Nilai
Religius dalam Cerpen “Di Bawah Langit Kabah” Karya Gola Gong
Oleh: Wanda Satria Dewanty
Gola Gong adalah sebuah
nama pena dari seorang sastrawan kita yaitu Heri Hendrayana Harris. Lahir di
Purwakarta, 15 Agustus 1963. Ia adalah pendiri Rumah Dunia di Serang, Banten.
Tulisan-tulisannya telah di muat di berbagau media massa dan terbit berupa
buku. Gola Gong lahir dari seorang bernama Atisah sedangkan ayahnya bernama
Harris. Pada tahun 1965 ia dan orangtuanya meninggalkan Purwakarta menuju ke
Serang dan tinggal disana. Nama Gola Gong sendiri memiliki arti kesuksesan itu
semua berasal dari Tuhan. Pada usia 11
tahun Gola Gong kehilangan tangan kirinya karena kecelakaan ketika bermain
dengan teman-temannya di masa kecil. Tetapi hal itu tidak membuatnya sedih
karena ayahnya menegaskan jika dia banyak membaca maka dia akan menjadi
seseorang dan lupa bahwa dirinya cacat.
Pada usia 33 tahun Gola
Gong menikah dengan seorang gadis asal Solo bernama Tias Tatanka. Dari
pernikahannya mereka dikaruniai empat orang anak yaitu Bella, Abi, Didi, dan
Kako. Saat in Bella meneruskan kiprah ayahnya yaitu menulis novel yang
tergabung dalam KKPK (Kecil-kecil Punya Karya). Impiannya sejak remaja untuk
memiliki gelanggang remaja telah terwujud dengan didirikannya komunitas
kesenian Rumah Dunia pada tahun 2008 dan sejak tahun 2000 komunitas ini berada
di atas tanah 1000 m2 di belakang rumahnya. Banyak sekali karya sastra yang
telah ia hasilkan antara lain Balada Si Roy dengan berbagai seri, Happy
Valentine (novel), Bangkok Love Story (novel), Surat (novel), Kacamata Sidik
(kumpulan cerpen), Aku Seorang Kapiten (novel anak), Hari Senjakala (novel),
Mata Elang (komik), dan sebagainya. Kemudian pada tahun 2007 kumpulan cerpen
karya Gola Gong “Musafir” diterbitkan oleh Salamadani. Dalam kumpulan cerpen
tersebut terdapat lima belas cerpen karya Gola Gong dan salah satunya berjudul
“Di bawah Langit Kabah”. Nilai religius/ keagamaan dalam cerpen ini sudah
terlihat sehingga pendekatan yang digunakan pendekatan objektif.
Pada cerpennya “Di
bawah Langit Kabah” dengan apiknya Gola Gong mengisahkan dua orang suami istri
Irvan dan Arum yang tengah menjalankan umrah. Perasaan haru dan bahagia yang
dirasakan pasangan suami istri itu karena akhirnya mereka bisa merasakan
keajaiban yang dulu hanya mereka dengar dari dongeng tetangga yang sudah berangkat
haji. Disana keduanya melakukan ibadah thawaf dan shalat sunah. Ketika
menjalankan shalat sunah di Hijr Ismail terlihat Irvan sebagai sosok yang
melindungi istrinya, disuruhnya Arum berjalan di depannya. Langit di atas Kabah
tidak begitu menyengat menyejukkan orang-orang yang sedang thawaf dan ketika
pada putaran kedua Irvan mengajak Arum mendekati Hajar Aswad untuk menciumnya
karena merupakan sunah nabi. Lalu dikisahkanlah bagaimana dulu batu hitam
(Hajar Aswad) itu pernah jatuh dari tempatnya. Setelah beberapa centi dari
rumah Allah itu mereka bersuka cita, diciuminya seperti tak ada rasa puas
kemudian mereka tersadar dan minggir, memberi kesempatan kepada yang lain untuk
mencium Hajar Aswad.
Setelah thawaf
dituntaskan konflik mulai muncul berawal ketika Arum mempertanyakan mengapa
suaminya mengajak umrah dan bukan haji lalu jawaban yang terlontar dari Irvan
hanyalah sederhana ‘sekarang mampunya umrah dulu’. Kemudian Arum kembali
bertanya akan hal yang dijanjikan suaminya mengenai sesuatu yang akan dibicarakan
kepada Arum. Terlihat wajah keseriusan Irvan menanggapi pertanyaan itu. Masih
di wilayah Multazah, di depannya terbentang Kabah, Ayu meminta kepastian bahwa
ada hal yang lebih penting lagi dari sekadar umrah kepada suaminya. Lamunan Ayu
buyar ketika Irvan menanyakan apakah istrinya sudah siap mendengarkan
alasannya, langit Kabah samar-samar berwarna kelabu. Hati Arum berdebar, merasa
ketakutan seperti akan kehilangan suaminya. Ucapan bissmillahhirahmanirrahim yang menguatkan hati Irvan agar tidak terjadi
fitnah diantara suami istri itu, Irvan ingin menikah lagi dan tentu Arum akan
dimadu ketika kematian begitu dekat. Terasa sangat menyakitkan pada kali
pertama ketika mendengar kata-kata itu tetapi seterusnya membuat lega. Kemudian
Irvan menyebut sebuah nama, Tuti, guru mengaji anak-anak merekalah yang akan
dinikahi Irvan. Senyum Arum tersungging ketika mendengar nama itu karena Arum
tahu persis siapa Tuti. Hatinya lega karena anak-anaknya insyaallah akan mendapat ibu baru yang sabar. Tak lama Arum mengerang
sambil memegang kepalanya, Irvan memeluk tubuh istrinya sambil membisikkan
kalimat thayyibah di telinga Arum,
dirasakannya napas Arum tersengal-sengal. Tak kuasa Irvan melihat Arum
sakaratul maut, terus saja Irvan berbisik di telinga Arum hingga tak terdengar
desah napasnya. Irvan menutup kedua mata istrinya dan berbisik lirih “Terimalah
Arum di sisi-Mu ya Rabbi”. Tiba-tiba di bawah langit Kabah ada cahaya melesat
ke udara.
Nilai religius cerpen
‘Di Bawah Langit Kabah’ terlihat dari sikap tokohnya, melalui ibadah umrah yang
dilakukan oleh Irvan dan Arum. Dalam kehidupan umat Islam, ibadah haji
merupakan kewajiban bagi orang yang telah mampu, tetapi jika seseorang belum
mampu melaksanakan haji maka dianjurkan melakukan umrah terlebih dahulu seperti
yang dilakukan pasangan suami istri Irvan dan Arum di dalam cerpen. Sosok Irvan
dan Arum dalam cerita adalah orang yang religius. Sebagai seorang suami Irvan
berusaha mewujudkan impian istrinya untuk mengunjungi Rumah Allah meskipun
hanya umrah serta mengajarkan hendaknya berterima kasih hanya kepada Allah atas
kebahagian yang diberikan dan bukan kepada manusia. Nilai religius Irvan
lainnya bahwa dalam ibadahnya umrahnya Irvan juga melaksanakan shalat sunah dan
berzikir kepada Allah.
Sedangkan nilai
religius tokoh Arum tergambar dari kepasrahannya kepada Allah karena perasaan
yang sukar dilukiskan antara haru, bahagia dan adanya alasan lain Irvan
mengajaknya umrah. Sudah menjadi hal yang wajar seorang manusia menyerahkan
segala urusannya kepada Sang Pencipta untuk mendapatkan sebuah jawaban yang
pasti akan suatu hal. Bukan hanya itu sikap kereligiusan Arum yang terlihat
adalah kepatuhan dan ketabahannya ketika Irvan suaminya meminta ijin untuk
menikah kembali serta mengijinkannya meskipun bukan hal yang muda bagi seorang
istri jika cinta suaminya harus dibagi dengan wanita lain. Ketabahan itu
didukung oleh suatu alasan karena Irvan ingin melindungi perempuan itu dari
fitnah, karena status janda dan mandul. Nilai religius juga tergambar melalui
penceritaan Hajar Aswad mengenai kebijaksanaan Muhammad kala batu hitam itu
terjatuh karena Kabah terkena banjir. Unsur religius cerpen ‘Di Bawah Langit
Kabah’ tersebut juga di dukung oleh latar tempatnya yaitu di Rumah Allah
(Mekah).
Gola Gong meramu kisah
yang dialami Irvan dan Arum dalam cerpen ‘Di Bawah Langit Kabah’ dengan
kesederhanaan. Mengajak kita menelusuri relung-relung jiwa dan mengingatkan
pada kita tanpa menggurui bahwa hidup terlalu sayang jika dilewatkan begitu
saja tanpa memberikan makna dan manfaat pada orang-orang yang ada di sekeliling
kita. Karena setiap kebaikan akan berbuah kebaikan lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar