Gambaran Masyarakat dalam Naskah Drama Badai Sepanjang
Malam karya Max Arifin
Oleh: Erni Retnosari
Naskah
drama tersebut menceritakan seorang guru yang berusia 24 tahun bernama Jamil dan istrinya bernama Saenah yang saat ini
tinggal di desa terpencil. Awal mula Jamil sangat ingin mengabdikan dirinya
untuk mengajar di daerah terpencil, karena ia ingin mencerdaskan anak bangsa.
Ia merasa tenaganya tidak terlalu dibutuhkan di kota, makanya ia nekad untuk
mengajar di daerah tepencil yaitu sebagai guru SD di Klaulan,Lombok Selatan.
Namun
setelah satu tahun berlalu, Jamil merasa tertekan dengan keadaan desa yang
terpencil itu. Ia merasa tidak bersahabat dengan alam yang terasa angker, panas
dan berdebu ini. Jamil masih ragu, apakah ia bisa menjadi bagian dari alam yang
tidak bersahabat itu. Setela saling bertukar pendapat dengan istrinya, maka
Jamil pun yakin bahwa ia akan tetap tinggal di desa tersebut.
Dalam
naskah drama tersebut tergambar keadaan masyarakat Lombok Selatan yang sulit
berhubungan dengan alam. Hal ini serperti terlihat pada kutipan dialog 08.Saenah:
[Membaca] “Sudah
setahun aku bertugas di Klaulan.Suatu tempat yang terpacak tegak seperti karang
di tengah lautan,sejak desa ini tertera dalam peta bumi.Dari jauh dia
angker,tidak bersahabat:panas dan debu melecut tubuh.Ia kering
kerontang,gersang.Apakah aku akan menjadi bagian dari alam yang tidak
bersahabat ini?Menjadi penonton yang diombangkan ambingkan oleh…barang
tontonannya.Setahun telah lewat dan selama itu manusia ditelan oleh
alam”.[Pause dan Saenah
mengeluh;memandang sesaat pada Jamil
sebelum membaca lagi].”Aku belum menemukan kejantanan di sini. Orang-orang seperti
sulit berbicara tentang hubungan dirinya dengan alam. Sampai di mana kebisuan
ini bisa diderita? Dan apakah akan diteruskan oleh generasi generasi yang
setiap pagi kuhadapi?Apakah di sini tidak dapat dikatakan adanya kekejaman.”[Saenah berhenti membaca dan langsung
menatap pada Jamil]
Hal
lain terlihat dari kutipan dialog 11.Jamil:
Kejujuran
kupertaruhkan di dalamnya, Saenah. Aku
bisa mengatakan,kita kadang-kadang dihinggapi oleh sikap-sikap munafik dalam
suatu pergaulan hidup. Ada ikatan ikatan yang mengharuskan kita berkata “Ya!”
terhadap apa pun,sekalipun dalam hati kecil kita berkata”Tidak”.Kejujuranku
mendorong aku berkata,”Tidak”,karena aku melatih diri menjadi orang yang setia
kepada nuraninya. Aku juga tahu, masa kini yang dicari adalah orang-orang yang
mau berkata”Ya”.Yang berkata “Tidak” akan disisihkan. [Pause] Memang sulit, Saenah.Tapi itulah hidup yang
sebenarnya terjadi. Kecuali kalau kita mau melihat hidup ini indah di
luar,bobrok di dalam.Itulah masalahnya. [Pause.Suasana itu menjadi hening
sekali. Di kejauhan terdengar salak anjing berkepanjangan]
Dalam kutipan
tersebut, terlihat sikap yang ditunjukkan oleh Jamil dalam menghadapi
masyarakatnya itu. Jamil mencoba melatih dirinya untuk tidak menerima keaadaan
yang tidak sesuai dengan nuraninya meskipun ia tahu bahwa orang yang tidak mau
menerima akan disisihkan oleh masyarakatnya. Namun dalam hal ini Jamil telah
menunjukkan sikapnya untuk menghadapi kekejaman yang terjadi di masyakat itu,
karena ia ingin menjadikan hidup ini jauh dari kemunafikan. Dalam pergaulan
hidup, kepaduan pendapat terkadang sangat diperlukan untuk menjaga keharmonisan
hidup, namun yang dipilih Jamil adalah menolak keadaan yang tidak sesuai dengan
nuraninya. Ini menggambarkan bahwa Jamil tidak hanya menonton kekejaman yang
terjadi antara masyarakat dengan alamnya, namun mencoba menolak karena ia tidak
ingin melakukan kekejaman dengan alamnya itu.
Gambaran
masyarakat Klaulan, Lombok Selatan terlihat adanya kesenjangan antara
masyarakatnya dan orang baru. Hal ini tergambar kekita Jamil yang mencoba untuk
memperbaiki keadaan, namun ia malah disisihkan. Hal ini yang membuat Jamil
seorang yang sangat idealis dalam cita-citanya untuk mencerdaskan anak bangsa
di daerah pedalaman sempat mengalami ketertekanan. Padahal yang dilakukan Jamil
yaitu ia hanya tidak ingin terpengaruh oleh sistem masyarakat yang ia nilai
kurang beradap atau kurang baik. Dengan demikian ia akan tetap menjadi orang
yang idealis dan itu yang membuat Saenah, sang istri mengaguminya. Semua hal
itu berbeda saat ia berada di desa Klaulan, Lombok Selatan. Jamil yang dulunya
idealis, ia merasa tidak dapat bertahan di desa tersebut. Ini dikarenakan desa
ini sangat kejam terhadap dirinya.
Aku sama sekali tak menyalahkan
kau.malah diam-diam menghargai kau, dan hal itu sudah sepantasnya.Aku tidak
ingin kau tenggelam begitu saja dalam suatu masyarakat atau dalam suatu sistem
yang jelek namun telah membudaya dalam masyarakat itu.Di mana pun kau berada.
Selain itu, naskah ini diciptakan
oleh Max Arifin pada tahun 1988 ini memiliki bahasan latar belakang keinginan
seorang guru yang ingin memerangi kebodohan masyarakat di pulau terpencil. Itu
semua juga berangkat dari latar belakang penulis yaitu Max Arifin yang lahir di
Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat di mana saat waktu itu kota ini masih tempat
terpencil yang penghuninya masih sedikit, tetapi dia punya semangat yang luar
biasa sehingga menjadikannya sukses di dunia sastra maupun teater. Dan di mana
pada masa tahun 1977 pendidikan di Indonesia tidak terlalu berkembang apalagi
di tempat-tempat terpencil, selain dari faktor sarana prasarana faktor
ekonomilah yang juga menghambat pendidikan di Indonesia kurang berkembang
apalagi daerah-daerah yang masih jarang diperhatikan oleh pemerintah pusat
maupun perintah setempat.
Dalam
naskah Badai Sepanjang Malam ini menceritakan sepasang suami istri yang hidup
di suatu tempat terpencil yang bernama Klaulan, di mana daerah itu terletak di Lombok
Selatan, Nusa Tenggara Barat. Kehidupan seorang guru muda yang memiliki
penyesalan luar biasa setelah 1 tahun bertugas di daerah terpencil.
Idealismenya yang tinggi dimakan oleh alam yang tidak bersahabat. Dari
penggalan cerita diatas juga dapat dikaitkan dengan kehidupan Max Arifin dengan
istrinya yang selalu senantiasa menemani Max Arifin.
Setelah
melakukan penelusuran kita sampai pada penarikan suatu kesimpulan bahwa ada dua
konflik yang terjadi pada tokoh Jamil, yakni pudarnya idealisme untuk memajukan
masyarakat desa karena ia merasa tertekan oleh perlakuan masyarakatnya serta
ketidaksesuaian prinsip Jamil yang menjungjung tinggi kejujuran pada hati
nuraninya. Faktor pembentuk idealisme bisa berasal dari latar
belakang seseorang, seperti pendidikan, nilai-nilai hidup, dan informasi yang
diterima dari luar. Idealisme akan positif, jika nilai-nilai yang diserap
merupakan hal positif pula. Idealisme yang dimiliki Jamil juga bersifat positif
dan sangat terpuji. Ia lebih memilih meningkatkan kualitas SDM di desa
dibanding bekerja di kota yang bekerja hanya untuk menjadi seorang guru teladan
atau mendapat penganugrahan lainnya. Akan tetapi mereka tidak memikirkan para
siswa yang tinggal di desa yang sesungguhnya sangat membutuhkan mereka.
Sayangnya idealisme itu sedikit memudar
akibat kebosanannya pada suasana sunyi desa yang tak seramai kota. Selain itu
juga tokoh Jamil merasa sangat tertekan oleh perlakuan masyarakat yang
menyoroti segala aspek kehidupannya. Bukan hanya itu, masyarakat desa juga
terlalu bergantung padanya sehingga membuatnya semakin tertekan. Memang hal itu
merupakan salah satu konsekuensi tinggal di desa bahkan sampai pada saat ini.
Masyarakat desa selalu menganggap seorang guru itu ahli dalam segala bidang
sehingga mereka selalu bergantung padanya. Tokoh Jamil memang menyadari hal
tersebut adalah konsekuensinya tinggal di desa tetapi tetap saja ia merasa
tertekan diperlakukan oleh masyarakatnya.
Pada saat-saat seperti itu, peranan
seorang istri sangatlah diperlukan untuk membangkitkan idealisme suami. Saenah
(istri Jamil) akhirnya bisa membangkitkan kembali idealisme suaminya dengan
cara mengingatkan kembali saat pertama kali ia diajak pindah oleh Jamil,
pemutaran kembali rekaman pidato kepala desa serta pengutipan kata-kata Leon
Uris pengarang favoritnya.
Selain itu, konflik yang dialami oleh
Jamil yaitu adanya ketidaksesuaian antara prinsip yang dipegang Jamil dengan
masyarakatnya. Tokoh Jamil sangat menjungjung tinggi kejujuran akan hati
nuraninya sehingga ia sering sekali mengatakan tidak pada apapun yang tidak
sesuai dengan hati nuraninya. Namun kemudian ia merasakan frustrasi yang
tiba-tiba muncul sebagai dampak dari ketidakberhasilan dalam mendapatkan
kondisi ideal. Kefrustasian itulah yang menimpa tokoh Jamil, ia tidak bisa
menyeimbangkan idealismenya dengan realitas yang ada (dalam hal ini masyarakat)
sehingga tokoh Jamil mengalami persinggungan dengan masyarakat atau seperti
yang Saenah katakan bahwa Jamil tidak memahami masyarakatnya sendiri dan tidak
bisa bergaul akrab dengan masyarakatnya. Yang pada akhirnya dia akan merasa
tertekan berada di lingkungan masyarakat yang terlalu bergantung kepadanya.
Dengan
demikian, naskah drama tersebut diduga merupakan pengalaman terhadap kehidupan
masyarakat Klaulan yang kemudian pengarang sarikan dalam tulisannya yang berbentuk naskah drama
tersebut. Dalam penggambarannya, pengarang menciptakan suasana yang mudah
ditelusuri oleh pembaca. Seperti yang ada pada uraian-uraian di atas, kehidupan
sosial yang tergambar dalam naskah drama tersebut merupakan gambaran tentang “sosial”
masyarakat pedesaan dengan budaya yang senantiasa melekat pada setiap
anggotanya. Adapun gambaran sosial yang ada dalam naskah drama tersebut, yaitu di mana hubungannya dengan alam,
hubungannya antara dirinya dengan dirinya sendiri,dan hubungan dirinya dengan
masyarakat dan pendidikan. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut:
Saenah: [Membaca] “Sudah setahun aku bertugas di Klaulan. Suatu tempat yang
terpacak tegak seperti karang di tengah lautan, sejak desa ini tertera dalam
peta bumi. Dari jauh dia angker, tidak bersahabat: panas dan debu melecut
tubuh. Ia kering kerontang, gersang. Apakah aku akan menjadi bagian dari alam
yang tidak bersahabat ini?”
Jamil : “Apakah masih harus kukatakan bahwa aku telah berusaha berbuat
jujur dalam semua tindakanku?Kau menyalahkan aku karena aku terlalu banyak
bilang”Tidak” dalam setiap dialog dengan sekitarku.Tapi itulah hatiku yang
ikhlas untuk ikut gerak langkah masyarakatku.Tidak,Saenah.Mental masyarakat
seperti katamu itu tidak terbatas di desa saja, tapi juga berada di kota”.
Naskah drama yang mencerminkan
kehidupan masyarakat Klaulan ini merupakan naskah drama yang bisa dibilang
bagus. Hal ini karena dalam naskah tersebut, gambaran masyarakatnya begitu
nyata dan membawa kita untuk ikut berpetualang dalam kehidupan masyarakatnya.
Masyarakat yang mengandung hubungan sosial ini tergambar dari dialog
tokoh-tokonya.
0 komentar:
Posting Komentar