terhadap tanah air. Merupakan luapan hati penyair yang
mengajak generasi muda untuk merefleksikan diri kepada perjuangan
Pangeran Diponegoro dalam mengisi kemerdekaan dimana perang tidak lagi
menggunakan fisik, namun menggunakan pemikiran. Sajak tersebut merupakan salah
satu sajak patriotik Chairil Anwar. Selain itu sajak ini telah memberikan
semangat dalam menghadapi berbagai rongrongan dari pihak yang telah menciderai
keadilan dalam kehidupan masa kini.
0 komentar:
Posting Komentar