KRITIKAN DAN REFLEKSI NASIB PEJUANG DI NEGERI YANG
TELAH MERDEKA DALAM LAKON “SAMPAH NEGERI” BUAH KARYA H. ADJIM ARJADI
Oleh: Musa Abadi
Kisah Sampah Negeri merefleksi sosok pejuang negeri ini yang mengalami
kondisi ironis. Sebuah kemerdekaan bagi bangsa masih dapat dianggap semu. Kesejahteraan
yang seharusnya dirasakan oleh semuanya ternyata hanya dinikmati segolongan saja.
Akibatnya muncullah kasta, contohnya adanya jurang pemisah antar orang kaya dan
orang miskin sangat kentara. Para pejuang yang tulus ikhlas membela tanah
airpun tidak dapat mereguk manisnya hasil perjuangan tempo dulu. Mereka tidak berkehidupan
layak di negeri yang dianggap gemah ripah
loh jenawi.
Hal tersebut berbanding terbalik seratus
delapan puluh derajat dengan kondisi pejuang bermental culas dan hipokritis
yang ketika berperang dulu mereka menjadi musuh dalam selimut. Selalu ingin
menyelamatkan diri sendiri dari bahaya dengan berbagai cara. Para pejuang yang
tak berprinsip tersebut sekarang tertawa lepas dan bahagia. Di usia tua kehidupan
layak dinikmatinya dengan hasrat kepuasan tak terbendung.
PENGEMIS Nah, kebetulan,
saya banyak menyimpan nasi bungkus,
(SIBUK
MENCARI DIANTARA ISI KERANJANGNYA)
GEL. GADIS Dari
pesta perkawinan ?
PENGEMIS Ah, kita tak
usah perduli, dari mana datangnya. Nah, ini
mari
kita sarapan bersama
(Menyuguhkan)
Mari
(Mengajak Si Gadis)
GEL. TUA (Membuka Bungkusan) Kok, Cuma tulang
melulu
PENGEMIS Rezeki jangan
ditampik. Rezeki harus disyukuri. Tulang
tulang
sekalipun tapi banyak sum-sumnya.
Makanan
bergizi. Ayah, jangan malu-malu, nanti keburu siang.
GEL. TUA Ah, (Mencoba Mengunyah Tulang, Tapi Giginya
Patah)
Waduh,
bagaimana bisa mendapatkan sumsum
PENGEMIS Jangan cari
enaknya saja, Pak, Mendapatkan sumsum ayam
sama
saja dengan menggali batu intan. Mana mungkin, batu
intan
datang sendiri.
GEL. TUA Ya, tapi gigi
ini. Nih, lihat.
(MENUNJUKKAN
PATAHAN GIGI)
PENGEMIS Tulang memang
keras, sukar dipecahkan. Nah, tulang
ayam
muda.
(GEL.
TUA MENOLAK)
PENGEMIS Nih, bantu ayahmu,
coba kau pecahkan dengan gigimu
MEREKA
SEDANG ASYIK MAKAN, KEMUDIAN MEREKA DIKEJUTKAN OLEH PEMILIK TOKO
CINA Hayyaaa
! Bagaimana ini, kalian bikin rusak pemandangan.
Ayo
minggir, Toko mau dibuka
PENGEMIS Kok, tak libur
Ngkoh
CINA Apa
libur libur. Mau malas-malasan, akan
makan batu ?
Hayyaa, Hidup
tak boleh malas-malasan. Harus rajin, kau malas, nah akibatnya sedang kau
rasakan bukan ?
PENGEMIS Maksud saya,
bukan mengatakan Ngkoh malas. Tapi hari
ini hari libur
Nasional. Hari Raya Indonesia.
GEL.TUA Iya ya.. Tujuh
Belas Agustus
GEL. GADIS Hari
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
CINA Siapa
larang orang mau jualan, sana minggir, halaman toko
jangan
dikotori. Kalian hamburkan tulang tulang
itu ya ? Kalian hamburkan wabah penyakit.
Itu kotor merusak kota.
Pemadangan jelek.
CINA Siapa
larang orang mau jualan, sana minggir, halaman toko
jangan
dikotori. Kalian hamburkan tulang tulang
itu ya ? Kalian hamburkan wabah penyakit.
Itu kotor merusak kota.
Pemadangan jelek.
GEL. GADIS Ayah.
Ayahkan tak pernah pisah dengan bendera
GEL. TUA O….. ya aku lupa
dengan hari bersejarah kita
(MENGAMBIL) DI
DALAM BAJUNYA, RUPA-RUPANYA BENDERA ITU TERBELIT DI PINGGANGNYA).
Ini
dia. Merah Putih.
CINA Mau
dipasang itu Bendera ? Disini tidak
boleh
PENGEMIS Dan saya juga
banyak menyimpan hiasan merah putih
(MENGAMBILNYA
DARI DALAM KERANJANG).
Nah..
(HIASAN
RANTAI KERTA MERAH PUTIH).
GEL. GADIS Bagus sekali. Kita harus turut merayakan. Dan kita harus menghiasi tempat tinggal kita
ini.
CINA Apa !
Menghias tempat tinggal kalian ? Dimana ?
PENGEMIS Saya
tak punya tanah dan tak punya rumah. Di
desa memang ada. Tapi luas tanah
terbatas pada seluas kuburan orang tua dan isteri saya. Cuma itu.
Nah, kalau boleh saya ungin menghias muka took ini saja.
CINA Tidak
bisa !
GEL. TUA Betul juga. Ini bukan milik kita
PENGEMIS Tapi
hari kemerdekaan harus kita sambut dengan meriah. Kita punya bendera Merah Putih. Dan kita juga punya hiasan kebangsaan.
CINA Pokoknya
kalian jangan bikin kacau dengan sampah-sampah itu. Ayah ! Menjauh. Akibat kalian buka toko
ini jadi berantakan dan kotor. Ayah !!
sebelum polisi kota menyalahkan saya, agar kalian menjauh dengan segera
Kritikan pedas diutarakan secara implisit oleh pengarang kepada
penguasa dalam naskah ini. Kritikan
tersebut berbentuk simbol dialog yang sarat akan muatan politis. Untuk lebih menangkap
dan memahami makna simbol dialog tersebut perlu adanya kontemplasi secara
komprehensif yang dilakukan melalui bantuan sebuah pemikiran analogi secara
mendalam yang menghubungkan dialog tersebut dengan sebuah fakta dan realitas
sosial yang terjadi di sekitar kita.
Dalam karya ini memiliki pesan yang tersembunyi. Pengarang
berpesan kepada para penguasa agar memperhatikan nasib para pejuang dengan lihat
secara kasat mata kondisi mereka dan pengaran juga berpesan bahwa dalam negara
yang berdaulat ini terdapat gambaran sosok sebagian etnis di Indonesia yang
dianggap kurang memiliki rasa nasionalisme.
Mereka berperilaku layaknya pedagang yang tak mau rugi
dan selalu mengambil keuntungan di setiap kesulitan bangsa terutama rakyat
pribumi. Mereka tega memberikan ampas dari sesuatu yang telah ia nikmati kepada
rakyat pribumi asli. Bermuka manis dihadapan penguasa adalah tabiat utamanya
yang secara turun temurun mendarah daging. Tujuan utamanya hanyalah memperlicin
gerak langkah mereka di berbagai bidang demi mengeruk sebuah keuntungan yang
sangat besar dan fantastis. Etnis yang dimaksud adalah etnis Cina.
Para pejuang yang notabene adalah bangsa pribumi menjadi
penduduk yang secara tidak langsung termarginalkan di tanah tumpah darahnya
sendiri. Bahkan, hal yang membuat hati kita lebih miris adalah antar penduduk
pribumi di adu domba oleh segelintir etnis ini. Memang etnis ini lahir dan
berdomisili di Indonesia namun sikap mereka menunjukkan hal yang sangat
kontradiktif dengan rasa nasionalisme. Sang pengarang menggambarkan sikap
mereka kurang menghormati hari yang sangat bersejarah di Indonesia. Mereka
tetap membuka toko ketika sedang diperingati hari libur nasional yaitu hari
lahirnya Bangsa Indonesia.
Kritik pedas terhadap para penguasa tidak hanya
berhenti pada dialog tersebut diata.
Kritikan pedas masih berlanjut pada dialog selanjutnya. Seperti berikut ini.
LELAKI Semua
kita perlu makan. Rezeki diatas bumi Indonesia ini tidak saja untuk si Ngkoh.
Tidak pula untuk nyonya parlente itu. Semuanya adalah milik kita.
PENGEMIS Termasuk emas
intan di dalam toko cina itu.
CINA Mana
bisa. Harta benda itu milik saya. Milik
kalian ? Hayyyaaaa.
GEL. TUA Saya
berjuang dengan darah dan keberanian. Semata untuk kemerdekaan.
GEL. GADIS Kita
sekarang sudah merdeka
PENGEMIS Harta kekayaan
ada diatas darah dan kemerdekaan
LELAKI Yah, ada di
dalam toko Cina itu.
CINA Mau
apa kalian ?
PENGEMIS Selama ini
santapan saya cuma nasi dan sisa tulang-tulang.
GEL. TUA Kita
punya hak.
Terjadinya sikap yang arogansi yang ditunjukkan oleh GEL.
TUA pada dialog tersebut merupakan suatu respek atas tindakan Cina yang kurang
memiliki hati nurani terhadap penduduk pribumi. Sikap Cina menyulut emosi
karena secara fundamental mereka tidak turut dalam proses perjuangan merebut
kemerdekaan Negara Indonesia.
Kritikan tajam juga terdapat pada dialog berikut ini.
Ketika pengemis mengajak tokoh SUAMI yang notabene dalam cerita merupakan pejabat
diajak untuk ikut menjarah toko CINA tetapi dihalang-halangi oleh tokoh ISTERI.
Tokoh PENGEMIS menuduh tokoh SUAMI dengan sebuah ungkapan yang secara maknawi
kurang berempati dan penuh dengan keculasan. Terdapat juga sebuah makna
pembenaran sikap yang sebetulnya salah.
SUAMI Untuk
keperluan apa ?
PENGEMIS Sok moralis.
LELAKI Yah,
sok jujur. Apa beda pekerjaan saya ini dengan manipulasi yang kau lakukan
selama ini.
ISTERI Kau
jangan menghina suami saya. Sudah hamper separo dari kekayaan suami saya disumbangkan
untuk kepentingan sosial.
LELAKI Separo dari
kekayaan suami nyonya sudah diamalkan.
ISTERI Untuk
kepentingan pendidikan dan anak yatim
LELAKI Lantas
kau anggap bahwa noda hitam didahimu ini sudah bisa dihapuskan ?
Makna simbolis yang terdapat dalam naskah drama ini tidak
hanya terdapat pada dialog tetapi juga ditemukan pada narasi. Seperti yang
terdapat pada dialog berikut ini.
CINA
MENGAMBIL KESEMPATAN UNTUK LARI, PENGEMIS MENCEGAT DENGAN TOMBAK.
LELAKI Dasar Cina ! Mau
lari dengan cara tidak jujur ?
ISTERI Begini
saja. Daripada kalian terkena tindak criminal. Lebih baik berbuat jujur saja.
LELAKI Kami sudah
terlalu jujur.
ISTERI Dengan
merampok harta si Cina ?
LELAKI Dan
kau masih ingat ? Apa yang kamu ingat di zaman perang ? Berapa banyak korban
nyawa pejuang, akibat penghianatanmu.
SUAMI Masa
lalu, bukan lagi masa kini
GEL. TUA Bagi
kamu justru punya kesamaan antara masa lalu dengan masa kini. Dulu pada saat
Pemerintahan Belanda sedang Berjaya, kamu ikut Berjaya.
LELAKI Tampangmu
saja sebagai pejuang, tapi wataknya selicin belut.
GEL. GADIS Manusia
licik !
GEL. TUA Dan
sekarang, disaat pejuang sejati tengah menata Negara ini, kami tahu kamu tampil
sebagai orang pintar sebagai orang nomor satu dibarisan kemerdekaan.
PENGEMIS Zaman
tak akan pernah merobah kita jadi bodoh, tapi orang-orang
pinterlah yang selalu menganggap dirinya pinter, dan menciptakan diri seperti
kita jadi bodoh.
GEL. TUA Masuk pinter
juga kamu.
PENGEMIS Tapi
masih banyak orang lebih pinter yang menganggap kita orang bodoh.
Pada narasi tersebut tokoh Cina
dianggap berakal bulus yang selalu memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan
orang lain. Hal tersebut merupakan sindiran yang ditujukan kepada segolongan
etnis yang tinggal di Negara Indonesia bermental kerdil. Sedangkan pada dialog
selanjutnya pengarang ingin menunjukkan bahwa diantara para pejuang ternyata
ada yang tidak secara ikhlas berjuang demi bangsa dan negaranya. Mereka
berwatakkan bunglon. Pada dialog berikut ini menggambarkan ungkapan yang
terdalam dari dalam hati oleh sosok pejuang yang berperan menjadi gelandangan
tua.
GEL. TUA Saya
inikan pejuang. Pangeran Kumba Karna itu, pernah jadi komandan saya. Lalu
Belanda angkat kaki dari bumi Haram Manyarah ini. Setalah Indonesia merdeka,
sebahagian para pejuang banyak yang iri kepada orang-orang pejuang yang pinter
bersama orang-orang yang tidak pernah berjuang, mendapat kedudukan yang nyaman
serta jadi kaya. Tapi yang merasa kecewa menghimpun kekuatan. Oleh pemerintah
yang berkuasa disebut gerombolan jahat, dan harus ditumpas sampai ke
akar-akarnya. Memang benar. Mereka diburu. Mereka ditindas. Mereka dibunuh. Na,
Puteri saya hamper jadi korban. Saya jadi bingung. Dari pihak gerombolan
menganggap saya musuhnya, dengan menculik puteri saya ini. Sementara dari penguasa
tidak menghiraukan saya. Maka jadilah saya seperti sekarang ini. Tak ada uang
jasa atau uang pensiun.
ISTERI Itu
kesalahan bapak sendiri. Terlalu pasrah. Tidak mau memperjuangkan nasib
sendiri.
Naskah lakon Sampah
Negeri merupakan naskah yang ditulis di kota Banjarmasin, 10 Agustus 1982
dan direvisi pada bulan Januari 2001. Naskah ini sarat akan kritikan tajam
kepada penguasa negeri ini. Setiap dialog mengandung makna yang sedikit banyak
masih relevan dengan nasib para pejuang atau pahlawan bangsa hingga saat ini.
Naskah drama ini dapat dinikmati dengan dibaca dan dipertontonkan. Apabila
naskah drama ini dipertontonkan maka kesan yang ditampilkan lebih jauh
bermakna.
Naskah drama ini secara komprehensif sangat bagus dan
menarik. Isu-isu yang diangkat dapat dianggap tidak ketinggalan jaman walaupun
sudah ditulis 31 tahun lalu.
0 komentar:
Posting Komentar