Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Estetika Persajakan Sihir Hujan, Sapardi Djoko Damono



Estetika Persajakan Sihir Hujan,
 Sapardi Djoko Damono
Oleh: Muliyawati

            Dalam hidup, bahasa menjadi sangat penting. Bahasa adalah salah satu bentuk ekspresi diri yang bisa diutarakan secara tersirat maupun tersurat. Lewat bahasa, manusia belajar memaknai setiap gerak diri, lingkungan, dan alam. Bahasa memberi sebuah ruang khusus dimana gairah seni muncul dan berkembang. Gairah seni itu penulis golongkan dalam wadah cantik yang bernama sastra. Bukan bermaksud mengkotak-kotakkan antara bahasa, seni, dan sastra, namun penulis ingin mengajak pembaca melihat dan menilai keseluruhan dan hubungan dari ketiganya.
            Bahasa lahir untuk menciptakan seni dan seni ada sebagai pondasi dari sastra. Ketiganya adalah kombinasi yang sempurna dari peradaban manusia. Perlu diingat bahwa sastra tidak pernah lahir dari ruang yang kosong. Sastra adalah cermin dari masyarakat karena objek karya sastra adalah hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan dirinya sendiri membuat dinamika sastra selalu berubah-ubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
            Setiap orang mempunyai kepekaan terhadap seni dan keindahan yang berbeda-beda. Kepekaan ini sangat penting untuk menilai suatu karya sastra. Kepekaan inilah yang biasa disebut dengan estetika. Estetika mempunyai dua cabang, yaitu estetika struktural dan estetika semiotika. Kedua cabang estetika ini saling mendukung sama lain dan bila dipisahkan akan menimbulkan sebuah kepincangan dalam karya sastra itu. Layaknya kupu-kupu dan bunga jika dipisahkan tentu akan berdampak buruk pada keduanya.
        
Estetika struktural meliputi diksi, rima, irama, aliterasi, asonansi, permajasan, persajakan, enjambemen, dan tipografi. Sementara itu, estetika semiotika berorientasi pada makna dan nilai-nilai yang hendak disampaikan pengarang melalui karya sastra yang diciptakannya. Untuk mencapai kedua estetika tersebut, seorang pengarang tidak sertamerta langsung mendapatkannya dengan mudah, namun ada proses untuk mencapai kedua estetika tersebut. Karena sastra tidak lahir dari kejadian kosong, maka pengarang biasanya mendapatkan ide atau inspirasi  melalui pengkajian banyak sumber atau saling bertukar pikiran dengan sesama atau orang yang sama-sama memandang sastra dari sudut yang sama bahkan berbeda.
            Dalam perkembangan sastra, tidak semua unsur dalam estetika struktural diterapkan pengarang dalam karya sastranya, namun ada bagian yang sengaja dihilangkan seperti rima dan asonansi. Hal ini sah-sah saja bila mengingat bahwa sastra adalah bentuk pembebasan diri penciptanya. Kita dapat melihat bentuk pembebasan diri salah satu sastrawan terkenal yaitu, Sapardi Djoko Damono dalam sajaknya yang berjudul Sihir Hujan berikut ini.

Sihir Hujan

Hujan mengenal baik pohon, jalan, dan selokan
-- swaranya bisa dibeda-bedakan;
kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu dan jendela.
Meskipun sudah kau matikan lampu.

Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh di pohon, jalan, dan selokan
- - menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh
waktu menangkap wahyu yang harus kaurahasiakan.

Sapardi Djoko Damono

Hujan selalu membawa sesuatu yang misterius untuk diungkapkan. Lewat hujan, ada pesan yang ingin disampaikan secara diam-diam. Diam yang menginspirasi Sapardi Djoko Damono untuk menuangkan cerita tentang hujan lewat salah satu sajaknya yang berjudul Sihir Hujan. Sajak ini adalah salah satu sajak terbaik selain sajak Aku Ingin, Pada Suatu Hari Nanti, dll. Sajak Sihir Hujan tidak hanya menceritakan tentang hujan saja, melainkan ada sesuatu yang disimpan oleh Sapardi. Sesuatu yang jika diuraikan ternyata mengandung makna yang lebih dari sekedar hujan.
            Karya-karya Sapardi yang lain merupakan pembuktian bahwa sosok Sapardi sangat berpengaruh terhadap perkembangan dunia sastra. Hal ini dibuktikan dengan gaya puisinya yang khas-lebih condong ke bahasa yang sederhana, sajaknya berbentuk prosa lirik yang sastrawan lain jarang menggunakan bentuk semacam ini, dan dari beberapa penghargaan yang telah diraihnya dalam bidang sastra, seperti anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima Penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003.
Sapardi Djoko Damono adalah seorang pujangga Indonesia terkemuka, lahir di Surakarta, 20 Maret 1940. Sejak remaja Sapardi menyukai buku-buku sastra dan mulai mengirimkan karya sastranya yang berbentuk puisi ke berbagai majalah. Selain itu, pendidikannya yang tinggi di bidang sastra juga mendukung kemampuannya dalam menulis. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar. Menjadi pimpinan redaktur di berbagai majalah membuat setiap karya Sapardi tidak murahan dan tidak terlalu picisan layaknya karya yang dibuat seorang remaja. Kematangan dari berbagai aspek menjanjikan karya Sapardi begitu kuat dan menonjol. Dalam setiap karya sastra yang dibuatnya, Sapardi cenderung melahirkan perasaan-perasaan yang dikandungnya lewat pencitraan seperti kesunyian, kesedihan, kekecewaan, serta penantian. Bentuknya yang terutama puisi liris, mendukung hal ini.
Dalam kritik esai ini salah satu karya Sapardi yang penulis kaji adalah sajak yang berjudul Sihir Hujan dengan pendekatan ekspresif. Pendekatan ini lebih berimbang karena pengarang dan karyanya akan sama-sama dinilai sebagai kesejajaran yang utuh.
Dalam sajak Sihir Hujan, terdapat estetika yang menggaib bersama kumpulan larik dalam setiap baitnya. Dilihat dari bentuknya, puisi ini terdiri dari 7 larik yang tidak sama panjangnya. Cara penulisannya, semua larik di tulis dengan mempertimbangkan keseimbangan antara sisi kanan dan sisi kiri, jelas bahwa tipografi dipertimbangkan oleh Sapardi. Enjambemen (peristiwa sambung-menyambung isi dua larik sajak yang berurutan) juga ditemukan dalam puisi Sihir Hujan. Pada larik 1-2 dan 5-6-7. Hal ini menyebabkan irama pembacaan menjadi tersendat, seakan-akan ada hentakan. Dilihat dari rimanya, puisi ini kaya akan rima awal dan akhir (larik 1-2 dan larik 5-7). Pengulangan (aliterasi) juga terdapat pada kata hujan, pohon, jalan, dan selokan yang terdapat pada larik 1 dan 5. Dalam puisi ini ditemukan adanya tanda baca dan huruf kapital sebagai penanda awal larik dan bait. Ini menunjukkan kejelasan dalam pemaknaan puisi meskipun terdapat enjambemen. Pada awal larik pertama, kata hujan merupakan pembuka- perwujudan dari judul.
            Hasil analisis sajak ini, membawa kita pada masalah makna: Siapakah sebenarnya yang dimaksud dalam puisi ini? Apa maksud dari penulisan puisi ini? Penulis menginterpretasikan bahwa puisi Sihir Hujan diciptakan untuk kita yang selalu bertanya dan cenderung untuk menghindari sebuah permasalahan dan coba diingatkan oleh pengarang lewat hujan, bahwa kita tidak bisa lari dan bersembunyi dari kenyataan. Ini ditunjukkan melalui bait pertama.

Hujan mengenal baik pohon, jalan, dan selokan
-- swaranya bisa dibeda-bedakan;
kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu dan jendela.
Meskipun sudah kau matikan lampu
.

            Sedangkan dalam bait kedua, mengisyaratkan bahwa kita pada dasarnya tidak boleh menyerah ataupun mengeluh pada keadaan yang sudah dan akan terjadi.  Pasti ada rahasia yang tersembunyi di dalam setiap peristiwa dan hanya waktulah yang bisa menjawabnya. Ini bisa dilihat dalam bait kedua yaitu:

Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh di pohon, jalan, dan selokan
- - menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh
waktu menangkap wahyu yang harus kaurahasiakan.

            Di akhir sajak ada sesuatu yang sulit untuk dimaknai. Meskipun dengan bahasa yang sederhana, namun sajak ini mengandung banyak sekali kemungkinan-kemungkinan dalam penafsirannya. Namun, bagi penulis pribadi sajak-sajak Sapardi begitu menyentuh meski menggunakan bahasa yang sederhana. Demikianlah estetika persajakan Sihir Hujan yang dapat penulis  urai dalam coretan kecil ini. Tentu tidak sempurna, namun penulis selalu berharap agar pembaca memberikan kontribusi agar tulisan ini semakin baik kedepannya.


Daftar Pustaka

Damono, Sapardi Djoko. 1983. Kesusastraan Indonesia Modern, Beberapa Catatan. Jakarta: Gramedia.
Imanuddin. 2010. Estetika Sajak Penyair Mutakhir Syaiful, (online), (http://anggunsasmita.blogspot.com/2010/12/estetika-sajak-penyair-mutakhir-syaiful.html), diakses 25 Maret 2013.
Sarumpaet, Riris K. Tohar dkk. 2010. Membaca Sapardi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Yudiono. 1990. Telaah Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar