Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Nilai Religius dalam Cerpen “Di Bawah Langit Kabah” Karya Gola Gong



Nilai Religius dalam Cerpen “Di Bawah Langit Kabah” Karya Gola Gong
Oleh: Wanda Satria Dewanty

Gola Gong adalah sebuah nama pena dari seorang sastrawan kita yaitu Heri Hendrayana Harris. Lahir di Purwakarta, 15 Agustus 1963. Ia adalah pendiri Rumah Dunia di Serang, Banten. Tulisan-tulisannya telah di muat di berbagau media massa dan terbit berupa buku. Gola Gong lahir dari seorang bernama Atisah sedangkan ayahnya bernama Harris. Pada tahun 1965 ia dan orangtuanya meninggalkan Purwakarta menuju ke Serang dan tinggal disana. Nama Gola Gong sendiri memiliki arti kesuksesan itu semua berasal dari Tuhan.  Pada usia 11 tahun Gola Gong kehilangan tangan kirinya karena kecelakaan ketika bermain dengan teman-temannya di masa kecil. Tetapi hal itu tidak membuatnya sedih karena ayahnya menegaskan jika dia banyak membaca maka dia akan menjadi seseorang dan lupa bahwa dirinya cacat.
Pada usia 33 tahun Gola Gong menikah dengan seorang gadis asal Solo bernama Tias Tatanka. Dari pernikahannya mereka dikaruniai empat orang anak yaitu Bella, Abi, Didi, dan Kako. Saat in Bella meneruskan kiprah ayahnya yaitu menulis novel yang tergabung dalam KKPK (Kecil-kecil Punya Karya). Impiannya sejak remaja untuk memiliki gelanggang remaja telah terwujud dengan didirikannya komunitas kesenian Rumah Dunia pada tahun 2008 dan sejak tahun 2000 komunitas ini berada di atas tanah 1000 m2 di belakang rumahnya. Banyak sekali karya sastra yang telah ia hasilkan antara lain Balada Si Roy dengan berbagai seri, Happy Valentine (novel), Bangkok Love Story (novel), Surat (novel), Kacamata Sidik (kumpulan cerpen), Aku Seorang Kapiten (novel anak), Hari Senjakala (novel), Mata Elang (komik), dan sebagainya. Kemudian pada tahun 2007 kumpulan cerpen karya Gola Gong “Musafir” diterbitkan oleh Salamadani. Dalam kumpulan cerpen tersebut terdapat lima belas cerpen karya Gola Gong dan salah satunya berjudul “Di bawah Langit Kabah”. Nilai religius/ keagamaan dalam cerpen ini sudah terlihat sehingga pendekatan yang digunakan pendekatan objektif.
Berasal dari kumpulan cerpen “Musafir” yang terbit pada tahun 2007, cerpen “Di Bawah Langit Kabah” merupakan salah satu dari lima belas cerpen yang ada di dalam kumpulan tersebut. Jika dilihat dari judulnya “Di bawah Langit Kabah” sudah tergambar adanya unsur religius/ keagamaan yang berasal dari kata Kabah. Tentu sudah banyak yang tahu bahwa Kabah adalah tempat suci umat Islam di dunia yang berada di Mekah. Benar saja sudah tampak nilai religius/ keagamaan di dalam cerpen tersebut. Nilai religius/ keagamaan adalah konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat pada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadikan pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan dalam hal ini agama Islam.
Pada cerpennya “Di bawah Langit Kabah” dengan apiknya Gola Gong mengisahkan dua orang suami istri Irvan dan Arum yang tengah menjalankan umrah. Perasaan haru dan bahagia yang dirasakan pasangan suami istri itu karena akhirnya mereka bisa merasakan keajaiban yang dulu hanya mereka dengar dari dongeng tetangga yang sudah berangkat haji. Disana keduanya melakukan ibadah thawaf dan shalat sunah. Ketika menjalankan shalat sunah di Hijr Ismail terlihat Irvan sebagai sosok yang melindungi istrinya, disuruhnya Arum berjalan di depannya. Langit di atas Kabah tidak begitu menyengat menyejukkan orang-orang yang sedang thawaf dan ketika pada putaran kedua Irvan mengajak Arum mendekati Hajar Aswad untuk menciumnya karena merupakan sunah nabi. Lalu dikisahkanlah bagaimana dulu batu hitam (Hajar Aswad) itu pernah jatuh dari tempatnya. Setelah beberapa centi dari rumah Allah itu mereka bersuka cita, diciuminya seperti tak ada rasa puas kemudian mereka tersadar dan minggir, memberi kesempatan kepada yang lain untuk mencium Hajar Aswad.
Setelah thawaf dituntaskan konflik mulai muncul berawal ketika Arum mempertanyakan mengapa suaminya mengajak umrah dan bukan haji lalu jawaban yang terlontar dari Irvan hanyalah sederhana ‘sekarang mampunya umrah dulu’. Kemudian Arum kembali bertanya akan hal yang dijanjikan suaminya mengenai sesuatu yang akan dibicarakan kepada Arum. Terlihat wajah keseriusan Irvan menanggapi pertanyaan itu. Masih di wilayah Multazah, di depannya terbentang Kabah, Ayu meminta kepastian bahwa ada hal yang lebih penting lagi dari sekadar umrah kepada suaminya. Lamunan Ayu buyar ketika Irvan menanyakan apakah istrinya sudah siap mendengarkan alasannya, langit Kabah samar-samar berwarna kelabu. Hati Arum berdebar, merasa ketakutan seperti akan kehilangan suaminya. Ucapan bissmillahhirahmanirrahim yang menguatkan hati Irvan agar tidak terjadi fitnah diantara suami istri itu, Irvan ingin menikah lagi dan tentu Arum akan dimadu ketika kematian begitu dekat. Terasa sangat menyakitkan pada kali pertama ketika mendengar kata-kata itu tetapi seterusnya membuat lega. Kemudian Irvan menyebut sebuah nama, Tuti, guru mengaji anak-anak merekalah yang akan dinikahi Irvan. Senyum Arum tersungging ketika mendengar nama itu karena Arum tahu persis siapa Tuti. Hatinya lega karena anak-anaknya insyaallah akan mendapat ibu baru yang sabar. Tak lama Arum mengerang sambil memegang kepalanya, Irvan memeluk tubuh istrinya sambil membisikkan kalimat thayyibah di telinga Arum, dirasakannya napas Arum tersengal-sengal. Tak kuasa Irvan melihat Arum sakaratul maut, terus saja Irvan berbisik di telinga Arum hingga tak terdengar desah napasnya. Irvan menutup kedua mata istrinya dan berbisik lirih “Terimalah Arum di sisi-Mu ya Rabbi”. Tiba-tiba di bawah langit Kabah ada cahaya melesat ke udara.
Nilai religius cerpen ‘Di Bawah Langit Kabah’ terlihat dari sikap tokohnya, melalui ibadah umrah yang dilakukan oleh Irvan dan Arum. Dalam kehidupan umat Islam, ibadah haji merupakan kewajiban bagi orang yang telah mampu, tetapi jika seseorang belum mampu melaksanakan haji maka dianjurkan melakukan umrah terlebih dahulu seperti yang dilakukan pasangan suami istri Irvan dan Arum di dalam cerpen. Sosok Irvan dan Arum dalam cerita adalah orang yang religius. Sebagai seorang suami Irvan berusaha mewujudkan impian istrinya untuk mengunjungi Rumah Allah meskipun hanya umrah serta mengajarkan hendaknya berterima kasih hanya kepada Allah atas kebahagian yang diberikan dan bukan kepada manusia. Nilai religius Irvan lainnya bahwa dalam ibadahnya umrahnya Irvan juga melaksanakan shalat sunah dan berzikir kepada Allah.
Sedangkan nilai religius tokoh Arum tergambar dari kepasrahannya kepada Allah karena perasaan yang sukar dilukiskan antara haru, bahagia dan adanya alasan lain Irvan mengajaknya umrah. Sudah menjadi hal yang wajar seorang manusia menyerahkan segala urusannya kepada Sang Pencipta untuk mendapatkan sebuah jawaban yang pasti akan suatu hal. Bukan hanya itu sikap kereligiusan Arum yang terlihat adalah kepatuhan dan ketabahannya ketika Irvan suaminya meminta ijin untuk menikah kembali serta mengijinkannya meskipun bukan hal yang muda bagi seorang istri jika cinta suaminya harus dibagi dengan wanita lain. Ketabahan itu didukung oleh suatu alasan karena Irvan ingin melindungi perempuan itu dari fitnah, karena status janda dan mandul. Nilai religius juga tergambar melalui penceritaan Hajar Aswad mengenai kebijaksanaan Muhammad kala batu hitam itu terjatuh karena Kabah terkena banjir. Unsur religius cerpen ‘Di Bawah Langit Kabah’ tersebut juga di dukung oleh latar tempatnya yaitu di Rumah Allah (Mekah).
Gola Gong meramu kisah yang dialami Irvan dan Arum dalam cerpen ‘Di Bawah Langit Kabah’ dengan kesederhanaan. Mengajak kita menelusuri relung-relung jiwa dan mengingatkan pada kita tanpa menggurui bahwa hidup terlalu sayang jika dilewatkan begitu saja tanpa memberikan makna dan manfaat pada orang-orang yang ada di sekeliling kita. Karena setiap kebaikan akan berbuah kebaikan lainnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar