Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Bila Malam Bertambah Malam, Memanusiakan Manusia

                               Bila Malam Bertambah Malam, Memanusiakan Manusia
                                                        Oleh: Widya Ufi Damayanti

Putu Wijaya bukanlah seorang sastrawan yang akan menulis karya sastranya dengan gaya bahasa yang rumit dan diksi yang berkelok-kelok. Lucu, lugas, dan enak untuk dibaca. Namun, meskipun tidak berumit-rumit, isi cerita atau konflik yang ada di dalam setiap karyanya sungguh luar biasa dan di luar nalar pikiran seorang biasa. Inilah yang membuat Putu Wijaya dikenal dengan teror mentalnya. Sangat sulit memperkirakan ending karya Putu Wijaya, walaupun masalah yang diangkat sangat sederhana, tetapi teror mental yang disuguhkan mampu membuat masalah itu menjadi istimewa di mata pembaca. Bukan hanya teror mental, Putu Wijaya juga dikenal tidak jarang menggunakan bermacam simbol dalam karyanya. Namun, yang paling berkesan tentu saja pemilihan kata-katanya, yang memiliki kekuatan luar biasa. Ketika membaca karya Putu Wijaya, seringkali orang tidak menyangka bahwa pengarang akan menggunakan pemilihan kata yang seperti itu.
Bila Malam Bertambah Malam. Sebuah lakon yang berlatar belakang kehidupan kasta masyarakat Bali dilihat dari kehidupan sehari-hari keturunan keluarga bangsawan. Merupakan salah satu karya Putu Wijaya yang cukup terkenal.
Mengenal tokoh Bila Malam Bertambah Malam, dalam urutan pertama tentu saja muncul nama Gusti Biang. Wanita tua dan pemarah yang merupakan sosok sentral dalam lakon Bila Malam Bertambah Malam. Dialah putri tunggal seorang bangsawan, yang telah ditinggal mati oleh suaminya, yang kini kehidupan di hari tuanya selalu ditemani Wayan pelayan setianya. Tidak mempercayai siapapun selain Wayan dan sangat tegantung pada Wayan. Juga, sangat perhitungan terhadap hartanya. Memiliki keyakinan bahwa keturunan bangsawan dapat memperlakukan dan berbicara siapapun dengan sekehendak hatinya, bahkan seringkali berbicara tidak sopan. Namun demikian, Gusti Biang adalah simbol dari seorang wanita yang memegang teguh tradisi masyarakat Bali yang memang memiliki kasta, sesuai dengan agama yang mereka anut, agama Hindu. Di masa lalunya, Gusti Biang rela menikah dengan orang yang tidak dicintainya demi menjaga tradisi.
Tokoh sentral yang kedua tentu saja lelaki tua, Wayan. Pelayan paling setia dan paling sabar dalam menghadapi tindak-tanduk Gusti Biang yang seperti anak kecil. Tidak pernah lelah untuk menasehati perilaku Gusti Biang, walaupun jarang sekali didengarkan. Wayan adalah simbol seseorang yang rela melakukan sesuatu dengan tulus ikhlas karena perasaan cintanya kepada Gusti Biang yang tak pernah padam sejak dahulu kala.
Dia  pura-pura  saja  tidak  tahu  siapa  laki-laki  yang selalu  tidur  dengan  dia.  Sebab  sesungguhnya  kami saling mencintai sejak kecil, sampai  tua bangka  ini. Hanya  kesombongannya  terhadap  martabat kebangsawanannya  menyebabkan  dia  menolakku, lalu  dia  kawin  dengan  bangsawan,  penghianat  itu, semata-mata hanya soal kasta. Meninggalkan tiyang yang  tetap  mengharapkannya.  Tiyang  bisa ditinggalkannya,  sedangkan  cinta  itu  semakin mendalam. (BABAK IV, ADEGAN II)
Tiyang  menghamba  di  sini  karena  cinta  tiyang kepadanya.  Seperti  cinta  Ngurah  kepada  Nyoman. Tiyang  tidak  pernah  kawin  seumur  hidup  dan  orang-orang  selalu menganggap  tiyang  gila,  pikun, tuli,  hidup. Cuma  tiyang  sendiri  yang  tahu,  semua itu tiyang lakukan dengan sengaja untuk melupakan kesedihan,  kehilangan  masa  muda  yang  tak  bisa dibeli lagi.  (BABAK IV, ADEGAN II)
Bersama Gusti Biang, mereka rupanya saling mencintai dan merahasiakannya hingga berpuluh tahun. Wayan mempunyai rahasia besar, yaitu kenyataan bahwa dia seorang anggota gerilya yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan yang telah membunuh suami Gusti Biang seorang mata-mata NICA. Namun, tidak semua orang tahu kenyataan ini karena suami Gusti Biang adalah seorang bangsawan.
Tiyang tahu semuanya, tu Ngurah. Sebab tiyang yang telah  mendampinginya setiap saat dulu. Sejak kecil tiyang sepermainan  dengan dia, seperti tu Ngurah dengan Nyoman. Tiyang tidak buta huruf  seperti disangkanya. Tiyang bisa membaca dokumen-dokumen dan  surat-surat rahasia yang ada di meja kerjanya. Siapa yang  membocorkan gerakan Ciung Wanara di Marga dulu? Nica-nica itu mengepung Ciung Wanara yang dipimpin oleh pak Rai, menghujani  dengan peluru dari berbagai penjuru, bahkan dibom dari udara  sehingga kawan-kawan semua gugur. Siapa yang bertanggung jawab  atas kematian sembilan puluh enam kawan-kawan yang berjuang  habis-habisan itu? Dalam perang puputan itu kita kehilangan Kapten Sugianyar, kawan-kawan tiyang yang paling baik, bahkan kehilangan  pak Rai sendiri. Dialah yang telah berkhianat, dialah yang telah melaporkan gerakan itu semua kepada Nica. (BABAK IV ADEGAN II)
Tokoh ketiga yaitu Nyoman, seorang perawan cantik yang entah mengapa sangat dibenci oleh Gusti Biang. Padahal dahulu ketika masih kecil, dia sangat disayang. Sebetulnya dia seorang yang baik hati dan sabar meladeni Gusti Biang, namun lama-kelamaan dia merasa jengah diperlakukan bak binatang oleh majikannya. Mungkin dikarenakan Ngurah, anak Gusti Biang, rupanya menyukai Nyoman.
Tokoh keempat adalah putra Gusti Biang, yaitu Ngurah. Ngurah yang belajar hingga ke Jakarta, mempunyai pemikiran yang lebih dewasa dibandingkan dengan Ibunya. Ngurah adalah simbol penentang tradisi yang menyalahi hak asasi manusia, seperti melarangnya menikahi Nyoman yang merupakan kalangan bawah.
Bila Malam Bertambah Malam, dua kali terdapat teror mental. Pertama, pengakuan Wayan bahwa dialah seorang gerilya pembela bangsa dan negara yang tidak pernah sekalipun diakui sebagai pahlawan. Wayan yang membunuh seorang penjilat dan penghianat bangsa, suami Gusti Biang, yang merupakan mata-mata NICA. Namun, karena status bangsawannya, suami Gusti Biang-lah yang malah dianggap sebagai pahlawan. Kedua, pengakuan Wayan bahwa dialah ayah biolois Ngurah.
Diam! Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini  sekarang.  Dia  sudah  cukup  tua  untuk  tahu.
(Kepada  Ngurah) 
Ngurah,  Ngurah  mungkin mengira  ayah Ngurah  yang  sejati,  sebab  dia  suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah seorang pejuang. Dia  seorang  penjilat,  musuh  gerilya.  Dia  bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia memiliki lima belas  orang  istri,  tapi  itu  hanya  untuk  menutupi kewanduannya.  Kalau  dia  harus  melakukan  tugas sebagai  seorang  suami,  tiyanglah  yang  sebagian besar  melakukannya.  Tapi  semua  itu  menjadi rahasia  ...  sampai  ...  Kau  lahir,  Ngurah,  dan menganggap dia  sebagai  ayahmu  yang  sebenarnya. Coba  tanyakan  kepada  ibu  Ngurah,  siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati. (BABAK IV ADEGAN II)

Proses terpenting dari hasil pembacaan lakon Bila Malam Bertambah Malam adalah rasa kesadaran bahwa lakon ini mengajarkan proses menjadikan manusia agar memiliki rasa kemanusiaan, dengan kata lain proses memanusiakan manusia. Proses itu terjadi disepanjang jalan cerita dan yang paling menonjol digambarkan dalam tokoh Gusti Biang, bagaimana sikap Gusti Biang memperlakukan manusia-manusia disekitarnya yang lebih rendah derajatnya hingga di akhir cerita terjadi perubahan sikapnya. Proses memanusiakan manusia juga terlihat dalam teror mental yang dilakukan oleh Putu Wijaya, digambarkan dalam pengakuan Wayan bahwa suami Gusti Biang adalah seorang penghianat bangsa, bahwa Wayanlah yang membunuh suami Gusti Biang, hingga pengakuan bahwa Wayan adalah ayah biologis Ngurah.
Dengan sangat pandai, Putu Wijaya menceritakan proses memanusiakan manusia dimulai dari pertengkaran-pertengkaran pada Babak I. Gusti Biang yang mengagungkan darah bangsawannya, sangat memandang rendah Nyoman. Bahkan mengata-ngatai gadis belia itu dengan segala macam ucapan kotor yang bisa dia ucapkan. Kemudian, bagaimana Wayan berusaha merubah perilaku Gusti Biang dengan memberinya berbagai nasihat. Hingga pada puncaknya kemunculan Ngurah, yang menentang sikap Ibunya yang dianggap terlalu kuno dan terlalu menjaga tradisi di zaman yang telah berubah. Kemudian ditambah pengakuan Wayan mengenai siapa dirinya. Hingga keseluruhan itu membuat Gusti Biang sedikit melemah dan merubah sikapnya.
Putu Wijaya sama sekali tidak memaksakan pembaca untuk melakukan apa yang diamanatkannya melalui lakon Bila Malam Bertambah Malam. Beliau hanya menunjukkan sebuah cerita dengan teror mental andalannya, untuk mengetuk hati pembaca.
Wayan Kenapa Ngurah dicegah kawin? Kita sudah cukup menderita karena perbedaan kasta ini.  Sekarang sudah waktunya pemuda-pemuda bertindak. Dunia sekarang sudah berubah. Orang harus  menghargai satu sama lain tanpa membeda-bedakan lagi, bagaimana Gusti Biang? (BABAK IV ADEGAN III)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar