KETIKA
KASTA BERBICARA
DALAM
“BILA MALAM BERTAMABAH MALAM”
Oleh: Frety Amora Pradiska
Karya
sastra pada umumnya menceritakan kenyataan hidup dalam bentuk artistik sehingga
kehadirannya mempunyai arti tersendiri bagi si pembaca atau si penikmatnya.
Drama
sebagai salah satu jenis karya sastra tentunya memiliki makna tersendiri. Dalam
drama, masalah yang dikemukakan biasanya tidaklah terlepas dari aspek-aspek
sosial masyarakat dalam hubungan antara manusia dengan manusia lainnya.
Drama
ditulis oleh pengarangnya tidak hanya berhenti pada tahap pembeberan peristiwa
untuk dinikmati secara artistik imajenatif oleh pembacanya, melainkan juga
harus dilanjutkan pada sebuah pementasan secara visual di atas panggung.
Kekhususan inilah yang menjadikan drama berbeda dengan puisi dan prosa fiksi. Dengan
demikian, drama dapat dianggap sebagai suatu karya yang memiliki dua dimensi,
yakni dimensi sastra dan dimensi seni pertunjukkan.
Drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu
Wijaya mengangkat persoalan mengenai cara memanusiakan manusia. Pada
hakikatnya, setiap manusia berhak untuk memperoleh penghargaan atas dirinya,
berhak untuk dihargai dan dihormati, tanpa memandang status sosialnya.
Gusti Biang, yang merupakan keturunan bangsawan
Bali dari kasta Ksatria, begitu merendahkan abdinya yaitu Nyoman dan Wayan,
yang berasal dari kasta sudra. Sebagai majikan, ia memperlakukan para abdinya dengan tidak
baik. Ia selalu berteriak, berkata kasar, memaki, dan menghina para
abdinya.
· Hinaan Gusti Biang terhadap Wayan
GUSTI BIANG
Jangan
berbantah denganku. Kau sudah tua dan rabun, lubang telingamu sudah ditempati kutu
busuk. Kau sudah tuli, malas dan suka berbantah,
Cuma bisa bergaul dengan si belang. Kau dengar itu kuping tuli?
WAYAN
Betul Gusti Biang.
· Makian Gusti Biang terhadap Nyoman
GUSTI BIANG
Setan! Setan!
Kau tak boleh
berbuat sewenang-wenang di rumah
ini. Berlagak mengaturorang lain
yang masih waras. Apa good, good
apa? Good bye! Menyebut kekasih, manis, kau
pikir apa anakku. Wayan akan menguncimu di
dalam gudang tiga hari tiga
malam, dan kau akan meraung seperti si belang.
NYOMAN
Aduh cantiknya Gusti Biang. Seperti
seekor burung merak. Seperti
lima belas tahun
yang lalu ketika tiyang
masih kecil dan
sering duduk di
pangkuan Gusti. Masih ingatkah Gusti?
Tikaian pun
terjadi ketika Ngurah, anak Gusti Biang kembali dari kota tempatnya menuntut
ilmu. Hal ini teradi karena Ngurah berkata jujur kepada Gusti Biang bahwa ia
mencintai Nyoman dan ia berniat untuk menikahinya. Namun, tentu saja niatnya
untuk menukahi Nyoman ditentang oleh ibunya karena mereka berbeda kasta, dan ia
pun telah dijodohkan dengan Sagung Rai yang juga berasal dari kasta ksatria.
· Dialog yang berisi pertikaian Gusti Biang dan Ngurah
GUSTI BIANG
Dia
tidak pantas menjadi istrimu! Dia tidak pantas menjadi menantuku!
NGURAH
Kenapa
tidak ibu? Kenapa? Siapa yang menjadikan Sagung Rai lebih pantas dari Nyoman untuk
menjadi istri? Karena derajatnya? Tiyang tidak pernah merasa derajat tiyang lebih
tinggi dari orang lain. Kalautoh tiyang dilahirkan
di purian, itu justru menyebabkan tiyang harus berhati-hati. Harus pintar berkelakuan
baik agar bisa jadi teladan orang, yang
lain
omong kosong semua!
Permasalahan dalam drama ini mencapai puncaknya
ketika Gusti Biang bersikeras menolak keinginan Ngurah untuk menikahi Nyoman.
Selain itu, masalah menjadi makin klimaks ketika Wayan berkata kepada Gusti
Biang dan Ngurah bahwa almarhum suaminya, ayah Ngurah adalah seorang penghianat
dan bukanlah seorang pahlawan seperti anggapan orang selama ini. Gusti Biang
dan Ngurah begitu marah mendengarnya.
· Penolakan
Gusti Biang terhadap keinginan Ngurah menikahi Nyoman
(Gusti Biang Terbelalak Dan
Mendekat)
NGURAH
Tiyang
sebenarnya pulang meminta restu dari ibu. Tapi karena ibu menolaknya karena sola
kasta, alasan yang tidak sesuai lagi. Tiyang akan menerima akibatnya
(Gusti Biang Menangis, Ngurah Bergulat
Dengan Batinnya)
Tiyang
akan kawin dengan Nyoman. Sekarang ini soal
kebangsawanan jangan di besar-besarkan lagi. Ibu harus menyesuaikan diri, kalau tidak ibu akan ditertawakan orang. Ibu
...
GUSTI BIANG
Tinggalkan
aku anak durhaka! Pergilah memeluk kaki perempuan itu! Kau bukan anakku lagi!
Leluhurmu akan mengutukmu, kau akan ketulahan
· Bukti dialog
antara Wayan, Gusti Biang, dan Ngurah
WAYAN (Tertawa)
Semua
pahlawan mati tertembak NICA, tetapi dia tidak. I Gusti Ngurah Ketut Mantri bukan
Seorang
pahlawan, dia ditembak mati gerilya sebagai
penghianat.
GUSTI BIANG
Dengar, dia menghina ayahmu! Usir dia!
Tembak dia sampai mati!
NGURAH
(Memegang ibunya yang hendak memukul)
Tenang
ibu!
GUSTI BIANG
Coba
katakana lagi suamiku penghianat! Coba!
Kupukul
kau bedebah.
WAYAN
Dia
memang penghianat.
GUSTI BIANG
Leak!
Terkutuk kau!
NGURAH
Bape
bilang ayah saya penghianat? Kenapa Bape
membeo kata
orang yang iri hati?
Bape sudah bertahun-tahun di sini mengapa mau merusak nama baik keluarga kami?
Permasalahan mulai
mereda ketika Wayan bisa membuktikan tuduhannya bahwa I Gusti Ngurah Ketut
memanglah seorang penghianat. Ia tidak berdusta karena ia sendirilah yang
sebenarnya telah membunuhnya ketika ia menjadi pejuang gerilya. Selain itu,
Wayan juga membuka rahasia antara dirinya dan Gusti Biang. Mereka sebenarnya
dahulu saling mencintai. Namun, karena berbeda kasta, Wayan harus rela
kekasihnya menikah dengan I Gusti Ngurah Ketut. Oleh karena itulah ia rela
menjadi abdi di puri Gusti Biang agar mereka tetap bersama. Selain itu, ia juga
mengatakan bahwa Ngurah, secara biologis adalah anak kandungnya. Hal ini
dikarenakan I Gusti Ngurah Ketut adalah seorang wandu.
· Wayan membuktikan perkataanya
WAYAN
(Menggeleng)
Berikan
bedil itu Tu Ngurah!
GUSTI BIANG
Ayahmu
ditembak NICA!
NGURAH
(Membentak)
Buktikan!
WAYAN
Buat
apa?
NGURAH
Buktikan!
WAYAN
Tiyang
selalu mendampinginya. Tiyanglah yang selalu dekat dengan dia, dan tiyang seorang
gerilya.
NGURAH
Lalu?
MEREKA SALING BERPANDANG-PANDANGAN.
WAYAN MENGAMBIL BEDIL ITU DARI TANGAN NGURAH DAN NGURAH SEPERTI TAK BERTENAGA
MEMBERIKAN BEDIL ITU
WAYAN
(Pelan)
Aku
telah sengaja melupakannya. Belanda itu memungutnya, tetapi tak tahu siapa yang
menembaknya.
(Membelai bedil)
Tiyanglah yang menembaknya.
· Wayan membuka rahasia hidupnya
WAYAN
Diam!
Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini sekarang. Dia sudah cukup tua untuk tahu.
(Kepada Ngurah)
Ngurah, Ngurah mungkin mengira ayah Ngurah
yang sejati, sebab dia suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah
seorang pejuang. Dia seorang penjilat,
musuh gerilya. Dia bukan lelaki jantan,
dia seorang wandu. Dia memiliki lima belas
orang istri, tapi itu hanya untuk
menutupi kewanduannya. Kalau dia harus melakukan
tugas sebagai seorang suami, tiyanglah yang
sebagian besar melakukannya. Tapi
semua itu menjadi rahasia ... sampai
... Kaulahir, Ngurah,
dan menganggap dia sebagai ayahmu
yang sebenarnya. Coba tanyakan kepada
ibu Ngurah, siapa sebenarnya ayah Ngurah
yang sejati.
Drama Bila Malam Bertambah Malam ini
berakhir dengan bahagia. Akhirnya Ngurah mendapat ijin untuk mempersunting
Nyoman karena Gusti Biang sadar bahwa cinta tidaklah harus memandang kasta. Ia
pun tidak ingin anaknya akan menderita seperti dirinya dan Wayan yang cintanya
terhalang oleh kasta. Gusti Biang dan Wayan pun bersatu kembali.
GUSTI BIANG
(Sambil menghapus air matanya)
Aku
tidak akan mencegahnya lagi. Kita akan mengawinkannya,
(Dengan manja)
Tapi
jangan ceritakan lagi tentang yang dulu-dulu. Aku sangat malu.
WAYAN
(Tersenyum)
Kalau
begitu Wayan tidak jadi pergi. Wayan akan menjagamu Sagung Mirah, sampai kita
Berdua
sama-sama mati dan di atas kuburan kita, anak-anak itu berumah tangga
dengan baik Sagung Mirah ..
GUSTI BIANG
Apa
Wayan?
WAYAN
Kau
tetap cantik seperti DewiSri ...
GUSTI BIANG
Huuuuuuuuuussssssss!
Bila Malam Bertambah Malam
menyampaikan kepada pembaca bahwa siapapun orangnya, dan dari rahim siapa ia
tercipta, tetaplah seorang manusia dan harus diperlakukan sebagaimana mestinya
manusia. Tak peduli apakah orang
kaya maupun miskin, dari keluarga ningrat atau tidak, tetap harus saling
menghargai karena hidup tidak dapat lepas dari orang lain.
Pahlawan yang sebenarnya adalah
penghianat yang diceritakan dalam drama ini menunjukkan kepada pembaca bahwa
orang-orang terkadang menutup mata terhadap kesalahan seseorang yang dihormati
karena tahtanya. Seorang penghianat dianggap sebagai pahlawan sedangkan yang
benar-benar berjasa dilupakan. Terkadang, orang yang selama ini terkenal baikpun belum tentu sebenarnya adalah
orang yang baik.
Begitu
menarik amanat dalam drama ini. Putu Wijaya yang merupakan orang Bali, menyuarakan
ketidaksetujuannya terhadap sistem kasta di Bali melalui karyanya, “Bila Malam
Bertambah Malam” dengan sangat cerdas. Bahasanya ringan, mudah dimengerti, ceritanya
sederhana tapi mengandung pesan yang begitu dalam. Jangan membeda-dedakan
manusia.
0 komentar:
Posting Komentar