Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Nilai Pendidikan dan Moral dalam Dunia Totto-chan



Nilai Pendidikan dan Moral dalam Dunia Totto-chan
Oleh: Widya Uffi Damayanti

“Sekolah seperti apa yang akan kita bangun lagi?” tanyanya kepada putranya, Tomoe, yang berdiri di sampingnya. Tomoe mendengar kata-kata ayahnya, terpana, tak kuasa berkata-kata.
Kecintaan Mr. Kobayashi terhadap anak-anak dan ketulusannya dalam mengajar jauh lebih kuat daripada api yang sekarang membakar sekolahnya. Kepala Sekolah tetap riang (2011:248).

Totto-chan: The Little Girl At The Window ditulis oleh seorang artis Jepang bernama Tetsuko Kuroyanagi dalam bahasa Jepang, kemudian pada tahun 1984 diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Dorothy Britton, dan pada tahun 2008 dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh Widya Kirana, judul novelnya pun berganti menjadi Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela. Tetsuko Kuroyanagi adalah seorang artis wanita yang paling disegani pada jamannya, dianggap sebagai salah satu selebriti Jepang pertama yang berhasil mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Selain dikagumi karena kegiatan-kegiatan amalnya bersama UNICEF, Tetsuko Kuroyanagi juga seorang penulis buku cerita anak ternama melalui Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela. Bahkan novel Totto-chan ini merupakan bacaan wajib para pendidik di negara Jepang.
Hampir sejalan dengan Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, novel anak Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela juga menceritakan sekelumit kehidupan pengarang ketika masih kecil, persahabatan dengan teman sebayanya, juga pendidikan menarik yang ditempuhnya. Bahkan kedua novel terkenal ini juga sama-sama didedikasikan untuk seorang guru luar biasa, Laskar Pelangi untuk Ibu Muslimah dan Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela untuk seorang Sosaku Kobayashi. Selain kesamaan itu, terdapat pula beberapa perbedaan, misalnya saja jika pada Laskar Pelangi Ibu Muslimah harus memutar otak untuk menyiasati kurangnya sarana pendidikan yang diterima anak didiknya, berbeda dengan Mr. Sosaku Kobayashi yang justru menunjukkan perencanaan pendidikan yang sangat luar biasa dan matang pada jaman itu—jaman meletusnya Perang Dunia II.
Menggunakan gaya penceritaan anak-anak, Tetsuko Kuroyanangi berusaha untuk menjelaskan metode pendidikan yang diterapkan oleh Mr. Kobayashi yang begitu menyenangkan kepada sebanyak mungkin orang. Tetsuko Kuroyanangi bahkan baru menyadari ketika dewasa bahwa kegiatan-kegiatan menyenangkan yang mereka lakukan kala itu merupakan kegiatan pendidikan yang dengan cermat direncanakan dan dipikirkan oleh Mr. Kobayashi agar memperoleh hasil-hasil tertentu. Mr. Kobayashi sangat mencintai anak-anak, bahkan setelah Sekolah Tomoe hancur terkena bom pada Perang Dunia II, Beliau tetap berupaya supaya anak-anak memperoleh pendidikan sewaktu perang berkecamuk.
Masih banyak hal luar biasa lainnya yang akan ditemukan dalam novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela saat kita berjalan lebih dalam menulusuri halaman-halaman novel. Namun, satu hal yang perlu menjadi catatan, bahwa novel ini merupakan novel terjemahan yang aslinya ditulis menggunakan Bahasa Jepang, tentu saja terdapat beberapa kata atau kalimat yang dirubah susunannya ketika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Karena itulah sebaiknya menghindari menelaah sisi kebahasaan yang digunakan dalam novel terjemahan Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela.
Totto-chan adalah Tetsuko Kuroyanagi di masa kecil, yang berkisah mengenai masa kecilnya ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Untuk bercerita menggunakan gaya penceritaan anak-anak, Tensuko Kuroyanagi tentu perlu mendalami lagi pemikiran kanak-kanaknya. Karena itulah Tetsuko Kuroyanagi memilih untuk memerankan dirinya menjadi dua orang sekaligus yaitu Totto-chan kecil dalam cerita dan Totto-chan dewasa yang sedang bercerita, sehingga pembaca akan melihat dua sudut pandang berbeda pada saat membaca novel Totto-chan. Ada kalanya pengarang menunjukkan sisi kanak-kanaknya dengan menjadikan dirinya Totto-chan sepenuhnya atau sudut pandang orang pertama pelaku utama, namun dibeberapa kesempatan dia juga menunjukkan bahwa peristiwa yang dialami Totto-chan tersebut merupakan kenangan di masa lampau dan hal ini menjadikan pengarang sebagai sudut padang orang pertama serba tahu. Penggunaan dua sudut pandang itu seperti pada potongan cerita Totto-chan berikut ini.
Totto-chan menjelaskan kepada Kepala Sekolah bahwa pakaiannya robek-robek karena dia suka menyeberangi kebun orang dengan menyusup di bawah pagar halaman atau merayap di bawah kawat berduri yang memagari tanah-tanah kosong. Karena itu, katanya, tadi pagi ketika hendak berpakaian sebelum berangkat ke sini, baru ketahuan bahwa ternyata semua gaun buatan Mama robek, jadi dia harus mengenakan rok yang dibeli Mama. Rok itu bermotif kotak-kotak kecil, merah-abu-abu, terbuat dari kain jersey. Baju yang lumayan bagus, tapi menurut Mama sulaman bunga-bunga merah di kerahnya jelek sekali. “Mama tidak suka kerah ini,” kata Totto-chan, sambil menunjukkan kerahnya kepada Kepala Sekolah....
Totto-chan belum belajar tentang menghitung waktu, tapi dia merasa telah bercerita cukup lama. Kalau sudah mengerti jam, dia pasti kaget dan semakin berterima kasih kepada Kepala Sekolah. Bayangkan, Totto-chan dan Mama sampai di sekolah itu jam delapan, tapi ketika dia selesai bercerita dan Kepala Sekolah menyatakan dia murid sekolah itu, pria itu melihat jam sakunya dan berkata, “Ah, waktunya makan siang.” Jadi, Kepala Sekolah sudah mendengarkan cerita Totto-chan selama empat jam penuh! (2011:26-27)
Seperti pada kutipan di atas, gaya penceritaan Tetsuko Kuroyanagi akan berubah-berubah sudut pandang. Hal ini bukan dikarenakan pengarang bingung menempatkan diri dalam cerita, namun penggunaan dua sudut pandang itu memang disengaja oleh pengarang. Terlihat dari pemilihan genre novel, yaitu novel anak yang sekaligus mengenang sosok pendidik hebat Mr. Kobayashi, dan keputusan itu menyebabkan pengarang untuk menempatkan diri pada dua sudut pandang.
Nilai Pedidikan
Novel Totto-chan memang bukan bacaan yang berat, ceritanya renyah khas novel anak dan perbabnya hanya terdiri dari satu hingga lima halaman saja. Namun ada satu kelebihan yang patut disoroti oleh para pembaca, yaitu sosok kepala sekolah Sosaku Kobayashi yang mendidik anak-anak dengan caranya yang khas.
Daya tarik Sekolah Tomoe adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Mr. Kobayashi banyak yang tidak sama dengan kebijakan di sekolah-sekolah lain. Seperti masalah urutan jam pelajaran, Sekolah Tomoe mewajibkan anak-anak didiknya menentukan sendiri untuk memulai belajar dengan pelajaran yang mereka sukai. Sehingga setiap anak akan belajar hal yang berbeda-beda setiap harinya, dari kegiatan inilah siswa diajak untuk berpikir bebas dan mandiri.
Anak-anak juga seringkali diajak melakukan kegiatan-kegiatan di luar ruang kelas, mereka dibiarkan belajar langsung dengan alam sekitar. Salah satunya yang diceritakan Totto-chan pada bab Guru Pertanian, Mr. Kobayashi mengundang seorang petani untuk mengajari anak-anak bercocok tanam secara langsung.
Sejak hari itu, anak-anak sangat menghormati si petani. Setiap kali melihatnya, bahkan dari kejauhan, mereka berteriak, “Itu guru pertanian kami!” Jika punya sisa pupuk, Guru Pertanian akan membawanya ke ladang anak-anak menebarkannya di sana. Begitulah, tanaman anak-anak jadi tumbuh subur. Setiap hari seoran anak disuruh pergi ke ladang lalu melaporkan perkembangannya kepada Kepala Sekolah dan anak-anak lain. Anak-anak belajar memahami keajaiban dan kegembiraan yang mereka rasakan ketika mengamati bagaimana benih yang mereka tanam sendiri tumbuh menjadi tunas. Setiap kali ada dua-tiga anak yang berkumpul, obrolan segera beralih ke perkembangan ladang mereka (2011:180).
Filosofi dari kegiatan bercocok tanam itu adalah secara tidak langsung anak akan belajar betapa susahnya seorang ayah dan ibu membawa pulang makanan ke rumahnya, sehingga mereka akan menghormati mereka apapun pekerjaannya. Anak juga akan belajar menghormati pekerjaan orang lain dan tidak merendahkan seseorang karena pekerjaannya. Selain itu tentu saja banyak ilmu pengetahuan alam yang mereka serap dari kegiatan bercocok tanam.
Di Sekolah Tomoe ada juga pelajaran musik khusus yang diterapkan oleh Mr. Kobayashi, yaitu pelajaran Euritmik, semacam pendidikan tentang ritme atau irama khusus yang diciptakan seorang guru musik dan pencipta lagu berkebangsaan Swiss, Emile Jaques Dalcroze. Menurut Sosaku Kobayashi yang dituliskan pengarang, “Euritmik adalah olahraga yang menghaluskan mekanisme tubuh; olahraga yang mengajari otak cara menggunakan dan mengendalikan tubuh; olahraga yang memungkinkan raga dan pikiran memahami irama. Mempraktekkan euritmik membuat kepribadian anak-anak bersifat ritmik. Kepribadian yang ritmik itu kuat, indah, selaras dengan alam, dan mematuhi hukum-hukumnya” (2011:101-102). Dalam novel, Tetsuko Kuroyanagi menjelaskan bagaimana pelajaran euritmik mereka diterapkan di sekolah melalui sosok Totto-chan.
Sistem pendidikan yang diterapkan Mr. Kobayashi tersebut menunjukkan betapa pandainya dia dalam memahami karakter anak-anak dan mengembangkannya. Walaupun dicap banyak orang bahwa sistemnya menentang sistem pendidikan yang berlaku waktu itu dan belum teruji keberhasilannya, namun Sekolah Tomoe nyatanya dapat bertahan hanya dengan 50 muridnya dan semua anak-anak itu pada akhirnya menjadi orang-orang sukses.
Kepala sekolah tidak menerapkan sistem pendidikan yang berlaku umum ketika itu, yaitu sistem yang lebih menekankan pada kata-kata tertulis dan cenderung menyempitkan presepsi indrawi anak-anak terhadap alam. Sistem itu juga menghilangkan kepekaan intuitif mereka akan suara Tuhan yang pelan dan menenagkan, yaitu inspirasi (2011:105).

Nilai Moral
Tetsuko Kuroyanagi bukan hanya menceritakan sistem pendidikan yang diterapkan dalam Sekolah Tomoe, namun juga pelajaran-pelajaran moral yang dia peroleh. Tetsuko Kuroyanagi tanpa mau-malu menceritakan bahwa Totto-chan kecil adalah seorang anak yang tidak bisa diam dan memiliki rasa keingintahuan sangat besar. Totto-chan juga seringkali tidak dapat menahan rasa keingintahuannya itu, sehingga dia akan mencoba hal-hal aneh yang terkadang dianggap mengganggu. Itulah mengapa Totto-chan dikeluarkan dari sekolah pertamanya dan dianggap sebagai anak nakal. Untunglah ada Sekolah Tomoe dengan kepala sekolahnya Sosaku Kobayashi yang meyakini bahwa sejatinya setiap anak mempunyai watak yang baik.
.... Dia yakin, setiap anak dilahirkan dengan watak baik, yang dengan mudah bisa rusak karena lingkungan mereka atau karena pengaruh-pengaruh buruk orang dewasa. Mr.Kobayashi berusaha menemukan “watak baik” setiap anak dan mengembangkannya, agar anak-anak tumbuh menjadi orang dewasa dengan kepribadian yang khas (2011:251).
Kepercayaan yang diberikan Mr.Kobayashi kepada Totto-chan dengan terus menerus berkata padanya, “Kau anak yang benar-benar baik, kau tahu itu, kan?” perlahan-lahan mulai merubah perilaku Totto-chan, tanpa sekalipun berusaha untuk merubah karakter dalam diri Totto-chan. Bukan hanya Totto-chan yang mendapat perhatian penuh dari Kepala Sekolah, namun semua anak didiknya. Seperti seorang anak kerdil bernama Akira Takahashi, Mr. Kobayashi selalu memberi kata-kata penyemangat kepadanya, “Kau bisa melakukannya!” untuk membangkitkan kepercayaan diri Takahashi.
Nilai moral lainnya yang diterapkan oleh Mr. Kobayashi di Sekolah Tomoe adalah rasa saling menghargai dengan sesama, ditunjukkan melalui persahabatan Totto-chan dengan anak penderita polio Yasuaki Yamamoto, juga dengan anak kerdil Akira Takahashi. Di Sekolah Tomoe, anak-anak istimewa ini diberi rasa kepercayaan diri supaya tidak malu dengan dirinya sendiri, juga untuk anak-anak lainnya supaya tidak merendahkan mereka.
Totto-chan juga bercerita bagaimana Mr. Kobayashi menentang kebudayaan Jepang kala itu yang merendahkan anak perempuan dan mengagungkan anak laki-laki. Ditunjukkan dari Kepala Sekolah yang langsung memarahi anak laki-laki jika mereka menyakiti anak perempuan, dan menyuruhnya meminta maaf.
“Maaf, tadi aku menarik-narik rambutmu,” kata Oe dengan suara keras bernada datar. “Aku dimarahi Kepala Sekolah. Katanya aku harus bersikap manis pada anak-anak perempuan. Katanya anak laki-laki harus bersikap sopan kepada anak-anak perempuan dan menjaga mereka.”
Totto-chan heran. Belum pernah ia mendengar ada orang berkata anak laki-laki harus menghargai anak perempuan. Setahunya, anak laki-lakilah yang terpenting. Dalam keluarga-keluarga yang ia tahu anaknya banyak, anak laki-laki selalu dilayani lebih dulu waktu makan dan minum teh sore. Kalau anak-anak perempuan memprotes, ibu mereka akan berkata, “Anak perempuan hanya untuk dipandang, bukan didengar.”
Tetsuko Kuroyanagi menutup kenangan masa kecilnya dengan kisah pilu terbakarnya Sekolah Tomoe akibat gempuran bom dari kapal-kapal perang Amerika Serikat. Sekolah Tomoe memang sudah hacur dalam api dan lenyap, namun kenangan anak-anak pada hari-hari kebersamaan itu tidak akan pernah lepas dari benak mereka, termasuk Totto-chan.
Novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela yang bisa dianggap sebagai novel anak sepanjang masa ini wajib dibaca bukan hanya oleh anak-anak, tetapi juga para orang dewasa, utamanya para pendidik. Dalam novel ini, seseorang akan belajar untuk tidak selalu mengakatan “kamu anak nakal!” pada seorang anak, tetapi orang dewasa harus memahami dan menemukan watak baik anak. Bagi seorang pendidik, bagaimana digambarkan pada novel sebuah sistem pendidikan yang sangat bagus, yang bahkan masih relevan untuk diterapkan pada jaman sekarang ini. Para pendidik dapat mencontoh Sosaku Kobayashi dalam cara mengajarnya, pemahamannya terhadap karakter anak sehingga anak-anak bisa sangat menyayanginya dan menghormatinya. Khusus untuk pembaca anak-anak, walaupun mereka tidak akan memahami secara mendalam isi dari novel ini, namun mereka pasti akan belajar dari sosok Totto-chan yang mau bersahabat dengan siapa pun termasuk anak-anak berkebutuhan khusus, juga belajar saling menghormati dengan orang lain.

















Daftar Rujukan:
Kuroyanagi, Tetsuko. 1981. Totto-chan: Gadis Cilik Di Jendela. Terjemahan oleh Widya Kirana. 2011. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wulan, Fitria. 2010. Biografi Tetsuko Kuroyanagi, (online), (http://furanchan.blogspot.com/2010/06/biografi-tetsuko-kuroyanagi-lahir-9.html diakses pada 10 April 2013)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar