Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

TRAGEDI CINTA MADEKUR DAN TARKENI DI ANTARA DUNIA COPET DAN KUPU-KUPU MALAM



TRAGEDI CINTA MADEKUR DAN TARKENI DI ANTARA DUNIA COPET DAN KUPU-KUPU MALAM
Oleh: Silka Yuanti Draditaswari


Madekur dan Tarkeni merupakan naskah drama buah karya Arifin C. Noer. Madekur dan Tarkeni ini terdapat dalam buku kumpulan naskah drama Orkes Madun yang diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Firdaus bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI. Naskah ini adalah bagian dari pentalogi Orkes Madun. Madekur dan Tarkeni sendiri merupakan bagian pertama. Bagian kedua adalah Umang-umang, bagian ketiga adalah Ozone, sedangkan bagian keempat adalah Sandek; Pemuda Pekerja. Bagian kelima akan berjudul Magma. Sayangnya, Magma tidak dapat terealisasikan karena Arifin C. Noer meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 1995. Pentalogi ini merupakan karya terakhir dari Arifin C. Noer. Oleh karena itu, lakon ini menjadi legenda tersendiri bagi dunia naskah drama Indonesia karena keberadaannya yang menjadi lakon terakhir dari seorang sastrawan. Selain itu, naskah drama ini berbentuk pentalogi, dimana bentuk naskah drama seperti ini belum ditemukan di dunia sastra Indonesia.

Keempat naskah ini memiliki keterkaitan yang tidak urut. Madekur dan Tarkeni berhubungan dengan Sandek; Pemuda Pekerja, sedangkan Umang-umang berhubungan dengan Ozone. Tokoh-tokoh utama dari keempat naskah ini adalah Madekur, Tarkeni, dan Waska. Madekur dan Tarkeni adalah dua tokoh utama dari naskah Madekur dan Tarkeni serta Sandek; Pemuda Pekerja, sedangkan Waska adalah tokoh utama dari Umang-umang dan Ozone. Hubungan antara naskah Madekur dan Tarkeni dengan naskah Sandek; Pemuda Pekerja adalah inti cerita yang disampaikan sama, yaitu tentang ironi kehidupan kota Metropolitan.

Naskah Lakon Orkes Madun 1 ini memiliki pusat cerita pada kisah cinta buta Madekur dan Tarkeni yang terhalang oleh kedua orang tua mereka karena pekerjaan dan permusuhan keluarga mereka masing-masing. Madekur adalah lelaki yang bekerja sebagai pencopet di Jakarta, sedangkan Tarkeni adalah wanita yang bekerja sebagai “kupu-kupu malam”. Walaupun Madekur sehari-harinya merampok barang orang lain dan Tarkeni sehari-harinya tidur dengan pria yang berbeda-beda, mereka berdua dilanda cinta dan kasih sayang yang tak terbatas. Namun, rasa bahagia yang mereka rasakan berbeda dengan apa yang dirasakan oleh kedua orang tua mereka masing-masing. Orang tua mereka justru menentang hubungan itu dengan pertimbangan pekerjaan Madekur dan Tarkeni yang mereka ketahui haram.

Hal lain yang mengejutkan adalah kedua orangtua ini tidak mengetahui bahwa anak mereka sendiri melakukan pekerjaan yang tidak halal. Selama ini yang diketahui kedua orangtua Madekur dan Tarkeni bahwa anaknya masing-masing bekerja sebagai gubernur. Karenanya, terjadi kesalahpahaman dan kerumitan yang menggunung dalam kisah cinta Madekur dan Tarkeni. Mereka menganggap Madekur tidak pantas berhubungan dengan wanita yang derajatnya lebih rendah. Begitu pula sebaliknya dengan orangtua Tarkeni yang tidak mengetahui bahwa anaknya melakukan pekerjaan yang tidak halal pula. Mereka tidak mau anaknya menikah dengan Madekur yang mereka ketahui pekerjaannya sebagai pencopet.

Madekur dan Tarkeni sendiri tidak bisa jujur kepada orang tuanya karena ia tidak ingin mengecewakan mereka berdua. Selain itu, mereka tidak ingin ditinggalkan oleh kemakmuran dari hasil pekerjaan mereka masing-masing. Di sinilah tragedi cinta Madekur dan Tarkeni tumbuh di antara dunia haramnya, pencopet dan pelacur. Bak kisah cinta Romeo dan Juliet, cinta mereka terus tumbuh di antara duri-duri yang mengelilinginya. Apakah kelak duri-duri itu akan membunuh mereka? Apakah Madekur dan Tarkeni akan bernasib sama seperi Romeo dan Juliet? Bagi yang telah membaca naskah ini, pastilah tahu bagaimana akhir dari konflik cinta Madekur dan Tarkeni ini. Jika begitu, bagaimana tragedi cinta Madekur dan Tarkeni itu sendiri? Sebelum pertanyaan ini terjawab, ijinkan saya memberikan ringkasan babak demi babak dalam naskah ini.

Naskah Madekur dan Tarkeni memiliki 4 babak. Babak pertama dituliskan sebagai berikut

MEREKA SEMUA MENYANYIKAN LAGU KEBANGSAAN. SAYA TIDAK TAHU APAKAH MEREKA KHUSUK TIDAK DALAM MENYANYIKANNYA

Di babak ini diterangkan bahwa terdapat segerombolan warga yang sedang menyanyikan sebuah lagu kebangsaan. Namun, kebanggaan dan kekhusukan yang seharusnya muncul ketika menyanyikan lagu kebangsaan itu tidak muncul atau tidak terlihat. Pada babak ini, pembaca belum bisa menangkap cerita apa yang hendak disampaikan dari naskah drama Madekur dan Tarkeni ini. Namun, pembaca mampu menangkap dua kata khusus yang dapat menjadi kunci pembantu untuk membaca babak berikutnya. Dua kata itu adalah lagu kebangsaan dan khusuk. Dua kata ini menjadi penarik khusus sehingga menimbulkan beberapa pertanyaan bagi pembaca. Pertanyaan pertama adalah apa yang dimaksud dengan lagu kebangsaan dalam naskah ini? Apa yang dimaksud dengan kondisi khusuk itu sendiri? Siapa mereka? Mengapa mereka tidak bernyanyi dengan khusuk?

Pada babak kedua menjelaskan “mereka” dan “nyanyian” dari babak pertama itu. “Mereka” adalah sekelompok orang-orang cacat maupun jiwa yang sedang bernyanyi, mengharapkan penderitaan mereka hilang. Mereka didorong oleh para badut untuk menyanyikan doa-doa mereka dan mereka percaya akan majurnya doa-doa yang dinyanyikan. Mereka yang menderita atau sengsara ini dinarasikan dengan tokoh-tokoh yang pincang. Nyanyian ini dipimpin oleh Badut Pertama dan Badut-badut lainnya. Berikut ini adalah kutipannya

SERENTAK SEMUANYA MENGACUNGKAN TANGAN, KECUALI YANG BUNTUNG TADI TENTU DAN SEORANG PEREMPUAN YANG TULI DAN BISU (BARU KEMUDIAN TIRU-TIRU). SI BUNTUNG TAMPAK BETAPA IA MENDERITA LANTARAN TIDAK MAMPU MENYATAKAN IHWAL DERITANYA. KELIHATAN IA MAU PROTES, TAPI KETIKA INGAT AKAN ‘LANGIT ITU’ IA KEMUDIAN HANYA LANGAK-LONGOK GERAK SETENGAH MENANGIS , SEMENTARA SI BISU SESEKALI MEMPERHATIKAN TERSENYUM (SEBELUMNYA IA JUGA MENDERITA KETIKA ORANG-ORANG MENERIAKKAN SUARANYA) AKHIRNYA SI BUNTUNG NGGAK TAHAN DAN BICARALAH HATI-HATI KEPADA ORANG DI DEKATNYA



SI BUNTUNG

Saya lara



ORANG YANG DI DEKATNYA CUMA MENGISYARATKAN AGAR MENGACUNGKAN TANGAN. DAN SI BUNTUNG  MENGGELENGKAN KEPALA. LALU ORANG ITU TIDAK MAU AMBIL PEDULI DAN KEMBALI MEMBANGGAKAN ACUNGAN TANGANNYA



SI BUNTUNG (berteriak)

Saya lara! Saya lara!



(SEMUA ORANG MENGHUS DAN IA SETENGAH MENANGIS BERTERIAK TANPA SUARA ‘SAYA LARA’)



BADUT PERTAMA

Acungkan tangan saja, gampang dan tertib.



SI BUNTUNG (Hati-hati dan lembut sekali. Tertahan)

Saya tidak bisa.



BADUT PERTAMA

Ya, bodohnya.



SI BUNTUNG

Saya bunting



BADUT PERTAMA

Yang kanan?



SI BUNTUNG

Dua-duanya



BADUT PERTAMA

Apa sebab demikian lengkap? Kecelakaan?



SI BUNTUNG

Kecelakaan alam



SEMUA ORANG MEMBELALAKAN MATANYA KARENA HERAN KEPADA LELAKI ITU



SI BUNTUNG

Ketika lahir saya sudah begini. Pernah dan keinginan untuk menanyakan hal brengsek ini kepada orang tua saya, tapi keinginan itu hanya tinggal keinginan sebab sampai sekarang saya tidak tahu siapa orang tua saya. Tapi seseorang kemudian saya temui yang ternyata Ibu saya. Ibu saya bilang “nggak tahu ya, tahu-tahu begitu”



BADUT PERTAMA

Bagaimana dengan kaki?



SI BUNTUNG

Alhamdulillah, lengkap.



BADUT PERTAMA (Memberi isyarat dengan mengangkat megapon dan seketika semua diam, lalu ia bicara bisa)

Tetap tenang dan tertib. Sekarang acungkan tangan setinggi-tingginya bagi kalian yang berhati paling lara – biar Tuhan tahu.



SERENTAK MEREKA MENGACUNGKAN TANGAN SETINGGI-TINGGINYA, DAN SEPERTI BISAA KEMUDIAN MEREKA SALNG ATAS MENGATASI. SEMENTARA ITU SI BUNTUNG TADI MENANGIS SEPI SENDIRIAN. ADA SEKALI IA MENCOBA DENGAN MELONJAK-LONJAKKAN BADANNYA, MELOMPAT-LOMPAT TAPI KEMUDIAN PUTUS ASA DAN SEMENTARA DENGAN SIKAP LUMAYAN SESEORANG YANG BERTUBUH PENDEK KUNTET MEMPERHATIKANNYA

Babak 2 menceritakan sikap manusia terhadap kesengsaraan yang diberikan Tuhan kepada mereka. Banyaknya kesengsaraan itu membuat mereka menyanyikan doa-doa untuk menyelamatkan diri mereka masing-masing. Namun, seperti yang diceritakan pada babak 1, manusia-manusia yang cacat jiwa dan raga itu bernyanyi dengan tidak khusuk. Ini berarti mereka tidak menerima kesengsaraan itu sebagai sebuah loncatan menuju anugerah Tuhan. Mereka hanya berpikir bahwa kesengsaraan merupakan hal terburuk, kesialan yang harus mereka buang, dan tidak pantas mereka dapatkan. Karena nafsu yang negatif itulah mereka terkesan terpaksa untuk menyanyikan doa-doa. Hal ini yang membuat nyanyian itu tidak terlihat khusuk.

Dalam babak dua ini diceritakan bahwa manusia memiliki sifat malas untuk berdoa juga. Kemalasan ini muncul ketika mereka mencapai titik jenuh untuk berdoa karena tidak ada tanda perubahan positif dari kesengsaraan mereka.  Manusia juga digambarkan sebagai makhluk hidup yang mempunyai rasa tidak terima dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Tuhan. Dalam naskah Madekur dan Tarkeni ini, manusia cacat raga dan jiwa itu tidak terima ketika orang yang lebih cacat dari mereka terkabulkan doanya atau mendapatkan simpati lebih. Di babak kedua ini, pembaca dikenalkan dengan sisi lain manusia yang tidak terima dengan kesengsaraan. Lebihnya lagi, pembaca lebih dibawa untuk mengenal karakter mereka masing-masing, mencoba untuk memahami sisi buruk manusia yang sulit menerima kesengsaraan dan mengeluh karena kesengsaraan itu.

Pada babak ketiga, muncullah beberapa nabi yang selama ini menjadi panutan kelompok orang itu. Mereka muncul ke dalam cerita dengan menyanyikan Orkes Madun Pertama. Para Nabi ini diagungkan oleh Badut Pertama. Para Nabi ini juga terbiasa untuk memberikan pencerahan baru bagi manusia cacat itu dengan menyanyikan lagu-lagu doa dari album yang mereka miliki. Namun, saai itu para Nabi tidak bisa bernyanyi karena mereka belum memiliki lagu-lagu dan album terbaru. Oleh karena itu, mereka belum siap untuk melakukan pertunjukan nyanyi. Berikut kutipannya

BADUT PERTAMA

Adalah kesempatan yang mulia sekali bahwa malam ini kita ketamuan tamu-tamu yang mulia. Dan lebih dari itu tentu kita akan sempat pula menikmati lagu-lagu terbaru dan album-album baru beliau-beliau.



(Semua orang bertepuk)



NABI PERTAMA

Maafkan, maafkan kami karena kami tidak mempunyai album baru, tapi kami berjanji akan bernyanyi dan menghibur kalian. Dan sebaliknya kamipun akan dengan senang menyaksikan pertunjukan kalian.



(semua bersorak dan bersuit)

Di saat perkenalan tokoh nabi-nabi tersebut timbul kebingungan yang sedikit muncul di benak pembaca. Pembaca masih belum jelas mengenai identitas dari para nabi itu sendiri. Siapa para nabi itu sebenarnya? Namun, pembaca dapat mengetahui dua hal mengenai para nabi dari babak kedua. Pertama, para nabi itu merupakan kelompok yang diagungkan oleh manusia cacat. Kedua, para nabi tidak siap untuk memberikan pertunjukan orkes pertamanya. Kemudian, kembali timbul pertanyaan dari pembaca, apa pengaruh orkes pertama itu dengan orkes kedua? Kebingungan inilah yang membuat pembaca harus membaca cerita berikutnya dengan teliti dan cermat.

Babak ketiga ini mengantarkan pembaca menuju babak keempat, dimana inti cerita dari Madekur dan Tarkeni akan dimulai. Motivasi yang ditunjukkan oleh pelaku (Badut Pertama) untuk mengganti pertunjukan Orkes Madun 1 dengan Orkes Madun 2 karena para Nabi belum memiliki album baru sehingga mereka belum siap untuk memberikan pertunjukan orkes 1. Karena ketidaksiapan orkes pertama ini, Badut Pertama menyuguhkan rombongan orkes kedua yang terdiri dari seniman-seniman. Orkes inilah yang dinamakan Orkes Madekur dan Tarkeni.

Orkes Madekur dan Tarkeni dimulai pada babak keempat. Babak keempat sendiri terdiri dari 10 adegan. Pada babak keempat ini dibuka dengan orkes yang menyanyikan lagu Madekur dan Tarkeni. Berikut lagunya

Ada seorang pemuda /Madekur namanya

Asal dari desa / tinggal dan cari nafkah / di Jakarta

Sebagai normalnya orang Jakarta / bagus dandanannya

Cacat muka tidak / tampan tidak / sedeng namanya



Ada seorang pemudi / Tarkeni namanya

Asal dari desa / tinggal dan cari nafkah / di Jakarta

Sebagai normalnya orang Jakarta / bagus dandanannya

Cacat muka tidak / cantik tidak / sedeng namanya



Madekur dan tarkeni / bertemu di atas ranjang

Ketika sama bergoyang / mereka sama melayang

Kala menyusup dalam tamasya syahwat di khayangan

Terbitik oleh Madekur / suatu pikiran



Apa itu?



Nanti dulu



Tidak semua orang Jakarta / punya pekerjaan

Tapi Madekur / lelaki cekat / dan punya martabat

Ia punya pekerjaan tetap / yang sangat berat

Memang madekur / lelaki rajin / dan keras kemauan



Tidak semua orang Jakarta / punya pekerjaan

Tapi Madekur/ perempuan cekat / dan punya martabat

Ia punya pekerjaan tetap / yang sangat berat

Memang madekur / perempuan rajin / dan keras kemauan



Dua-dua sama rajin / sama cekat

Dua-dua berpeluk di ranjang sangat erat

Bulan kolokan di celah genteng

Lakon bermula di bawah genteng

Nyanyian ini sekaligus memperkenalkan Madekur dan Tarkeni, dua tokoh utama yang diceritakan sebagai pasangan kekasih. Diceritakan pula bahwa Madekur dan Tarkeni memiliki pekerjaan masing-masing, namun belum dijelaskan apa pekerjaan yang mereka miliki itu.

Pada adegan kedua, pembaca dapat mengetahui bahwa Tarkeni menggeluti pekerjaan “kupu-kupu malam”. Melalui pekerjaan Tarkeni inilah Madekur bertemun dan jatuh cinta dengan Tarkeni. Kecantikan Tarkeni ini membuat Madekur ingin menikahinya. Sayangnya, keinginan Madekur itu ditolak oleh Tarkeni. Keinginan Madekur untuk menikahi Tarkeni merupakan pengenalan konflik cerita dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni ini.

Pada adegan ketiga dalam babak keempat ini berisi narasi berupa nyanyian Orkes Madekur dan Tarkeni yang lain. Ketika membaca babak keempat ini, pembaca akhirnya mengetahui jenis pekerjaan yang digeluti oleh Madekur. Berikut akan saya kutipkan dialog yang menjelaskan hal tersebut

Madekur seorang pencopet

Lantaran di Jakarta ia tergencet

Bulan dari Jatibarang yang ia kepit

Dapat diketahui bahwa Madekur adalah seorang pencopet. Selain itu, pembaca juga dapat mengetahui riwayat Madekur sebelum memperoleh pekerjaan pencopet ini. Berikut kutipannya

Bersama kertas ijazah di ketiaknya

Lusuh dan kehilangan cahaya

Dilemparkannya di kali Ciliwung

Bulan itu mengapung-apung bersama tahi

Dan kertas-kertas rencana Negara yang terbengkalai

Dan diiringi kwitansi-kwitansi yang dipalsukan

Pegawai negeri



Di tepi kali Malang

Matahari yang pijar berkaca-kaca

Dengan susah payah

Sambil menyumpah

Madekur menjambak rambut matahari

Dan kemudian menyertnya kemana-mana

Pembaca dapat memahami bahwa Madekur adalah seorang lulusan terpelajar yang menganggur. Kata-kata kunci yang menunjuk pada hal tersebut adalah kertas ijazah, kehilangan cahaya, dan menjambak rambut matahari. Frasa kertas ijazah berarti ijazah kelulusan sekolah yang didapat. Kehilangan cahaya dan menjambak rambut matahari berarti Madekur telah kehilangan harapan yang besar. Cahaya berarti sebuah jalan terang, sedangkan matahari berarti harapan yang ia miliki. Madekur kehilangan itu semua. Untuk bertahan hidup demi keluarga dan dirinya sendiri, maka ia melakukan pekerjaan dengan penghasilan tinggi, walaupun pekerjaan itu haram, yaitu mencopet. Di adegan ketiga ini juga dijelaskan latar belakang Tarkeni yang menjadi pelacur. Berikut kutipannya

Adapun Tarkeni seorang pelacur

Lantaran di Jakarta tak mau dikubur

Bulan dari jatibarang yang ia bawa

Bersama kertas ijazah dalam kertas plastiknya

Lusuh dan kehilangan cahaya

Bulan itu mengapung-apung bersama tahi

Dan kertas-kertas rencana Negara yang terbengkalai

Dan diiringi kwitansi-kwitansi yang dipalsukan

Pegawai negeri



Di tepi kali Malang

Matahari yang pijar berkaca-kaca

Dengan susah payah

Sambil menyumpah

Madekur menjambak rambut matahari

Dan kemudian menyertnya kemana-mana

Pada adegan keempat dalam babak keempat ini pengenalan konflik melebar ke kedua orangtua Madekur dan Tarkeni yang tidak menyetujui hubungan mereka berdua. Alasan tidak disetujuinya hubungan mereka berdua adalah pekerjaan mereka yang tidak halal. Kedua belah pihak orang tua mengetahui hal ini sehingga mereka tidak bisa menerima kedekatan Madekur dan Tarkeni. Seperti yang telah dijelaskan pada pembukaan esai ini, kedua orangtua Madekur dan Tarkeni tidak mengetahui pekerjaan anak mereka masing-masing. Mereka tidak memiliki pikiran jika kedua anak mereka melakukan pekerjaan yang tidak halal. Hal ini dikarenakan ketika kedua Madekur dan Tarkeni pulang kampung, mereka selalu membawa penghasilan yang sangat besar. Dengan penghasilan yang besar inilah kedua orangtua mereka percaya bahwa Madekur dan Tarkeni telah menjadi orang yang sukses di kota Jakarta sana. Karena ketidaktahuan orangtua Madekur/Tarkeni terhadap pekerjaan anak mereka masing-masing, mereka menganggap bahwa anak mereka adalah orang sukses yang tidak boleh menikah dengan Madekur/Tarkeni yang mereka tahu memiliki pekerjaan tidak halal.

Pada adegan kelima babak keempat ini menceritakan kegelisahan ibu dari Madekur dan Tarkeni. Mereka sangat menyayangi anak mereka masing-masing. Ini berarti ibu Madekur dan Tarkeni memiliki pendapat yang berbeda dengan suami masing-masing. Konflik semakin meluas ketika ibu Madekur dan Tarkeni menceritakan sejarah keluarga mereka yang saling bermusuhan karena berbagai macam desas-desus yang tidak jelas kabarnya.

Pada adegan keenam babak keempat ini menceritakan ayah Madekur dan Tarkeni yang memberikan ultimatum kepada anaknya. Ultimatum itu adalah sebagai berikut

MAD & TAR

Saya menunggu ultimatum itu, pak



AYAH & AYAH

Bagus. Dengan ultimatum ini saya hanya akan menyederhanakan dan mempersingkat perdebatan yang nonsense ini. Begini, kalau kamu tetap pada niatmu kawin dengan pelacur/pencopet itu saya hanya minta agar hubungan kita sebagai anak dan bapak putus.

Ultimatum ini diberikan kepada Madekur dan Tarkeni yang mencoba melawan kehendak ayah mereka masing-masing. Cerita ini dilanjutkan ke adegan ketujuh dimana Madekur dan Tarkeni mendiskusikan ultimatum yang diberikan oleh ayah mereka masing-masing. Dalam adegan ketujuh ini, pembaca belum bisa menyimpulan apa keputusan yang hendak diambil oleh Madekur dan Tarkeni. Memang terdapat beberapa dialog yang dapat mengindikasikan bahwa mereka tetap dengan pendirian mereka untuk saling mencintai. Berikut kutipannya

TARKENI

Kamu sendiri bagaimana?



MADEKUR

Buat saya sangat gampang membenci orang tua saya karena mereka tidak pernah memperhatikan saya kecuali setelah mereka ditinggalkan saudara-saudara saya yang lainnya, dan saya menunjang biaya rumah tangganya secara tetap.



TARKENI

Kamu pahit sekali



MADEKUR

Saya kira bukan pahit, enteng. Seperti hidup ini memperlakukan kita.



TARKENI

Enteng.



MADEKUR

Enteng.



TARKENI

Saya sudah putuskan



MADEKUR

Bagus.



TARKENI

Enteng.



MADEKUR

Enteng.

Madekur mengatakan bahwa ia sangat gampang untuk membenci orang tua. Kegampangan itu berarti tidak ada beratnya atau enteng. Madekur menyamakan keentangan ini dengan Madekur dan Tarkeni yang dientengkan oleh kehidupan. Maksud dari pernyataan Madekur ini adalah mereka berdua dientengkan karena selama ini pekerjaan haram yang dikerjakan itu memberikan mereka penghasilan banyak dan kebahagiaan yang berlimpah. Sehingga mereka tetap hidup dengan baik, tidak berat. Mendengar itu, Tarkeni menjawabnya dengan “enteng” pula.

Pada adegan kedelapan babak keempat ini pembaca dapat menemukan dengan jelas jawaban yang pasti mengenai keputusan Madekur dan Tarkeni terhadap ultilmatum yang diberikan ayah mereka. Tragedi cinta Madekur dan Tarkeni ini menjadi memuncak karena Madekur dan Tarkeni melawan kehendak ayahnya. Namun, keputusan Madekur dan Tarkeni ini membuat keduanya orangtuanya sadar bahwa mereka tidak bisa hidup berkecukupan lagi, karena Madekur dan Tarkeni tidak akan membagi penghasilannya kepada orangtua mereka. Karena itulah kedua orangtua mereka merayu Madekur dan Tarkeni kembali untuk menjadi anaknya kembali. Namun, mereka menolah hingga akhirnya Madekur dan Tarkeni mengaku pekerjaan mereka masing-masing sebagai pencopet dan pelacur. Tidak disangka-sangka kedua orangtua mereka malah tidak percaya dan menyuruh mereka untuk berbohong agar terlihat seperti fitnah. Mendengar itu, akhirnya Madekur dan Tarkeni terpaksa berbohong lagi supaya kedua orangtua mereka bahagia. Madekur kembali dengan kebohongan biasanya, mengaku dirinya adalah seorang gubernur. Tragedi ini menjadi semakin rumit karena tercipta kebohongan kembali mengenai pekerjaan Madekur dan Tarkeni.

Cerita dilanjutkan pada adegan kesembilan babak keempat ini menceritakan hari penentuan acara perkawinan Madekur dan Tarkeni. Pada adegan ini pembaca dapat mengerti lanjutan cerita dari adegan kedelapan ini. Kelanjutan cerita ini adalah hubungan Madekur dan Tarkeni disetujui oleh kedua orangtuanya hingga akhirnya mereka menikah. Berikutnya adalah adegan kesepuluh babak keempat. Adegan ini merupakan adegan terakhir di mana puncak dan penyelesaian dari konflik cinta Madekur dan Tarkeni diceritakan. Konflik mulai mereda ketika kehidupan yang dijalani oleh Madekur dan Tarkeni tidak berjalan sesuai dengan apa yang mereka bayangkan. Pekerjaan yang mereka tekuni tidak membuat mereka bahagia, namun malah membuat mereka menjadi lebih sengsara. Cinta Madekur dan Tarkeni juga menjadi pudar karena penyakit siplis yang dimiliki Tarkeni. Selain itu, mereka juga tidak bersyukur dengan kehidupan yang dimiliki. Hal ini disampaikan oleh tokoh ibu yang sifatnya menjadi penetral di naskah ini.

Tragedi cinta Madekur dan Tarkeni ini berakhir ketika mereka berdua telah capek dengan kesengsaraan hidup yang mereka miliki. Kesengsaraan itu berupa penyakit yang mereka derita, pekerjaan yang menyekik mereka, dan merasa tidak adanya kasih sayang yang mengelilingi mereka. Namun, tokoh Ibu tetap mencintai mereka dengan setulus hati walaupun mereka telah menjadi anak yang tidak baik. Berikut kutipannya

Para penonton yang berbahagia – semoga. Amien.

Bertahun-tahun lamanya Ibu Madekur mengembara sebagai pengemis di jalan-jalan Jakarta, mencari dan mencari Madekur dan Tarkeni. Tidak seorang pun tahu. Tidak seorang pun yang tahu. Dan pada suatu dini hari di bawah jembatan Semanggi perempuan tua itu, yang sedang kedinginan dalam tidur sepinya dibangunkan oleh seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan – sepasang kuda putih. Kedua anak kecil itu membisikan di telinganya bahwa Madekur dan Tarkeni telah wafat. Mendnegar itu, Ibu Madekur bangkit dan kedua anak itu kemudian gaib menjelma dua titik embun.



Begitulah perempuan tua itu kembali mengembara dan mengembara dan kali ini bermaksud menziarahi kuburan anak-anaknya; Madekur dan Tarkeni. Tapi tidak seorang pun tahu. Tidak seorang pun yang tahu. Dan pada suatu senja di sebuah tong sampah perempuan tua itu mengais-ngais, tapi tong itu kosong.  Tong itu kosong. Tapi ibu it terus mengais dan mengais, lantaran percaya di bawah tong itulah pasti Madekur dan Tarkeni terkubur. Dan benar, perempuan itu menemukan Madekur dan Tarkeni yang sedang nyenyak tidur berpelukan. Dipandanginya anak-anak itu, diciuminya anak-anak itu, direstuinya anak-anak itu. Dan seketika Madekur dan Tarkeni gaib menjelma dua lembar daun kering yang siap menjadi debu.



Para penonton yang bahagia – semoga, Amin.

Kemudian ibu itu berbisik pada daun-daun kering itu

“Bagaimana pun kalian adalah putra-putra ku yang terbesar bagiku….”

Naskah Madekur dan Tarkeni ini sarat akan kritik sosial terhadap kehidupan metropilitan di Jakarta. Kehidupan metropolitan ini mengarah pada gencarnya hawa nafsu mengalahkan segala hal. Entah hawa nafsu terhadap materi, terhadap kepuasan raga, maupun lainnya. Babak pertama hingga babak kedua menjadi pembuka yang jelas sekali untuk menyampaikan keserakahan manusia yang haus akan segala keinginan masing-masing. Orang-orang pincang yang tidak khusyuk bernyanyi mencerminkan sisi buruk manusia yang tidak pernah bersyukur kepada Tuhan.

Kritik inilah yang dibungkus dengan apik oleh Arifin C. Noer dalam tragedi cinta Madeur dan Tarkeni. Madekur dan Tarkeni merupakan gambaran manusia yang melakukan segala cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Madekur dan Tarkeni sama seperti orang lain yang telah menjejaki sekolah sehingga dapat lulus, lalu mendapatkan ijazah. Sayangnya ijazah itu belum bisa memberikan kelancaran pada mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Di sinilah kekuatan manusia diuji. Apakah mereka mau untuk meminta dan percaya kepada Tuhan sehingga mereka tidak letih untuk berusaha dan berdoa, atau mereka telah putus asa dengan sikap dunia sehingga mereka menginginkan segala hal dengan cepat tanpa berusaha dan berdoa dulu? Sepertinya Madekur dan Tarkeni memilih jalan kedua. Madekur memilih bekerja sebagai pencopet, pekerjaan yang instan dan menghasilkan uang banyak. Tarkeni memiliki bekerja sebagai pelacur, pekerjaan yang instan dan menghasilkan uang yang banyak pula.

Tragedi kehidupan yang telah mereka pilih membuat mereka bertemu di suatu tempat pelacuran. Mereka bertemu ketika Madekur dilayani oleh Tarkeni. Di sinilah pesona Tarkeni mulai menarik dunia Madekur sehingga ia hendak menyunting Tarkeni menjadi istrinya. Dengan berbagai rayuan, Tarkeni menerima lamaran Madekur itu. Di sinilah tragedi cinta mereka dimulai. Tragedi semakin membesar ketika mereka bertemu orang tua dan setelah menikah. Mereka menginginkan cinta mereka bersatu. Mereka rela berbohong kepada orangtua perihal pekerjaan haram masing-masing keutuhan cerita mereka. Terlebih lagi, rahasia ini tertutup rapi hingga ajal menjemput mereka.

Ya. Madekur dan Tarkeni mati terbunuh oleh hawa nafsu mereka sendiri, oleh pekerjaan mereka sendiri. Madekur telah tua dan tak mampu mencopet lagi. Madekur juga tidak memiliki inventaris atau apapun untuk kehidupan tuanya. Begitu pula dengan Tarkeni. Ia tidak menjadi ‘gadis nomor satu’ lagi di dunia pelacuran. Tarkeni terkena penyakit siplis dan sebagainya. Ia telah berubah menjadi Tarkeni yang busuk dan tidak cantik lagi. Namun, kekuatan cinta mereka tidak kunjung padam, hingga kematian menjemput mereka berdua.

Arifin mampu mengajak pembaca untuk menengok tragedi kehidupan yang dimulai dengan keputusan yang salah. Dalam hal ini, pekerjaan haram yang menghasilkan penghasilan berlimpah bukanlah pilihan yang tepat untuk menuntaskan segala kekecewaan dan harapan. Justru ketabahan dalam berdoa dan berusaha, dalam kondisi apapun, merupakan proses terindah menuju hasil terbaik. Madekur dan Tarkeni menceritakan itu semua penuh kegetiran, sehingga pembaca terenyuh dan miris melihat tragedi cinta tersebut. Patutlah bila kata ‘brilian’ diberikan pada naskah drama Madekur dan Tarkeni ini karena ‘kecanggihannya’ membungkus salah satu ironi kehidupan dengan tragedi cinta yang mengenaskan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar