Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

KETIKA KASTA BERBICARA DALAM “BILA MALAM BERTAMABAH MALAM”



KETIKA KASTA BERBICARA
DALAM “BILA MALAM BERTAMABAH MALAM”
Oleh: Frety Amora Pradiska

Karya sastra pada umumnya menceritakan kenyataan hidup dalam bentuk artistik sehingga kehadirannya mempunyai arti tersendiri bagi si pembaca atau si penikmatnya. Drama sebagai salah satu jenis karya sastra tentunya memiliki makna tersendiri. Dalam drama, masalah yang dikemukakan biasanya tidaklah terlepas dari aspek-aspek sosial masyarakat dalam hubungan antara manusia dengan manusia lainnya.
Drama ditulis oleh pengarangnya tidak hanya berhenti pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajenatif oleh pembacanya, melainkan juga harus dilanjutkan pada sebuah pementasan secara visual di atas panggung. Kekhususan inilah yang menjadikan drama berbeda dengan puisi dan prosa fiksi. Dengan demikian, drama dapat dianggap sebagai suatu karya yang memiliki dua dimensi, yakni dimensi sastra dan dimensi seni pertunjukkan.
Drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya mengangkat persoalan mengenai cara memanusiakan manusia. Pada hakikatnya, setiap manusia berhak untuk memperoleh penghargaan atas dirinya, berhak untuk dihargai dan dihormati, tanpa memandang status sosialnya.
Gusti Biang, yang merupakan keturunan bangsawan Bali dari kasta Ksatria, begitu merendahkan abdinya yaitu Nyoman dan Wayan, yang berasal dari kasta sudra. Sebagai majikan, ia memperlakukan para abdinya dengan tidak baik.  Ia selalu berteriak,  berkata kasar, memaki, dan menghina para abdinya.
·      Hinaan Gusti Biang terhadap Wayan
GUSTI BIANG
Jangan berbantah denganku. Kau sudah tua dan rabun, lubang telingamu sudah ditempati kutu busuk.  Kau sudah tuli, malas dan suka berbantah, Cuma bisa bergaul dengan si belang. Kau dengar itu kuping tuli?

WAYAN
Betul Gusti Biang.


·      Makian Gusti Biang terhadap Nyoman
GUSTI BIANG
Setan!  Setan!  Kau  tak  boleh  berbuat sewenang-wenang  di  rumah  ini.  Berlagak mengaturorang  lain  yang masih waras. Apa  good,  good  apa? Good  bye! Menyebut  kekasih, manis,  kau  pikir  apa anakku. Wayan  akan menguncimu  di  dalam  gudang tiga hari tiga malam, dan kau akan meraung seperti si belang.

NYOMAN
Aduh  cantiknya Gusti Biang.  Seperti  seekor  burung merak.  Seperti  lima  belas  tahun  yang  lalu  ketika tiyang  masih  kecil  dan  sering  duduk  di  pangkuan Gusti. Masih ingatkah Gusti?

Tikaian pun terjadi ketika Ngurah, anak Gusti Biang kembali dari kota tempatnya menuntut ilmu. Hal ini teradi karena Ngurah berkata jujur kepada Gusti Biang bahwa ia mencintai Nyoman dan ia berniat untuk menikahinya. Namun, tentu saja niatnya untuk menukahi Nyoman ditentang oleh ibunya karena mereka berbeda kasta, dan ia pun telah dijodohkan dengan Sagung Rai yang juga berasal dari kasta ksatria.
·      Dialog yang berisi pertikaian Gusti Biang dan Ngurah
GUSTI BIANG
Dia tidak pantas menjadi istrimu! Dia tidak pantas menjadi menantuku!

NGURAH
Kenapa tidak ibu? Kenapa? Siapa yang menjadikan Sagung Rai lebih pantas dari Nyoman untuk menjadi istri?  Karena derajatnya?  Tiyang tidak pernah merasa derajat tiyang lebih tinggi dari orang  lain. Kalautoh tiyang dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan tiyang harus berhati-hati. Harus pintar berkelakuan baik agar bisa jadi teladan orang, yang
lain omong kosong semua!

Permasalahan dalam drama ini mencapai puncaknya ketika Gusti Biang bersikeras menolak keinginan Ngurah untuk menikahi Nyoman. Selain itu, masalah menjadi makin klimaks ketika Wayan berkata kepada Gusti Biang dan Ngurah bahwa almarhum suaminya, ayah Ngurah adalah seorang penghianat dan bukanlah seorang pahlawan seperti anggapan orang selama ini. Gusti Biang dan Ngurah begitu marah mendengarnya.
·      Penolakan Gusti Biang terhadap keinginan Ngurah menikahi Nyoman
(Gusti Biang Terbelalak Dan Mendekat)
NGURAH
Tiyang sebenarnya pulang meminta restu dari ibu. Tapi karena ibu menolaknya karena  sola  kasta, alasan  yang  tidak sesuai lagi.  Tiyang akan menerima akibatnya

(Gusti Biang Menangis, Ngurah Bergulat Dengan Batinnya)

Tiyang akan kawin dengan Nyoman.  Sekarang ini soal kebangsawanan jangan  di  besar-besarkan lagi. Ibu harus menyesuaikan diri,  kalau tidak ibu akan ditertawakan orang. Ibu ...

GUSTI BIANG
Tinggalkan aku anak durhaka! Pergilah memeluk kaki perempuan itu! Kau bukan anakku lagi!
Leluhurmu akan mengutukmu, kau akan ketulahan
·      Bukti dialog antara Wayan, Gusti Biang, dan Ngurah
WAYAN  (Tertawa)
Semua pahlawan mati tertembak NICA, tetapi dia tidak. I Gusti Ngurah Ketut Mantri bukan
Seorang pahlawan,  dia ditembak mati gerilya sebagai penghianat.

GUSTI BIANG
Dengar,  dia menghina ayahmu!  Usir dia!  Tembak dia sampai mati!

NGURAH
(Memegang ibunya yang hendak memukul)
Tenang ibu!

GUSTI BIANG
Coba katakana lagi suamiku penghianat!  Coba!
Kupukul kau bedebah.

WAYAN
Dia memang penghianat.

GUSTI BIANG
Leak! Terkutuk kau!

NGURAH
Bape bilang  ayah  saya penghianat?  Kenapa Bape
membeo  kata  orang  yang  iri hati?  Bape sudah bertahun-tahun di sini mengapa mau merusak nama baik keluarga  kami?

Permasalahan mulai mereda ketika Wayan bisa membuktikan tuduhannya bahwa I Gusti Ngurah Ketut memanglah seorang penghianat. Ia tidak berdusta karena ia sendirilah yang sebenarnya telah membunuhnya ketika ia menjadi pejuang gerilya. Selain itu, Wayan juga membuka rahasia antara dirinya dan Gusti Biang. Mereka sebenarnya dahulu saling mencintai. Namun, karena berbeda kasta, Wayan harus rela kekasihnya menikah dengan I Gusti Ngurah Ketut. Oleh karena itulah ia rela menjadi abdi di puri Gusti Biang agar mereka tetap bersama. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa Ngurah, secara biologis adalah anak kandungnya. Hal ini dikarenakan I Gusti Ngurah Ketut adalah seorang wandu.
·       Wayan membuktikan perkataanya
WAYAN
 (Menggeleng)
Berikan bedil itu Tu Ngurah!

GUSTI BIANG
Ayahmu ditembak NICA!

NGURAH
(Membentak)
Buktikan!

WAYAN
Buat apa?

NGURAH
Buktikan!

WAYAN
Tiyang selalu mendampinginya.  Tiyanglah  yang selalu dekat dengan dia, dan tiyang seorang gerilya.

NGURAH
Lalu?

MEREKA SALING BERPANDANG-PANDANGAN. WAYAN MENGAMBIL BEDIL ITU DARI TANGAN NGURAH DAN NGURAH SEPERTI TAK BERTENAGA MEMBERIKAN BEDIL ITU

WAYAN
(Pelan)
Aku telah sengaja melupakannya. Belanda itu memungutnya,  tetapi tak tahu siapa  yang
menembaknya.

(Membelai bedil)

Tiyanglah  yang menembaknya.
·      Wayan membuka rahasia hidupnya
WAYAN
Diam! Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini sekarang.  Dia sudah cukup tua untuk tahu.

(Kepada Ngurah)

Ngurah,  Ngurah mungkin mengira  ayah Ngurah  yang  sejati,  sebab dia suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah seorang pejuang. Dia seorang penjilat,  musuh gerilya.  Dia bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia memiliki lima belas  orang istri,  tapi itu hanya untuk menutupi kewanduannya.  Kalau dia harus melakukan tugas sebagai seorang suami,  tiyanglah  yang  sebagian besar melakukannya.  Tapi semua itu menjadi rahasia  ...  sampai  ...  Kaulahir,  Ngurah,  dan menganggap dia sebagai ayahmu  yang  sebenarnya. Coba tanyakan kepada ibu Ngurah,  siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati.
Drama Bila Malam Bertambah Malam ini berakhir dengan bahagia. Akhirnya Ngurah mendapat ijin untuk mempersunting Nyoman karena Gusti Biang sadar bahwa cinta tidaklah harus memandang kasta. Ia pun tidak ingin anaknya akan menderita seperti dirinya dan Wayan yang cintanya terhalang oleh kasta. Gusti Biang dan Wayan pun bersatu kembali.
GUSTI BIANG
(Sambil menghapus air matanya)
Aku tidak akan mencegahnya lagi. Kita akan mengawinkannya,

(Dengan manja)

Tapi jangan ceritakan lagi tentang yang dulu-dulu. Aku sangat malu.

WAYAN
(Tersenyum)
Kalau begitu Wayan tidak jadi pergi. Wayan akan menjagamu Sagung Mirah, sampai kita
Berdua sama-sama mati dan  di  atas kuburan kita, anak-anak itu berumah tangga dengan baik Sagung Mirah ..

GUSTI BIANG
Apa Wayan?

WAYAN
Kau tetap cantik seperti DewiSri ...

GUSTI BIANG
Huuuuuuuuuussssssss!

Bila Malam Bertambah Malam menyampaikan kepada pembaca bahwa siapapun orangnya, dan dari rahim siapa ia tercipta, tetaplah seorang manusia dan harus diperlakukan sebagaimana mestinya manusia. Tak peduli apakah orang kaya maupun miskin, dari keluarga ningrat atau tidak, tetap harus saling menghargai karena hidup tidak dapat lepas dari orang lain.
Pahlawan yang sebenarnya adalah penghianat yang diceritakan dalam drama ini menunjukkan kepada pembaca bahwa orang-orang terkadang menutup mata terhadap kesalahan seseorang yang dihormati karena tahtanya. Seorang penghianat dianggap sebagai pahlawan sedangkan yang benar-benar berjasa dilupakan. Terkadang, orang yang selama ini terkenal baikpun belum tentu sebenarnya adalah orang yang baik.
Begitu menarik amanat dalam drama ini. Putu Wijaya yang merupakan orang Bali, menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap sistem kasta di Bali melalui karyanya, “Bila Malam Bertambah Malam” dengan sangat cerdas. Bahasanya ringan, mudah dimengerti, ceritanya sederhana tapi mengandung pesan yang begitu dalam. Jangan membeda-dedakan manusia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar