Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Realita Sosial dalam Naskah Drama “Lakon Jeng Menul” karya Puthut Buchori



Realita Sosial dalam Naskah Drama “Lakon Jeng Menul” karya Puthut Buchori
Oleh: Muliyawati

            Dewasa ini banyak berkembang  berbagai cabang ilmu seni. Jika masyarakat sekarang telah mengembangkan seni hingga yang disebut kontemporer, maka tak kalah dengan zaman dahulu. Drama adalah salah satu cabang seni yang telah berkembang di dunia sejak ribuan tahun yang lalu. Drama mulai disukai oleh banyak orang dan berkembang hingga sekarang. Semua hal bisa ditampung oleh drama. Seni tari, olah vokal, setting panggung, dan musik merupakan satu kesatuan utuh dalam drama, yang jika ingin menilainya harus mengaitkan semua unsurnya. Begitu indah dan ada berbagai ekspresi diri.

            Satu hal yang tidak kalah pentingnya yaitu penonton. Jika naskah drama yang dipentaskan memperoleh antusiasme penonton yang bagus, maka bisa dibilang bahwa drama tersebut sukses. Di Indonesia khususnya banyak sekali penulis naskah drama, beberapa diantaranya adalah Putu Wijaya dengan salah satu karyanya yang berjudul “Demokrasi”, Gusmel Riyadh dengan karyanya yang berjudul “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi”, “Anak Kabut” karya Soni Farid Maulana, ”Alibi” karya  S. Jai, “Naskah Lakon Remaja Ibu Bumi” Karya Candra Barong Harjanto, dan masih banyak lagi.

            Tema yang diangkat dalam naskah drama bisa bermacam-macam. Tidak ada pembatasan dalam hal tema maupun dalam hal lain, seperti setting, jumlah tokoh, alur, dan lain-lain. Dalam kritik esai ini, saya akan membahas naskah drama karya Puthut Buchori yang berjudul “Lakon Jeng Menul”. Tema yang diusung oleh naskah drama ini adalah sosial tapi dikemas secara ringan dan berbau parodi rakyat jelata. Naskah drama ini menceritakan tentang kehidupan sebuah masyarakat yang terganggu akibat adanya penjual bubur baru bernama Jeng Menul. Jeng Menul menimbulkan gangguan dikarenakan para suami dan laki-laki di lingkungan sekitar tempat ia berjualan banyak yang tertarik terhadapnya dan itu membuat para istri khawatir.

          
Dalam suasana ketegangan tersebut ada yang memanfaatkan keadaan itu dengan cara menghasut para istri untuk mengusir Jeng Menul dari lingkungan itu, yang menghasut tidak lain adalah Mas Romo tukang bubur lain yang iri dengan kesuksesan Jeng Menul. Setelah Mas Romo pergi para istri mulai sadar bahwa mereka dimanfaatkan oleh Mas Romo agar dagangan buburnya laku.

            Atas usul Mbah Angin-Anginan untuk memecahkan masalah tersebut lebih baik dilakukan musyawarah saja antara Jeng Menul, para suami, para istri di rumah Denmas Lemuduso. Waktu para istri beserta Jeng Menul sampai rumah Denmas Lemuduso ternyata disana sudah ada para suami yang sedang membicarakan Jeng Menul dengan Denmas Lemuduso. Akhirnya masalah selesai dengan damai Jeng Menul menjelaskan bahwa ia hanya berusaha mencari nafkah untuk ibu dan adik-adiknya tidak bermaksud menggoda lelaki manapun. Yu Giyat mengusulkan bahwa harusnya semua menyadari kesalahan masing-masing dan mencoba memperbaiki diri sendiri.

“Lakon Jeng Menul”, judul ini menggambarkan inti permasalahan dalam naskah drama yaitu Jeng Menul sebgai tokoh utama. Naskah drama yang berjudul “Lakon Jeng Menul” karya Puthut Buchori bertema permasalahan yang dialami manusia dalam bertetangga. Dalam sebuah permasalahan hendaklah manusia mengintrospeksi dirinya terlebih dahulu sebelum menyalahkan orang lain. Membicarakan alur, alur yang digunakan adalah alur maju yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang berjalan maju, diawali dengan peristiwa perang mulut yang membahas tentang Jeng Menul antara suami istri di pagi hari, dilanjutkan para suami yang sedang makan bubur di tempat Jeng Menul, lalu ada para istri yang bergosip tentang Jeng Menul, pertemuan para istri dengan Mbah Angin-anginan, dan diakhiri dengan permusyawarahan di rumah Denmas Lemuduso.

Plot yang digunakan Puthut Buchori juga jelas. Dimulai dari eksposisi (perkenalan) yang ditandai dengan monolog oleh Jeng Menul, sebagai berikut.

 “Perkenalkan, nama saya Rumenul Setyo Kinasih. Usia dua puluh satu tahun. Pekerjaan, penjual Bubur asyoi. Enak lho. “



Selanjutnya tahap mulai munculnya konflik, ditandai dengan dialog suami istri menceritakan tentang suami yang ingin membeli buburnya jeng Menul.

          

MAT KRANJANG

                Sudah tho mbokne, pagi ini biar saya saja yang membelikan bubur buat si thole, sekali-sekali mbokne istirahat saja di rumah.



                MBOK TOMBLOK

                Alah, padune...



                MAT KRANJANG

                Padune apa



 MBOK TOMBLOK

                beralasan momong si thole, beralasan beli bubur..., lak ya hanya padune tho ?



 MAT KRANJANG

                Padune apa tho ?



MBOK TOMBLOK

                Sampeyan hanya pingin nginjen eseme bakule tho ?





MAT KRANJANG

                Ah pitenah itu, Negatip tingking, berburuk sangka...

MBOK TOMBLOK

                Lha memang beli nya bubur di tempat siapa?



 MAT KRANJANG

                Jeng Menul.



 MBOK TOMBLOK

                Wha lha dalah, lak tenan tho. Hanya mung pingin ketemu si menul, seperti halnya lelaki-lelaki lain.



MAT KRANJANG

                Lha lihat gelunganmu sudah sepet je....



                MBOK TOMBLOK

                Weh kurang ajar, lelaki semprul, berani-beraninya omong begitu. Kurang ajar.



Tahap  komplikasi (Konflik yang semakin berkembang dan semakin banyak) ditunjukkan dengan dialog tokoh Arjo Anggur dan Yu Giyat sebagai berikut.

ARJO ANGGUR

Sudah tho jangan cerigis, kasih aku duwit.



YU GIYAT

Duwitnya mbahmu apa? Wong lanang kok ora gablek duwit. Mbok bekerja, apa kek, nguli kek, dagang kek, ngamen kek, mburuh kek...







ARJO ANGGUR

Kak kek, kak kek ! Aku ini kakekmu apa, (MEREBUT DOMPET YU GIYAT ISTRINYA) mana duwitnya... (BURU-BURU PERGI KE TEMPAT JENG MENUL)



YU GIYAT

Oh dasar tekek, bayi buaya, sudah tidak bekerja, makan terus duwit istrinya, tekek elek, biar kejepit kelek sampeyan, raisa melek. (MENGUMPAT TERUS, DAN PERGI KE ARAH LAIN).



Tahap klimaks, konflik mulai memuncak terjadi ketika semua tokoh mengalami permasalahan.

MAS ROMO

keadaan saat ini sudah gawat bin genting, jamannya sudah edan bin sinting.  Masak ada penindasan smacam ini kok di biarkan saja, masak ada penjajahan hak-hak perempuan kok di cueki saja. Sampeyan-sampeyan di sini merasa terjajah tho ? betul ?



PARA WANITA

Betul !!



MAS ROMO

Ini yang namanya ketidak adilan, sampeyan-smpeyan para istri sudah di lecehkan. Masak karena keadaan sampeyan-sampeyan terkalahkan oleh esemnya si menul. Betul ?



...........

MAS ROMO

kita serahkan saja pada denmas Lemuduso, biar beliau yang mengadili, karena hal ini sudah menyangkut kestabilitasan nasional lho. Ini sudah menyangkut masalah negara lho.



YU GIYAT

Wah.. wah.. sampai segitu tho..

Mas Romo

Lha iya, ini berarti sudah meresahkan masyarakat, dan keresahan masyarakat, adalah sudah urusan aparat, jangan main hakim sendiri. Jadi mari kita bulatkan tekat: kita giring menul ke hadapan denmas lemuduso, pimpinan kita.



Pada tahap resolusi (peleraian),mulai ditemukan penyelesaian pada permasalahan yang ada. Ditandai dengan munculnya adegan:



WANITA 1          

Saya ada usul, bagaimana kalau kita ber konsultasi dulu pada mbah angin anginan, jelek jelek begitu dia itu sesepuh kita lho, dia paranormal, tahu banyak hal.

Para Wanita         : ya.. ya… setuju.. bagus itu.. ayo kita ketempat mbah angin anginan.. ayo  ayo…



YU GIYAT

Tetapi bangun pagi tidak lantas untuk bekerja, tetapi untuk sarapan bubur sambil menikmati esemnya jeng menul.



MBAH ANGIN ANGINAN

lha terus apanya yang salah, yang mana yang salah ?



MBOK TOMBLOK

Ya terang jeng menul itu tho mbah.



MBAH ANGIN ANGINAN

apanya yang salah, apa jualan bubur itu salah, dosa, dan harus di penjara…



WANITA 6

mesam-mesemnya itu lho mbah.



MBAH ANGIN ANGINAN

Wha lha dalah ! apa mesam-mesem itu tidak boleh, mesam mesem itu di larang, apa pernah ada undang-undangnya. Barang siapa mesam-mesem di depan umum, akan di penjara ?



WANITA 5

Esem yang bikin lelaki kepincut itu lho mbah…



MBAH ANGIN ANGINAN              

Apa kalau suami-suami kalian itu kepincut, apa itu salahnya menul, kenapa kalian tidak menyalahkan suami kalian saja…



WANITA 2

Lha sebab, yang menjadi musababnya si menul…



MBAH ANGIN ANGINAN

Lha apa kalau begitu, terus si menul yang harus dipersalahkan? Ngawur kamu. Kalau simbah…, ini kalau simbah lho, sekali lagi kalo simbah. Dengan kejadian seperti itu, seharusnya justru kita yang mawas diri, intropeksi..



Tahap yang terakhir yaitu penyelesaian (semua konflik berakhir). Permasalahan telah terelesaikan. Semua pihak merasa tenang dan tidak bermasalah lagi. Hal ini dapat dibuktikan dengan cuplikan dialoh berikut.

YU GIYAT

Wah kebetulan, mumpung juga ada suami kami, kami kesini ingin sowan. Ingin berdiskusi.



JENG MENUL

Ya, Saya dan para mbakyu-mbakyu ini akan curhat, mengeluarkan isi hati kami, Kami ingin mempertanyakan, kenapa, kami para wanita ini, hanya dijadikan bahan omongan, bahan gunjingan, dirasani sana, dirasani sini. Apa salah kami, kami toh hanya menjalankan tugas kami, saya hanya berjualan bubur untuk menghidupi ibu dan adik-adik saya kok di jadikan obyek kesalahan. Apa saya salah, apa jual bubur itu salah. Apa saya tidak boleh jualan lagi, terus keluarga kami harus makan apa ? saya tak punya keahlian lain selain masak bubur.



YU GIYAT

Sebenarnya kami para wanita ini dating ke sini, bukan unuk menyalahkan jeng menul, juga bukan menyalahkan suami kami, tetapi kami hanya untuk mengajak bersama-sama berinstropeksi, bermawas diri, krmbsli mrlihst diri kita, tentang kelakuan kita, tentang tanggung jawab kita.



MBOK TOMBLOK

Ya, kami tidak menyalahkan siapa-siapa tentang kasus jeng menul ini, jug atidak menyalahkan mas romo yang maruk saat ini.



DEN MAS

Ehm. Kalau memang begitu selesailah, ya semua biarkan berjalan dengan sendirinya. Kenapa kita hanya ngurusi hal hal sepele, sementara banyak hal-hal penting negara yang lain belum terurusi.





            Drama “Lakon Jeng Menul” menggunakan latar tempat yang beragam, dipasar, di jalan, di rumah yang tergambar dengan jelas dari monolog dan percakapan antar tokoh.

Di pasar, di jalan, di rumah semua orang membicarakan Jeng Menul.



MAT KRANJANG

Sudah tho mbokne, pagi ini biar saya saja yang membelikan bubur buat si thole, sekali-sekali mbokne istirahat saja di rumah.



Sementara di lain tempat, dul geplak dan nini sunyi istrinya, serta dal gaplek dan cempluk tunangannya, keheranan memandang orang yang berduyun-duyun ke arah rumah bakul bubur jeng menul.



Latar waktunya dimulai dari pagi hari.

Sudah tho mbokne, pagi ini biar saya saja yang membelikan bubur buat si thole, sekali-sekali mbokne istirahat saja di rumah.



Dengan suasana yang berganti-ganti dari menegangkan, tergambar dari para wanita yang sedang menggunjingkan Jeng Menul. Dibuktikan dengan dialog beberapa wanita berikut ini.

WANITA 2

menul memang biyang kerok.



WANITA 3

Menul ki pancen semprul.



WANITA 4

ya sembrono.



WANITA 5

Di usir saja !



WANITA 6

Jangan, kasihan, di karantinan saja.



WANITA 2

memangnya kewan. Di pasung saja.



WANITA 5

Hus, sadis.







Naskah drama ini berbau parodi, jadi jelas jika ada bagian-bagian pada naskah drama yang memang bisa dibilang lucu. Ini dibuktikan dengan percakapan antara mbah Angin-Anginan dan Wanita-Wanita desa berikut ini.



WANITA 4          

Salahnya sampeyan sekti, jadi kami heran dan bertanya-tanya tentang kesaktian simbah.



MBAH ANGIN ANGINAN              

Sakti apa ?



PARA WANITA

Ya Sakti, tanpa di panggil sudah hadir sendiri.



MBAH ANGIN ANGINAN              

Itu Namanya bukan sakti…



PARA WANITA

Lantas apa ?



MBAH ANGIN ANGINAN              

Lho kan memang aturan naskahnya seperti itu, kata sutradaranya harus begitu…



PARA WANITA

Hu.. dasar simbah…



Para wanita sebbenarnya tidak hanya mempunyai sifat pemarah, tapi pada akhirnya mereka juga menyadi kesalahan yang ada pada diri mereka. Ditandai dengan dialog dari Yu Giyat berikut ini.



YU GIYAT

Sebenarnya kami para wanita ini datang ke sini, bukan unuk menyalahkan jeng menul, juga bukan menyalahkan suami kami, tetapi kami hanya untuk mengajak bersama-sama berinstropeksi, bermawas diri, krmbsli mrlihst diri kita, tentang kelakuan kita, tentang tanggung jawab kita.

                MBOK TOMBLOK

                Ya, kami tidak menyalahkan siapa-siapa tentang kasus jeng menul ini, juga tidak menyalahkan mas romo yang maruk saat ini.



            Tokoh yang diusung Puthut Buchori juga kompleks. Dengan menghadirkan berbagai peran, dari antagonis, protagonis, dan tritagonis. Jeng Menul berperan sebagai tokoh protagonis. Para istri mempunyai sifat suka bergosip, pencemburu, dan mudah terprovokasi, tergolong sebagai tokoh antagonis. Para suami yang tidak mau bekerja dan hanya menyusahkan istri saja. Mempunyai sifat pemalas dan mata keranjang.

YU GIYAT

Duwitnya mbahmu apa? Wong lanang kok ora gablek duwit. Mbok bekerja, apa kek, nguli kek, dagang kek, ngamen kek, mburuh kek...



(Pemalas, mata keranjang)

Mbok Tomblok terus menerus memaki suaminya yang mata keranjang. dan keduanya ngeloyor pergi. sementara dilain tempat.

YU GIYAT

Duwitnya mbahmu apa? Wong lanang kok ora gablek duwit. Mbok bekerja, apa kek, nguli kek, dagang kek, ngamen kek, mburuh kek...



ARJO ANGGUR

Namanya saja menul, pasti di jamin mendat mentul kalu melihatnya.





Mbah Angin-Anginan mempunyai berperan sebagai tokoh tritagonis. Seorang laki-laki tua yang berprofesi sebagai paranormal dan dianggap sesepuh oleh warga sekitar.

(Seorang paranormal)

WANITA 1          

Saya ada usul, bagaimana kalau kita ber konsultasi dulu pada mbah angin anginan, jelek jelek begitu dia itu sesepuh kita lho, dia paranormal, tahu banyak hal.



(Seorang paranormal dan dianggap sesepuh oleh warga)

WANITA 1          

Saya ada usul, bagaimana kalau kita ber konsultasi dulu pada mbah angin anginan, jelek jelek begitu dia itu sesepuh kita lho, dia paranormal, tahu banyak hal.



(Bijaksana)

MBAH ANGIN ANGINAN

Lha apa kalau begitu, terus si menul yang harus dipersalahkan? Ngawur kamu. Kalau simbah…, ini kalau simbah lho, sekali lagi kalo simbah. Dengan kejadian seperti itu, seharusnya justru kita yang mawas diri, intropeksi..



WANITA 2

Introspeksi mbah…



MBAH ANGIN ANGINAN              

Ya intropeksi, kita kembali melihat kepada diri kita sendiri, apa tho yang kurang pada diri kita, sehingga suamiku meninggalkan aku, sehingga suamiku bosan dengan ku, apa kita kurang bersolek, kurang ayu. Dulu waktu masih yang-yangan dandan mati-matian, dan setelah rabi malah nglomprot blas ratau dandan. Kok suami suka sarapan di luar, apa masakan kita kurang enak? Kalau kurang enak ya belajar masak, biar suami dan anak betah dan suka makan di rumah. Tak ada salahnya kita melihat kembali pada diri kita, tidak asal menyalahklan orang lain. Tapi cobalah menghargai orang lain.



Mas Romo, seorang laki-laki dan mempunyai pekerjaan tukang bubur. Mempunyai licik dan pengadu domba.

(Seorang penjual bubur)

MBAH ANGIN ANGINAN

Mas romo itu kan orang sudah mapan, dagangan buburnya juga sudah laris, kok ya takut kesaing… romo… romo… kok ya sempat-sempatnya kamu dolanan kompor, kalo kebakar jenggotmu baru tahu rasa kamu.



(Licik dan pengadu domba)

Berempat kemudian menuju warung jeng menul. di lain tempat. mas romo sedang memanas-manasi para istri untuk protes ke denmas lemuduso, agar menghentikan  kegiatan jeng menul jualan bubur.



Raden Mas Lemuduso, seorang laki-laki yang dianggap seorang pemimpin, dihormati, dan bijaksana.

(Seorang pemimpin dan dihormati)

YU GIYAT

Wah.. wah.. sampai segitu tho..

Mas Romo

Lha iya, ini berarti sudah meresahkan masyarakat, dan keresahan masyarakat, adalah sudah urusan aparat, jangan main hakim sendiri. Jadi mari kita bulatkan tekat: kita giring menul ke hadapan denmas lemuduso, pimpinan kita.



(Bijaksana)

DEN MAS

Ehm. Kalau memang begitu selesailah, ya semua biarkan berjalan dengan sendirinya. Kenapa kita hanya ngurusi hal hal sepele, sementara banyak hal-hal penting negara yang lain belum terurusi.



Drama ini menggunakan bahasa campuran, antara bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Jawa.

(Bahasa Inggris)

MBAH ANGIN ANGINAN

Lha ya tidak kenapa-kenapa, hanya soal menul saja kok di besar-besarkan. Slow sajalah. Masalah sudah tenang kok. Tunggu saja besok di Koran.



(Bahasa Jawa)

MBOK TOMBLOK

beralasan momong si thole, beralasan beli bubur..., lak ya hanya padune tho ?



Drama ini mengajarkan kita untuk mengintrospeksi diri terlebih dahulu sebelum menyalahkan orang lain. Karena kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari luarnya saja. Belajarlah untuk menghargai orang lain. Dalam masyarakat sekarang pun, kasus seperti Jeng Menul ini juga bisa saja terjadi. Dimana ketentraman warga bisa terusik lantaran ada seseorang yang ingin mencari nafkah. Puthut Buchori berhasil membidik dengan tepat permasalahan yang sesungguhnya terjadi di masyarakat. Dengan bahasa yang ringan, drama ini bisa menyentil hati pembacanya. Drama ini akan lebih hidup jika dipentaskan. Tentu saja akan menarik karena permasalahan yang disuguhkan kompleks tapi ringan.

Melihat latar belakang penulis drama yang notabene memang ‘orang teater’ yaitu sebagai alumni Jurusan teater ISI Yogyakarta, selain menjadi Direktur Artistik Bandungbondowoso ready on stage, juga direktur Artistik di Teater MASA Jokjakarta, Perfomance Artist Post Punk Perfomance, dan bekerja secara freelance pada beberapa kelompok kesenian. Saat ini aktif menjadi konseptor dan pemimpin redaksi Underground Buletin Sastra ASK [Ajar Sastra Kulonprogo]. Berteater sejak kelas satu SMP di teater JIWA Yogyakarta pimpinan Agung Waskito ER. Telah Berproses teater lebih dari 100 repertoar, baik sebagai sutradara, pemain, tata artistik maupun tata lampu. Pernah membina kelompok teater, antara lain : Teater MAN Yogyakarta 1, Teater Puspanegara SMUN 5 Yogyakarta, SMUN 1 Depok Sleman Yogyakarta, Teater Cassello SMUN 1 Wates Kulonprogo Yogyakarta, Teater Thinthing Wates Kulonprogo Yogyakarta, SMU Kolese GONZAGA Jakarta (event tertentu), Kolese LOYOLA Semarang Jateng (event Tertentu). Teater Sangkar UPN Veteran Yogyakarta, Teater RAI ISI Yogyakarta, Teater DOEA KATA ISI Yogyakarta, dan saat ini sedang merintis kelompok teater di Wates Kulonprogo Yogyakarta.

            Berbagai aktivitas dalam dunia teater, membuat karya Puthut tidak diragukan lagi. Jam terbang yang tinggi menjadi tolak ukur kualitas karyanya. Kesimpulan akhir yang dapat ditarik dari naskah drama “Lakon Jeng Menul” adalah secara keseluruhan drama ini menarik karena ada unsur yang membawa nama “orang kecil” yang tidak diperhatikan pemerintah. Unsur permasalahannya juga tidak basi dan nilai dari drama ini masih bisa diterapkan untuk masa yang akan datang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar