Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Gambaran Masyarakat dalam Naskah Drama Badai Sepanjang Malam karya Max Arifin



Gambaran Masyarakat dalam Naskah Drama Badai Sepanjang Malam karya Max Arifin
Oleh: Erni Retnosari

 Naskah drama tersebut menceritakan seorang guru yang berusia 24 tahun bernama Jamil  dan istrinya bernama Saenah yang saat ini tinggal di desa terpencil. Awal mula Jamil sangat ingin mengabdikan dirinya untuk mengajar di daerah terpencil, karena ia ingin mencerdaskan anak bangsa. Ia merasa tenaganya tidak terlalu dibutuhkan di kota, makanya ia nekad untuk mengajar di daerah tepencil yaitu sebagai guru SD di Klaulan,Lombok Selatan.
Namun setelah satu tahun berlalu, Jamil merasa tertekan dengan keadaan desa yang terpencil itu. Ia merasa tidak bersahabat dengan alam yang terasa angker, panas dan berdebu ini. Jamil masih ragu, apakah ia bisa menjadi bagian dari alam yang tidak bersahabat itu. Setela saling bertukar pendapat dengan istrinya, maka Jamil pun yakin bahwa ia akan tetap tinggal di desa tersebut.
Dalam naskah drama tersebut tergambar keadaan masyarakat Lombok Selatan yang sulit berhubungan dengan alam. Hal ini serperti terlihat pada kutipan dialog 08.Saenah:
[Membaca] “Sudah setahun aku bertugas di Klaulan.Suatu tempat yang terpacak tegak seperti karang di tengah lautan,sejak desa ini tertera dalam peta bumi.Dari jauh dia angker,tidak bersahabat:panas dan debu melecut tubuh.Ia kering kerontang,gersang.Apakah aku akan menjadi bagian dari alam yang tidak bersahabat ini?Menjadi penonton yang diombangkan ambingkan oleh…barang tontonannya.Setahun telah lewat dan selama itu manusia ditelan oleh alam”.[Pause dan Saenah mengeluh;memandang sesaat pada Jamil sebelum membaca lagi].”Aku belum menemukan kejantanan di sini. Orang-orang seperti sulit berbicara tentang hubungan dirinya dengan alam. Sampai di mana kebisuan ini bisa diderita? Dan apakah akan diteruskan oleh generasi generasi yang setiap pagi kuhadapi?Apakah di sini tidak dapat dikatakan adanya kekejaman.”[Saenah berhenti membaca dan langsung menatap pada Jamil]
Dari kutipan dialog tersebut, terlihat bahwa Masyarakat Lombok Selatan seperti tidak mempedulikan alam sekitarnya. Mereka hanya melihat apa yang terjadi di alamnya. Karena itulah alam tidak bersahabat dengan manusia. Keadaan alam yang panas dan berdebu menggambarkan bahwa selama itu alam hanya dibiarkan tanpa dipelihara. Keadaan yang panas tersebut menggambarkan bahwa di sana tidak banyak ditemukan pepohonan yang rindang. Karena itu, Jamil merasa ada kekejaman di sana, karena masyarakat hanya gemar mengeksploitasi alam tanpa mau memperbaikinya kembali. Dan itulah yang membuat Jamil merasa tertekan berada di masyarakat dan alam yang kejam itu. Dalam hal ini, Jamil merasa adanya tekanan, ia ragu akan posisinya di sana. Apakah ia akan menjadi bagian dari alam yang tidak bersahabat itu? Atau ia hanya menjadi penonton dari kekejaman itu.
Hal lain terlihat dari kutipan dialog 11.Jamil:
Kejujuran kupertaruhkan di dalamnya, Saenah. Aku bisa mengatakan,kita kadang-kadang dihinggapi oleh sikap-sikap munafik dalam suatu pergaulan hidup. Ada ikatan ikatan yang mengharuskan kita berkata “Ya!” terhadap apa pun,sekalipun dalam hati kecil kita berkata”Tidak”.Kejujuranku mendorong aku berkata,”Tidak”,karena aku melatih diri menjadi orang yang setia kepada nuraninya. Aku juga tahu, masa kini yang dicari adalah orang-orang yang mau berkata”Ya”.Yang berkata “Tidak” akan disisihkan. [Pause] Memang sulit, Saenah.Tapi itulah hidup yang sebenarnya terjadi. Kecuali kalau kita mau melihat hidup ini indah di luar,bobrok di dalam.Itulah masalahnya. [Pause.Suasana itu menjadi hening sekali. Di kejauhan terdengar salak anjing berkepanjangan]
Dalam kutipan tersebut, terlihat sikap yang ditunjukkan oleh Jamil dalam menghadapi masyarakatnya itu. Jamil mencoba melatih dirinya untuk tidak menerima keaadaan yang tidak sesuai dengan nuraninya meskipun ia tahu bahwa orang yang tidak mau menerima akan disisihkan oleh masyarakatnya. Namun dalam hal ini Jamil telah menunjukkan sikapnya untuk menghadapi kekejaman yang terjadi di masyakat itu, karena ia ingin menjadikan hidup ini jauh dari kemunafikan. Dalam pergaulan hidup, kepaduan pendapat terkadang sangat diperlukan untuk menjaga keharmonisan hidup, namun yang dipilih Jamil adalah menolak keadaan yang tidak sesuai dengan nuraninya. Ini menggambarkan bahwa Jamil tidak hanya menonton kekejaman yang terjadi antara masyarakat dengan alamnya, namun mencoba menolak karena ia tidak ingin melakukan kekejaman dengan alamnya itu.
Gambaran masyarakat Klaulan, Lombok Selatan terlihat adanya kesenjangan antara masyarakatnya dan orang baru. Hal ini tergambar kekita Jamil yang mencoba untuk memperbaiki keadaan, namun ia malah disisihkan. Hal ini yang membuat Jamil seorang yang sangat idealis dalam cita-citanya untuk mencerdaskan anak bangsa di daerah pedalaman sempat mengalami ketertekanan. Padahal yang dilakukan Jamil yaitu ia hanya tidak ingin terpengaruh oleh sistem masyarakat yang ia nilai kurang beradap atau kurang baik. Dengan demikian ia akan tetap menjadi orang yang idealis dan itu yang membuat Saenah, sang istri mengaguminya. Semua hal itu berbeda saat ia berada di desa Klaulan, Lombok Selatan. Jamil yang dulunya idealis, ia merasa tidak dapat bertahan di desa tersebut. Ini dikarenakan desa ini sangat kejam terhadap dirinya.
Aku sama sekali tak menyalahkan kau.malah diam-diam menghargai kau, dan hal itu sudah sepantasnya.Aku tidak ingin kau tenggelam begitu saja dalam suatu masyarakat atau dalam suatu sistem yang jelek namun telah membudaya dalam masyarakat itu.Di mana pun kau berada.
            Selain itu, naskah ini diciptakan oleh Max Arifin pada tahun 1988 ini memiliki bahasan latar belakang keinginan seorang guru yang ingin memerangi kebodohan masyarakat di pulau terpencil. Itu semua juga berangkat dari latar belakang penulis yaitu Max Arifin yang lahir di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat di mana saat waktu itu kota ini masih tempat terpencil yang penghuninya masih sedikit, tetapi dia punya semangat yang luar biasa sehingga menjadikannya sukses di dunia sastra maupun teater. Dan di mana pada masa tahun 1977 pendidikan di Indonesia tidak terlalu berkembang apalagi di tempat-tempat terpencil, selain dari faktor sarana prasarana faktor ekonomilah yang juga menghambat pendidikan di Indonesia kurang berkembang apalagi daerah-daerah yang masih jarang diperhatikan oleh pemerintah pusat maupun perintah setempat.
Dalam naskah Badai Sepanjang Malam ini menceritakan sepasang suami istri yang hidup di suatu tempat terpencil yang bernama Klaulan, di mana daerah itu terletak di Lombok Selatan, Nusa Tenggara Barat. Kehidupan seorang guru muda yang memiliki penyesalan luar biasa setelah 1 tahun bertugas di daerah terpencil. Idealismenya yang tinggi dimakan oleh alam yang tidak bersahabat. Dari penggalan cerita diatas juga dapat dikaitkan dengan kehidupan Max Arifin dengan istrinya yang selalu senantiasa menemani Max Arifin.
Setelah melakukan penelusuran kita sampai pada penarikan suatu kesimpulan bahwa ada dua konflik yang terjadi pada tokoh Jamil, yakni pudarnya idealisme untuk memajukan masyarakat desa karena ia merasa tertekan oleh perlakuan masyarakatnya serta ketidaksesuaian prinsip Jamil yang menjungjung tinggi kejujuran pada hati nuraninya. Faktor pembentuk idealisme bisa berasal dari latar belakang seseorang, seperti pendidikan, nilai-nilai hidup, dan informasi yang diterima dari luar. Idealisme akan positif, jika nilai-nilai yang diserap merupakan hal positif pula. Idealisme yang dimiliki Jamil juga bersifat positif dan sangat terpuji. Ia lebih memilih meningkatkan kualitas SDM di desa dibanding bekerja di kota yang bekerja hanya untuk menjadi seorang guru teladan atau mendapat penganugrahan lainnya. Akan tetapi mereka tidak memikirkan para siswa yang tinggal di desa yang sesungguhnya sangat membutuhkan mereka.
Sayangnya idealisme itu sedikit memudar akibat kebosanannya pada suasana sunyi desa yang tak seramai kota. Selain itu juga tokoh Jamil merasa sangat tertekan oleh perlakuan masyarakat yang menyoroti segala aspek kehidupannya. Bukan hanya itu, masyarakat desa juga terlalu bergantung padanya sehingga membuatnya semakin tertekan. Memang hal itu merupakan salah satu konsekuensi tinggal di desa bahkan sampai pada saat ini. Masyarakat desa selalu menganggap seorang guru itu ahli dalam segala bidang sehingga mereka selalu bergantung padanya. Tokoh Jamil memang menyadari hal tersebut adalah konsekuensinya tinggal di desa tetapi tetap saja ia merasa tertekan diperlakukan oleh masyarakatnya.
Pada saat-saat seperti itu, peranan seorang istri sangatlah diperlukan untuk membangkitkan idealisme suami. Saenah (istri Jamil) akhirnya bisa membangkitkan kembali idealisme suaminya dengan cara mengingatkan kembali saat pertama kali ia diajak pindah oleh Jamil, pemutaran kembali rekaman pidato kepala desa serta pengutipan kata-kata Leon Uris pengarang favoritnya.
Selain itu, konflik yang dialami oleh Jamil yaitu adanya ketidaksesuaian antara prinsip yang dipegang Jamil dengan masyarakatnya. Tokoh Jamil sangat menjungjung tinggi kejujuran akan hati nuraninya sehingga ia sering sekali mengatakan tidak pada apapun yang tidak sesuai dengan hati nuraninya. Namun kemudian ia merasakan frustrasi yang tiba-tiba muncul sebagai dampak dari ketidakberhasilan dalam mendapatkan kondisi ideal. Kefrustasian itulah yang menimpa tokoh Jamil, ia tidak bisa menyeimbangkan idealismenya dengan realitas yang ada (dalam hal ini masyarakat) sehingga tokoh Jamil mengalami persinggungan dengan masyarakat atau seperti yang Saenah katakan bahwa Jamil tidak memahami masyarakatnya sendiri dan tidak bisa bergaul akrab dengan masyarakatnya. Yang pada akhirnya dia akan merasa tertekan berada di lingkungan masyarakat yang terlalu bergantung kepadanya.
Dengan demikian, naskah drama tersebut diduga merupakan pengalaman terhadap kehidupan masyarakat Klaulan yang kemudian pengarang sarikan dalam  tulisannya yang berbentuk naskah drama tersebut. Dalam penggambarannya, pengarang menciptakan suasana yang mudah ditelusuri oleh pembaca. Seperti yang ada pada uraian-uraian di atas, kehidupan sosial yang tergambar dalam naskah drama tersebut merupakan gambaran tentang sosial”  masyarakat pedesaan dengan budaya yang senantiasa melekat pada setiap anggotanya. Adapun gambaran sosial yang ada dalam naskah drama tersebut, yaitu di mana hubungannya dengan alam, hubungannya antara dirinya dengan dirinya sendiri,dan hubungan dirinya dengan masyarakat dan pendidikan. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut:
Saenah: [Membaca] “Sudah setahun aku bertugas di Klaulan. Suatu tempat yang terpacak tegak seperti karang di tengah lautan, sejak desa ini tertera dalam peta bumi. Dari jauh dia angker, tidak bersahabat: panas dan debu melecut tubuh. Ia kering kerontang, gersang. Apakah aku akan menjadi bagian dari alam yang tidak bersahabat ini?”
Jamil : “Apakah masih harus kukatakan bahwa aku telah berusaha berbuat jujur dalam semua tindakanku?Kau menyalahkan aku karena aku terlalu banyak bilang”Tidak” dalam setiap dialog dengan sekitarku.Tapi itulah hatiku yang ikhlas untuk ikut gerak langkah masyarakatku.Tidak,Saenah.Mental masyarakat seperti katamu itu tidak terbatas di desa saja, tapi juga berada di kota”.

Naskah drama yang mencerminkan kehidupan masyarakat Klaulan ini merupakan naskah drama yang bisa dibilang bagus. Hal ini karena dalam naskah tersebut, gambaran masyarakatnya begitu nyata dan membawa kita untuk ikut berpetualang dalam kehidupan masyarakatnya. Masyarakat yang mengandung hubungan sosial ini tergambar dari dialog tokoh-tokonya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar