Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Dimensi Psikologis Tokoh dalam Cerpen “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata” Karya Putu Wijaya



Dimensi Psikologis Tokoh dalam
Cerpen “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata” Karya Putu Wijaya
Oleh: Amazona Dwi Pertiwi

            Setiap manusia memiliki kepekaan terhadap rasa yang berbeda-beda. Bukan hanya peka terhadap apa yang tertangkap oleh mata telanjang, tetapi peka terhadap apa yang dirasa orang lain. Ada kalanya manusia memiliki kepekaan rasa dengan takaran yang sedikit, ada pula yang memiliki kepekaan yang begitu besar terhadap apa yang terjadi pada lingkugannya, atau bahkan peka terhadap orang lain yang hidupnya tidak saling bertautan. Bahkan ada yang kepekaannya begitu minimnya, hingga pada dirinya sendiri ia tak peduli. Begitu banyak hal yang membutakan peka-nya rasa dalam diri seseorang, entah itu uang, pekerjaan, sekolah, atau bahkan kegilaan terhadap apa yang menjadi mimpinya. Hingga mereka lupa, bahwa setiap manusia memiliki keinginan untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian.
            Inilah hal menarik yang ada dalam sebuah cerpen karya Putu Wijaya yang berjudul “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata”. Begitu sepelenya hal yang dilontarkan dalam cerpen ini, tetapi memang tak bisa dipungkiri bahwa setiap manusia membutuhkan hal itu. “Perhatian” hal yang menjadi sorotan dalam cerpen ini, begitu banyak orang yang menyepelekan tentang “perhtian”. Dalam cerpen ini penulis menggambarkan di mana seorang tokoh laki-laki yang berusaha memperhatikan dirinya sendiri lantaran memang tak ada yang berbagi ucapan dan perhatian dari orang sekitarnya. Laki-laki itu merasa iba pada dirinya sendiri, karena ingin merasa diperhatikan saja harus ia sendiri yang melakukannya pada dirinya. Akan tetapi, tanpa diduga seorang wanita cantik tak sungkan berbagi perhatian dan ucapan selamat ulang tahun, meskipun hanya sekedarnya saja. Di sinilah penulis ingin menyampaikan bahwa sekecil apapun rasa simpati dan perhatian dari orang lain sangatlah berharga, dan betapa mahal rasa bahagia karena mendapat simpati dari seseorang, karena hal sekecil itu dapat memberi semangat hidup yang besar dan memberi arti yang cukup besar pula dalam hidup.
           
Dalam esai-kritik ini, akan dibahas mengenai dimensi psikologis dari tokoh dalam cerpen “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata”. Dimensi psikologis tokoh akan dibahas menggunakan pendekatan pragmatik, di mana pembaca cerpen ini berperan sebagai penyambut, penghayat serta pemberi makna. Secara implisit, pembaca akan memberikan memaknai setiap kalimat mupun secara keseluruhan dengan menggunakan penafsiran sendiri. Esai-kritik ini juga menggunakan sentuhan kritik psikologis dalam menemukan aspek psikologis tokoh dalam cerpen “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata” karya Putu Wijaya ini. Berikut akan diulas secara mendalam mengenai dimensi psikologis tokoh dalam cerpen “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata” karya Putu Wijaya.
            Tokoh aku dalam cerpen “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata” karya Putu Wijaya ini memberi kesan bahwa ia seorang laki-laki yang tidak mudah mengambil keputusan secara tegas dalam menghadapi sebuah permasalahan. Seperti yang tercantum dalam kalimat pertama, paragraf pertama seperti berikut,
“Aku menunggu setengah jam sampai toko bunga itu buka. Tapi satu jam kemudian aku belum berhasil memilih. Tak ada yang mantap.”
Pada paragraf ini terlihat bahwa tokoh aku sedang bimbang memilih satu bunga. Sulit menentukan pilihan merupakan masalah awal yang muncul dalam diri tokoh aku.
            Kemudian, setelah seorang gadis cantik yang ada di dalam toko itu muncul, seketika suasana hati laki-laki itu berubah. Laki-laki itu telah mengelilingi toko bunga itu dan hendak meninggalkan toko bunga itu, tiba-tiba ia masih ingin berlama di toko itu setelah gadis cantik tersebut menunjukkan ke sebuah rangkaian bunga. Perubahan suasana hati laki-laki itu tersirat dari kalimat berikut,
Ia menunjuk ke sebuah rangkain bunga tulip dan mawar berwarna pastel. Bunga yang sudah beberapa kali aku lewati dan sama sekali tak menarik perhatianku.
”Itu saya sendiri yang merangkainya.”
Mendadak bunga yang semula tak aku lihat sebelah mata itu berubah. Tolol kalau aku tidak menyambarnya. Langsung aku mengangguk.
Dari sinilah sudah sangat terlihat adanya perubahan yang sangat mendasar pada jiwa laki-laki itu. Pada awalnya ia merasa bimbang dan tidak dapat menentukan pilihannya terhadap bunga-bunga yang ada di toko bunga itu. Namun setelah seorang gadis yang menunjukkan pilihan bunga kepadanya, seolah-olah iya langsung menyukainya. Padahal sudah jelas bahwa laki-laki itu tidak menaruh perhatian pada bunga-bunga yang ditunjukkan oleh gadis itu.
            Dari kalimat-kalimat tersebut dapat digambarkan bahwa seorang laki-laki itu merasa kesepian sehingga semua yang ia lihat terkesan membosankan dan tidak menarik hatinya. Hal ini jelas bahwa setiap orang yang merasakan kesepian, dapat mempengaruhi mood-nya. Ketika seseorang mendapatkan perhatian kecil dari orang lain, apa lagi dari lawan jenisnya maka secara tidak langsung hal itu akan mempengauhi kondisi psikologi seseorang. Perhatian kecil atau rasa simpati yang ditunjukkan oleh orang lain akan memberikan efek positif pada diri seseorang. Seseorang akan merasa senang, merasa mendapatkan semangat, dan merasa bahwa masih ada seseorang yang hidup berdampingan dan saling membutuhkan.
            Seperti halnya yang dilakukan oleh gadis cantik itu kepada laki-laki yang sedang bingung menentukan pilihan itu. Gadis itu menunjukkan pilihan, membantunya dalam memilih dan menanyakan hal-hal yang memberikan kesan simpati terhadap laki-laki itu. Sehingga laki-laki itu merasa senang dan tertarik terhadap bunga yang ditawarkan gadis itu.
            Rasa simpati gadis itu tersirat dari sikapnya yang ramah dan mudah mengakrabkan diri dengan pembeli (laki-laki itu). Apa lagi ketika gadis itu menunjukkan dan menawarkan hasil rangkaiannya sendiri yang sebenarnya tidak untuk dijual. Seperti yang terlihat dalam kalimat berikut,
”Berapa duit.”
”Maaf sebenarnya ini tak dijual. Tapi kalau Bapak mau nanti saya bikinkan lagi.”
”Tidak, aku mau ini.”
Tokoh gadis itu memberikan penawaran untuk membuatkan rangkaian bunga lagi untuk tokoh aku. Sebuah perhatian yang diberikan seorang gadis untuk pelanggan di tokonya merupakan hal yang wajar bagi gadis pemilik toko itu. Seperti yang tercantum dalam kutipan kalimat di atas. Namun tidak bagi tokoh aku pada novel tersebut, perhatian itu menjadi penyemangat baginya, menjadi sesuatu hal yang menarik dalam hidupnya.
Tokoh gadis itu berusaha menolak untuk menjual rangkaian bunga yang ingin dibeli tokoh aku (laki-laki) itu. Hingga ia memberikan harga yang sangat tinggi. Akhirnya laki-laki itu mulai merasa resah dengan keinginannya untuk membeli rangkaian bunga yang memang tidak untuk dijual itu karena uang di dompetnya yang tak mencukupi. Ia mengeluarkan semua isi dompetnya, meskipun tak mencukupi, tapi ia hanya ingin membeli rangkaian bunga itu. Dari sini, tersirat bahwa kebahagiaan memang tak dapat diukur dengan uang. Seberapapun besarnya uang yang kita miliki, kebahagiaan tak dapat dibeli dengan uang. Hal yang sering terjadi di sekitar kita yang mungkin tidak kita sadari. Seperti yang tercantum pada penggalan cerpen berikut,
Aku sama sekali tak menoleh. Aku keluarkan dompetku, lalu memeriksa isinya. Kukeluarkan semua. Hanya 900 ratus ribu. Jauh dari harga. Tapi aku taruh di atas meja berikut uang receh logam.
Dia tercengang.
”Bapak mau beli?”
”Ya. Tapi aku hanya punya 900 ribu. Itu juga berarti aku harus jalan kaki pulang. Aku tidak mengerti bunga. Tapi aku menghargai perasaanmu yang merangkainya. Aku merasakan kelembutannya, tapi juga ketegasan dan kegairahan dalam karyamu itu. Aku mau beli bunga kamu yang tak dijual ini.”
Perubahan sikap dan mood dari tokoh aku yang secara tiba-tiba merasa putus asa. Ia kecewa karena sebuah perhatian wanita yang tergambar dalam rangkaian bunga dari seorang gadis itu tak dapat ia miliki. Meskipun ia telah merelakan semua yang ia miliki, tetapi itu tidak cukup untuk membeli kebahagiaan yang ada dalam rangkaian bunga itu.
            Tokoh wanita itu tercengang melihat kepasrahan laki-laki itu untuk mempertahankan keinginannya memiliki rangkaian bunga yang ia buat. Rasa simpati itu kembali muncul ketika tokoh aku menunjukkan sikap putus asanya. Tidak hanya mengijinkan tokoh aku untuk membeli rangkaian bunganya, tetapi juga bersimpati untuk memikirkan cara pulang pelanggannya yang menyerahkan semua uangnya pada gadis cantik itu. Hal ini tercantum pada cerpen sebagai berikut,
”Ya, sudah, Bapak ambil saja. Bapak perlu duit berapa untuk pulang?”
”Bapak perlu berapa duit untuk ongkos pulang?”
”Duapuluh ribu cukup.”
”Rumah Bapak di mana?”
”Cirendeu.”
”Cirendeu kan jauh?”
Dari pertanyaan yang dilontarkan tokoh gadis itu menunjukkan rasa simpati pada tokoh aku yang memang sudah mulai berputus asa. Selain percakapan di atas, ada pula percakapan yang menunjukkan rasa simpati tokoh gadis pada tokoh aku yaitu,
”Bapak mau jalan kaki bawa bunga?”
”Ya, hitung-hitung olahraga.”
”Bapak bisa ditabrak motor. Bapak ambil saja uang Bapak 150 untuk ongkos taksi.”
”Kurang?”
            Dari sini, terjadi perubahan kejiwaan tokoh aku lagi. Perubahan yang semula cuek menjadi bersemangat, kemudian berubah menjadi putus asa, dan sekarang berubah menjadi terheran-heran. Hal ini disebabkan karena ia merasakan rasa simpati dari tokoh gadis.
            Tokoh aku merupakan cerminan jiwa yang merindukan perhatian dan kasih sayang, entah itu dari teman atau siapapun. Hal ini terlihat ketika tokoh gadis menanyakan tentang kartu ucapan yang akan ditambahkan pada rangkaian bunga itu. Akan tetapi, tokoh aku menyerahkan penulisan kartu ucapan itu pada tokoh gadis. Sedangkan gadis itu tak mengerti, ucapan itu ditujukan untuk siapa, dan tentang apa. Tokoh aku tetap bersikukuh untuk meminta tokoh gadis menuliskan ucapan pada rangkaian bunganya. Akhirnya, tokoh gadis menuliskan kalimat yang ditariknya dari sajak Di Beranda itu Angin Tak Berhembus Lagi karya Goenawan Mohamad: “Bersiap Kecewa, Bersedih tanpa kata-kata”. Seperti yang ada dalam cerpen,
”Sebaiknya Bapak saja yang menulis.”
”Tidak. Kamu.”
”Kamu saja yang memilih.”
”Tapi, saya tidak tahu yang mana untuk siapa dulu.”
”Pokoknya yang bagus. Yang positip.”
”Cinta, persahabatan, atau sayang?”
”Semuanya.”
            Tokoh aku menunjukkan jiwa kesepiannya ketika ia mengingat tentang Nelson Mandela yang mengaku mendapat inspirasi untuk bertahan selama 2 tahun di penjara Robben karena puisi. Ketika itu ia tak sanggup menahan air matanya, hingga menetes di depan gadis cantik itu. Hal inilah yang menunkkan bahwa tokoh aku adalah sosok jiwa yang kesepian. Selain itu tokoh aku juga menolak untuk menandatangani kartu ucapan ya dengan alasan ucapan yang ditulis gadis itu adalah untuknya (tokoh aku) sendiri. Hal ini tercantum dalam kutipan berikut,
”Kamu saja yang tanda tangan.”
”Kenapa saya?”
”Kan kamu yang tadi menulis.”
”Tapi itu untuk Bapak.”
”Ya memang.”
”Kamu tidak mau menandatangani apa yang sudah kamu tulis?”
”Tapi, saya menulis itu untuk Bapak.”
”Kamu tak mau mengucapkan selamat ulang tahun buat aku?”

Tak heran bila cerpen-cerpen karya Putu Wijaya menjadi cerpen-cerpen yang banyak digemari masyarakat sastra, tidak hanya imajinatif tetapi juga dapat membawa pembacanya untuk sadar pada hal-hal sepele yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Masalah-masalah kecil yang sesungguhnya memberikan pengaruh yang besar seringkali dilupakan. Gaya bahasa yang lugas dan mudah dimengerti, alur dan setting yang sederhana, dan kesederhanaan tokoh yang hadir dalam cerpen namun semua itu memiliki makna tersendiri yang mendalam. Toko bunga yang menandakan berbagai keindahan dan kenyamanan, namun hadirnya sosok aku yang justru tak dapat meniknati keindahan dan kenyamanan itu. Sementara pemilik toko, yaitu tokoh gadis cantik yang dapat menarik hati tokoh aku. Di sini menggambarkan bahwa meskipun berada di lingkungan yang serba indah dan nyaman, hanya ada satu yang membuatnya merasa bahagia, nyaman dan semangat menjalani hidup. Hingga ia merelakan semua yang ia miliki untuk membeli kebahagiaan itu, inilah kondisi kejiwaan yang digambarkan tokoh aku dalam cerpen “Bersiap Kecewa, Bersedih Tanpa Kata-kata” karya Putu Wijaya. Dari cerpen ini dapat diambil satu nilai berharga yaitu betapa besarnya pengaruh setitik perhatian dari satu orang untuk semangat hidup seseorang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar