Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Teropong Kepalsuan di Balik Sebuah Manisnya Bibir dalam Naskah Drama “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” Karya Arifin C. Noer


Teropong Kepalsuan di Balik Sebuah Manisnya Bibir dalam Naskah Drama “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” Karya Arifin C. Noer Oleh: Fryskatana Wira

Sastra merupakan sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Hal tersebut disebabkan karena dalam pembahasan pembuatan sebuah karya sastra selalu mengaitkan berbagai nilai kehidupan manusia dan segalam masalah yang ada di sekitar manusia. Seperti halnya drama Arifin C. Noer “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” tersebut sangat erat dengan realitas kehidupan. Ada pepatah yang mengatakan bahwa “Setinggi-tingginya tupai melompat pasti jatuh juga”, sepandai-pandainya orang berbohong pasti terbongkar juga.

Matahari disebuah jalan kecil memunculkan pertentangan tokoh utama dalam suatu kondisi. Pertentangan antar pendapat dan keraguan karena pernah merasakan hal ketidakjujuran seseorang. Dan pada akhir cerita tokoh utama merasa kecewa dengan mengetahui kebenaran atas keraguan pada tokoh utama.

Awal cerita terdapat narasi yang menjelaskan bahwa di sana seperti menggambarkan kehidupan rakyat kecil sehari-hari yang di mana terlihat ada seorang penjaga malam, Simbok, dan ada pemuda yang membawa bagi di atas kepalanya.  Dialog pun diawali dengan di sebuah jalan kecil terdapat sebuah pabrik es yang sudah sangat tua. Di depan bangunan pabrik es itu ada seorang wanita tua yang berjualan makanan berupa pecel. Pelanggannya kebanyakan dari pekerja pabrik juga. Saat itu yang berada di warung pecel tersebut ada Si Tua, Si Peci, Si Kurus, Si Kacamata, dan Si Pendek. Mereka sedang makan sekaligus mengeluh tentang harga makanan dan kebutuhan pokok yang terus beranjak naik sedangkan gaji mereka tak kunjung naik.

Naskah drama Matahari di Sebuah Jalan Kecil karya Arifin C. Noer mengajak kita meneropong ke dalam kisah nyata yag terjadi pada masyarkata kita. Berbagai masalah yang timbul dalam bermasyarakat dan juga liku-liku kehidupan yang engikuti perkembangan zaman yang semakin membuat masyarakat kecil yang semakin tercekik akibat tikus-tikus berdasi. Realitas tersebut nampak pada kutipan naskah sebagai berikut.

...

SI TUA                        : Tempe lima rupiah sekarang.

SI KACAMATA          : Beras mahal (membuang cekodongnya) kemarin istriku mengeluh.

SI PECI                        : Semua perempuan ya ngeluh.

SI KURUS                   : Semua orang pengeluh.

SI KACAMATA          : Kemarin sore istriku berbelanja ke warung nyonya pungut. Pulang-pulang ia menghempaskan nafasnya yang kesal……. Harga beras naik lagi, katanya.

...

Dalam kutipan di atas jelas sekali bahwa banyak masyarakat yang mengeluh atas harga sembako yang semakin lama semakin meningat. Kesejahteraan yang semakin jauh dari harapan.

Matahari di Sebuah Jalan Kecil ini juga menggambarkan bangsa Indonesia itu sendiri, terlihat pada dialog tentang perbandingan pada zaman dahulu dan sekarang ini. Simak kutipan berikut:

...

SI PECI                       : Dulu?

SI TUA                        : Ketika jaman normal.

SI KURUS                   : Jaman Belanda.

SI TUA                        : Ya, jaman Belanda. Untuk sehelai kemeja saya hanya   membutuhkan uang sehelai rupiah.

SI KURUS                   : Tapi untuk apa kita melamun, untuk apa kita mengungkap-ungkap yang dulu?

...

Kutipan tersebut hanyalah gambaran tentang Negara Indonesia yang dulu tersebut dapat dikatakan zaman normal zaman Belanda, ketika kita ingin membeli sesuatu  dengan mudah kita dapat membelinya, namun ketika zaman sudah merdeka seperti sekarang serba susah dan sulit.

Dalam naskah juga menceritakan tentang keluhan rakyat miskin akibat ulah “TIKUS”. “TIKUS” tersebut merupakan simbol yang artinya koruptor. Naskah ini juga merupakan sindiran bagi para koruptor agar koruptor tersebut tahu mengenai kehidupan rakyat kecil yang selalu tertindas. Rakyat kecil menganggap bahwa kehidupan mereka yang seperti itu karena akibat ulah koruptor yang semakin banyak di Negara Indonesia yang banyak menyengsarakan rakyat kecil. Kutipan sebagai berikut.

...

SI KURUS                   : Bahkan kita takkan percaya lagi pada kucing. Kucing sekarang takut pada tikus dan tikus sekarang besar-besar, malah ada yang lebih besar daripada kucing, dan adapula tikus yang panjangnya satu setengah meter dan empat puluh kilogram beratnya. Tapi yang lebih pahit kalau kucing jadi tikus alias kucing sendiri sama kurang ajarnya dengan tikus.

SI KACAMATA          : Dunia penuh tikus sekarang.

SI KURUS                   : Dan tikus-tikus jaman sekarang berani berkeliaran di depan mata pada siang hari bolong.

SI TUA                        : Omong-omong perkara tikus, (batuk-batuk)                         sekarang ada juga orang yang makan tikus.

...

Kutipan dialog di atas menceritakan tentang kehidupan para koruptor yang bebas dalam melakukan apapun meskipun mereka tahu akan menyengsarakan banyak orang. Kebanyakan bagian orang dari mereka ialah orang baik-baik namun dibalik wajah baik tersebut menutupi kejelekan sifatnya yaitu mengeruk uang dari hasil korupsi, uang yang bukan haknya mereka miliki. Uang yang sebenarnya untuk mensejahterakan rakyat namun telah di gerogoti oleh para tikus yang memiliki tinggi lebih dari 1,5 meter dan berat lebih dari 40 kg, tikus-tikus yang memakai dasi. Banyak dari mereka yang hanya mengumbar janji-janji palsu untuk meyakinkan rakyatnya dan rakyat senantiasa menerima dan menuruti kepalsuan tersebut dan pada akhirnya janji-janji tersebut hanya isapan jempol belaka. Memang benar adanya bahwa “tikus-tikus zaman sekarang berani berkeliaran di depan mata pada siang hari bolong”. Seperti halnya yang terjadi pada kasus perpajakan Gayus Tambunan, dalam masa tahanannya ia bisa berlibur ke luar negeri. Namun yang sangat mengecewakan, hal tersebut bisa terjadi, apakah memang orang tahanan bisa berlibur di luar? namun masih tetap jawabnnya “tidak”, menurut para penguasa apapun bisa ia lakukan dengan uang, hukum pun mampu di beli dengan uang.

 Kemudian pada dialog si kacamata mengatakan, ”Dunia penuh tikus sekarang”,memang pada kenyataannya dunia memang banyak tikus, tikus berdasi, bahkan mereka tidak hanya sendiri, saru organisasinya gemar menjadi tikus sekarang. Dialog tersebut juga menggambarkan wajah politik di Indonesia. Banyak orang yang berbibir manis dan licin demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Hal itu yang menyebabkan rakyat Indonesia masih banyak yang miskin.

Di sekitar kita tidak asing dan banyak sekali ketidakjujuran yang terjadi dalam kejadian kehidupan kita sehari-hari. Ketidakjujuran sangat berpengaruh pada pola tingkah laku manusia dalam bermasyarakat atau sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Ketika kepercayaan itu dikhianati oleh ketidakjujuran seseorang, maka akan sulitlah bagi orag tersebut untuk mempercayai kembali. Seperti halnya kutipan sebagai berikut.

...

SIMBOK         : Seumur hidup baru pagi ini saya menjumpainya. Tapi peristiwa semacam ini kerap kualami. Dulu saya percaya ada orang yang betul-betul ketinggalan uangnya tetapi orang-orang sebangsa itu tidak pernah kembali. Seminggu yang lalu saya tertipu dua puluh rupiah. Tampangnya gagah dan meyakinkan sekali, waktu itu ia bilang uangnya tertinggal di rumah. Tapi sampai hari ini pecel yang dimakannya belum dibayar. Benar dua puluh itu tidak banyak, tetapi dua puluh kali sepuluh adalah tidak sedikit. Sekarang saya sudah kapok dan cukup pengalaman.

...

Kutipan dialog “Simbok” di atas menggambarkan bahwa ketidakpercayaan Simbok kepada “Pemuda” karena Pemuda tersebut berusaha melarikan diri untuk tidak membayar makanan dari warung Simbok. Simbok tersebut sudah berpengalaman dengan pemuda yang berpura-pura tertinggal dompetnya sehingga tidak membayar makanan di warung Simbok.

Suasana semakin tegang ketika datang satu persatu pekerja yang ikut terlibat maupun melihat kejadian tersebut, mereka membela simbok dan terus memojokkan pemuda itu dikarenakan alasan pemuda tersebut tidak masuk akal. Mereka terus berdebat dan akhirnya mereka menyuruh pemuda tersebut untuk meninggalkan bajunya sebagai jaminan.

...

SI KURUS     :Tidak, kau tidak punya malu. Kau tidak malu makan tidak bayar. Tanggalkan celanamu! Tanggalkan!

SI SOPIR        :Suka! Tentu tidak, ya? Nah, copot bajumu!

...

Kutipan di atas menggambarkan kemarahan pegawai pabrik dan sopir atas perbuatan si pemuda tersebut. Untuk membuktikan benar tidaknya pemuda tersebut berbohong ialah dengan menyuruhnya membuka baju sebagai jaminan untuk membayar makanan. Namun pemuda ini sangatlah cerdik bak seekor belut yang berusaha lari dari tangkapan orang. Pemuda tersebut mencari celah agar pemuda tersebut merayu simbok. Pemuda itu menceritakan hal-hal yang sangat menyedihkan yang membuat simbok tidak tega dan teringat akan anaknya yang di penjara. Dengan kepalsuan wajah yang memelas dan nada suara yang lirih pemuda tersebut berhasil mengelabuhi simbok dan percaya kepada pemuda tersebut dan simbok pun merasa tidak tega kemudian menggembalikan baju pemuda tersebut. Seperti pada kutipan berikut.

...                                                                                                                                      

PEMUDA      : Asalku sendiri dari desa, desa yang wilayahnya di gunung kidul, Wonogiri. Juga Mbok pun tahu tanah macam apa yang menguasai tanah macam gunung kidul itu. Tanah tandus. Tanah yang tidak mengkaruniakan buah bagi mulut yang papa. Sebab itulah aku turun dan mengembara sampai ke pesisir utara ini. Tapi jarak selatan sampai ke pesisir utara tidak juga memberikan apa-apa. Karenanya aku terus menyusuri ke Barat, ke tanah wali ini, dengan harapan tanah serta rumah di kota ini akan sudi memberi makan saya. Tujuh hari sudah saya disini dan dua hari sudah saya lapar. Dan pada hari ketiga kelaparan saya membawa saya kemari ke tempat Mbok berjualan pecel. Tidak, saya tidak bermaksud menipu. Sekali-kali tidak (menengadah) Tuhan, kutuklah aku!

...

Kutipan tersebut nampak bahwa pemuda tersebut pintar mengelabuhi korbannya. Ia menceritakan asalnya, ia juga mengatakan bahwa ia sudah dua hari tidak makan. Padahal sesungguhnya hari sebelumnya juga sudah menipu warung di pasar Kauman. Terlihat sungguh licin mulut pemuda itu, terlihat juga bahwa pemuda tersebut menipu korbannya tidak hanya sekali ataupun dua kali,namun nampaknya pemuda ini sangatlah profesional untuk menipu orang lewat kepalsuan wajahnya yang nampaknya seorang pemuda yang baik-baik.

Kebenaran pun terungkap ketika penjaga malam malam datang ke warung simbok dan memesan sesuatu. Penjaga  malam tersebut menceritakan bahwa ada pencuri yang mirip dengan pencuri di sebuah warung di pasar Kauman, kemudian simbok tersadar bahwa ia sudah tertipu oleh pemuda tersebut. Simbok merasa tidak percaya dan kaget mendengar bahwa pemuda tersebut benar seorang penipu yang berani makan di warung simbok dengan tidak membayar. Kepalsuan inilah terungkap pada adegan terakhir. Ternyata dari mulut manis dan licin itu pemuda tersebut berhasil menipu Simbok, dan berhasil membuat Simbok menjadi simpati dan empati terhadap pemuda tersebut.

Namun bagaimana pun “setinggi-tingginya tupai melompat pasti jatuh juga”. Terbukti pada naskah yang banyak menggambarkan bahwa pemuda tersebut tetap kukuh mengelak kepada beberapa pegawai pabrik bahwa ia berbohong. Namun setelah pemuda itu meninggalkan warung barulah terungkap bahwa pemuda tersebut tidak lain ialah seorang pencuri. Kejujuran tersebut sangatlah penting untuk kehidupan sehari-hari kita. Sebab kejujuran tersebut akan menanamkan kepercayaan kepada orang lain. Jika kita sekali berbohong kepada orang lain maka kita sulit akan mendapatkan kepercayaan orang lain. Kebohongan tersebut juga dapat mencelakakan orang lain maupun diri kita sendiri.

Sebaiknya janganlah mudah percaya kepada orang yang baru kita kenal dan orang yang memasang wajah memelas serta menceritakan kehidupan yang menyedihkan. Sebab kita tidaklah tahu bahwa seseorang tersebut sedang berbohong atau tidak atau orang tersebut orang baik atau jahat karena hal sepele seperti itu bahkan menjadi jembatan kepada orang yang akan berbuat kejahatan kepada kita. Tak selamanya manisnya mulut tak berbuah manis untuk orang lain.

Drama Arifin C. Noer yang berjudul Matahari di Sebuah Jalan Kecil ini menggambarkan teropong kepalsuan di balik manisnya bibir. Teropong tersebut seakan melihat memnag benar adanya kehidupan rakyat yang seperti di ceritakan adegan tiap adegan. Ada rakyat kecil yang terus mengeluh tentang kenaikan harga pokok, semua serba sulit, bahkan memang benar adanya tentang carut-marut politik di Indonesia yang membuat tikus semakin merajalela, hingga tikus-tikus tersebut tak segan menampakkan wajahnya di siang bolong. Namun yang paling tersorot dalam naskah ini terdapat pada tokoh sentralnya, yaitu tokoh “Pemuda” yang pandai bersilat lidah, hal tersebut sangat tergambar saat ia tak mau membayar uang makannya di warung Simbah. Kejadian tersebut sangatlah umum terjadi di Indonesia, terutama di kalangan rakyat kecil. Banyak yang ngebon saat makan, seperti yang dilakukan tokoh “Pendek”, kemudian ada yang lupa bayar, seperti pengalaman simbok. Ada pula yang tega menipu hingga ia tidak mau membayar makan di warung. Kejadian tersebut sudahlah menjadi pemandangan yang normal di negara Indonesia ini.

Dengan kelihaiannya bersilat lidah pemuda itupun tidak gentar saat ia sempat di hakimi oleh pekerja pabrik dan sopir yang menyudutkan dia telah bersalah, namun pemuda tersebut bak belut, sangat licin untuk menghindari tuduhan para pekerja pabrik tersebut. Bukan hanya pekerja yang luput dari kemanisan mulut pemuda tersebut. Saat pekeja pabrik kembali bekerja, pemuda itupun melalukan aksinya untuk menipu Simbok dengan cerita-cerita yang membuat Simbok teringat oleh anaknya yang dipenjara. Simbok pun luluh hatinya, dan membiarkan pemuda tersebut pergi. Hal seperti itupun juga kerap terjadi, penipuan yang akhir-akhir ini ada di sana sini yang membuat tidak sedikit orang merugi. Rupanya memang Arifin C. Noer ini menulis naskahnya berdasarkan realitas kehidupan yang terjadi sekitarnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar