KEKUATAN NILAI SOSIAL DALAM GADIS PEMINTA-MINTA KARYA TOTO SUDARTO
BACHTIAR
Oleh: Nurus Dwi Ariska
GADIS PEMINTA-MINTA
Karya: Toto Sudarto Bachtiar
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
(Suara,
1956)
Dunia kesusastraan tidak pernah
lepas dari penyair. Dalam dunia sastra tak ada yang tak mengenal sosok Toto
Sudarto Bachtiar. Penyair angkatan 1950-an ini terkenal dengan puisinya yang
mengandung banyak nilai-nilai sosial yang dapat membuat pembaca atau penikmat
sastra menyetujui yang dia tulis di dalamnya. Toto Sudarto Bachtiar, lahir 12 Oktober 1929 di Paliaman, Cirebon.
Penyair ini telah mulai menulis sajak-sajak sebelum terbitnya majalah Kisah,
yakni sekitar tahun 1950. Namun sekaligus sebagian besar sajak-sajaknya ditulis
setelah tahun 1953. Sajak-sajaknya itu kemudian dikumpulkan dalam dua buku yakni Suara
(1956) dan Etsa (1958). Suasana sajak-sajaknya kebanyakan murung, lembut namun
menunjukkan pula adanya ketabahan dan kepercayaan pada kemanusiaan.
Bentuk sajaknya kebanyakan lirik yang bersifat kognitif maupun ekspresif.
Toto mempunyai perhatian besar terhadap kehidupan orang-orang melarat seperti
pengemis, tukang becak, kehidupan lorong-lorong Jakarta, gelandangan pinggir
kali, pahlawan-pahlawan mati muda. Ia menyanyikan nasib mereka yang malang dan
menarik perhatian pembaca karena keharuan nasibnya. Namun Toto juga
menghasilkan sajak-sajak bersifat falsafi tentang arti kemerdekaan, maut, nasib
penderitaan, dsb. Selain menulis sajak, Toto juga menulis esai dan menterjemahkan sastra
dunia. Ia telah menterjemahkan novel Hemingway yang terkenal Pertempuran
Penghabisan (A Farewelol to Arms) dan sejumlah cerpen Barat dengan judul
Bunglon (1965). Terjemahan-terjemahan drama dunia banyak dikerjakannya hanya
sayang belum dibukukan.
Kebanyakan puisi karya Toto ini
adalah puisi yang mengangkat tema sosial. Mengangkat tema kehidupan di
masyarakat, kehidupan-kehidupan rakyat miskin, kehidupan-kehidupan para
gelandangan, dsb. Salah satu puisi fenomenal yang mengangkat tema sosial
tentang kehidupan rakyat miskin karya Toto adalah puisi yang berjudul Gadis
Peminta-minta. Selain mengenai tema sosial dan kehidupan yang ada di
masyarakat, puisi yang ditulis Toto juga mengangkat tema tentang perjuangan dan
kemerdekaan.
Banyak sekali puisi-puisi Toto
yang menggunakan tema kehidupan sosial yang sangat lekat dengan sekitar kita.
Dalam puisinya Toto mencoba untuk mengajak pembaca menghayati dan mungkin akan
tergerak untuk menolong sesamanya yang bernasib tidak seberuntung kita.
Kekuatan dalam puisinya juga membuat para pembaca sadar bahwa masih banyak
manusia yang hidupnya tidak beruntung dan tidak mendapat perhatian dari
sesamanya. Banyak sekali pesan-pesan yang disampaikan Toto lewat puisinya yang
berjudul Gadis Peminta-minta.
Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang
dikemukakan oleh penyair. Tema puisi bersifat lugas, obyektif, dan khusus
sehingga dengan latar belakang yang sama semua orang bisa menginterpretasi dan
menganalisis tema puisinya. Secara garis besar tema dalam puisi “Gadis
Peminta-minta” adalah kemanusiaan. Akan tetapi, apabila lebih diperjelas tema
dalam puisi tersebut menceritakan tentang kehidupan seorang gadis kecil yang
hidup di tengah kota dengan kemiskinan dan mengemis untuk mencari uang serta
harus tinggal di bawah jembatan dengan keadaan yang kumuh dan kotor. Penyair
bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat seorang gadis peminta-minta dan
meyakinkan pembaca bahwa setiap setiap manusia memiliki martabat yang sama.
Bagi penyair perbedaan kedudukan, pangkat, dan kekayaan tidak sepatutnya
dijadikan landasan perlakuan pada seseorang.
/Duniamu yang lebih tinggi dari
menara katedral/
/Melintas-lintas di atas air
kotor, tapi yang begitu kau hafal/
Penyair ingin mengetuk hati pembaca
untuk ikut meratapi tokohnya. Itulah mengapa penyair menyatakan bahwa tidak
hanya dunianya lebih tinggi dari katedral, namun juga dia menyatakan bahwa jiwa
tokohnya itu begitu murni karena tidak bisa merasakan perasaan penyair yang
sangat memikirkan deritanya.
/Jiwa begitu murni, terlalu murni/
/Untuk bisa membagi dukaku/
Rasa (Feeling)
Rasa atau feeling merupakan suasana
perasaan penyair yang diekspresikan dan harus dihayati oleh pembaca. Perasaan
setiap penyair pastilah berbeda-beda meskipun menggunakan tema yang sama.
“Gadis Peminta-minta” mampu mengungkapkan isi hati penyair yang begitu
meninggikan seorang peminta-minta. Penggunaan kata-katanya yang sederhana namun
dapat membangkitkan perasaan pembaca yang menganggap rendah para peminta-minta.
/Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil/
/Bulan di atas itu tak ada yang
punya/
/Dan kotaku, oh kotaku/
/Hidupnya tak lagi punya tanda/
Penyair mengungkapkan rasa harunya
yang mendalam terhadap gadis kecil berkaleng kecil apabila telah tak ada di
kotanya. Tak akan lagi ada yang senang ketika melihat penyair itu datang dan
kotanya tidak akan lagi punya tanda kehidupan. Penyair begitu kuatnya mengajak
pembaca agar mengubah pendirian mereka yang kebanyakan sangat merendahkan para
peminta-minta.
Nada dan Suasana
Nada berkaitan erat dengan suasana.
Nada bahagia yang diciptakan penyair dapat menimbulkan perasaan senang pada
pembaca setelah membaca puisi. Nada religius menimbulkan suasana khusyuk pada
pembaca. Nada kritik menimbulkan suasana pemberontakan pada hati pembaca.
Begitulah sangat eratnya hubungan nada dan suasana.
“Gadis Peminta-minta” bernada
kesedihan dan keharuan seperti yang dinyatakan penyair.
/Senyummu terlalu kekal untuk kenal
duka/
/Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/
/Gembira dari kemayaan riang/
Penyair seolah ingin menunjukkan
bagaimana kehidupan yang dijalani oleh seorang gadis peminta-minta. Penyair
juga menunjukkan bahwa seorang gadis peminta-minta atau pengemis sekalipun juga
mempunyai harapan dan impian. Harapan dan impian untuk dapat hidup seperti
orang lain yang bahagia dan berkecukupan. Suasana yang timbul akibat nada yang
disodorkan penyair tersebut membuat pembaca ikut merasa terharu dan berempati
pada gadis kecil pembawa kaleng kecil itu.
Diksi (Pemilihan Kata)
Peranan diksi dalam puisi sangat
penting karena pemilihan kata-kata yang pas adalah hal mutlak dalam puisi.
Diksi atau pemilihan kata merupakan esensi dalam penulisan puisi. Bahkan bisa
dikatakan bahwa diksi bisa dijadikan penentu seberapa besar daya cipta seorang
penyair. Sebuah kata dalam puisi dipilih berdasarkan pergulatan pikiran
penyairnya sehingga jika kata tersebut digantikan dengan kata lain tentu akan
mengurangi esensi dari puisi tersebut dan juga akan mengganggu komposisi puisi
yang telah dibentuk oleh penyair meskipun kata yang menggantikan memiliki arti
yang sama. Penempatan kata dalam puisi sangatlah penting dalam rangka
menumbuhkan suasana puitik pada pembaca sehingga dapat memahami puisi secara
menyeluruh.
Dalam “Gadis Peminta-minta” penyair
menggunakan diksi yang sangat mendukung tema. Setiap baitnya penyair menceritakan
betapa haru dan sedih dia kepada gadis peminta-minta.
/Senyummu terlalu kekal untuk kenal
duka/
/Tengadah padaku, pada bulan merah jambu/
Pemilihan kata pada kutipan di atas
menunjukkan bahwa penyair memang memiliki daya cipta yang luar biasa dalam mengajak
pembaca. Pemilihan kata yang pas dalam “Gadis Peminta-minta” dapat juga
mengajak para pembaca untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh penyair.
/Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/
/Gembira dari kemayaan riang/
/Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral/
/Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal/
Pengimajian (Citraan)
Pencitraan dapat dipahami dengan dua
cara yaitu pemahaman dari sisi penyiar dan pemahaman dari sisi peembaca.
Pemahaman dari sisi penyiar, citraan merupakan rangkaian kata yang digunakan
untuk menyampaikan pengalaman inderanya. Dalam hal ini pencitraan berfungsi
untuk meembangun keutuhan puisi untuk menyampaikan pengalaman keinderaan
penyair kepada pembaca. Pemahaman dari sisi pembaca, citraan merupakan
pengalaman indera yang terbentuk dalam pengimajinasian pembaca yang ditimbulkan
oleh rangkaian kata pada puisi. Dalam hal ini pencitraan berfungsi untuk
membantu pembaca dalam mencapai pemahaman yang utuh dalam memahami dan
menikmati puisi karena dapat merasakan sesuatu yang konkret dari kata-kata yang
disodorkan oleh penyair.
Dalam puisi ini terdapat beberapa
yang mengandung imaji atau citraan. / Setiap kita bertemu, gadis kecil
berkaleng kecil/ mengandung citraan visual, karena gadis kecil berkaleng
kecil dapat dilihat. Kalimat ini mengandung makna betapa seringnya kita melihat
gadis kecil membawa kaleng kecil dimana-mana yang berarti menunjukkan bahwa
kota yang dihuni banyak rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga
harus menggantungkan hidupnya pada belas kasih orang dengan menyodorkan kaleng
kecil yang dibawanya.
/Senyummu terlalu kekal untuk kenal
duka/ mengandung citraan visual karena senyum dapat
dilihat. Sedangkan kalimatnya mengandung arti bahwa gadis kecil berkaleng kecil
itu selalu tersenyum dan tak mengenal duka.
/Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok/ mengandung
citraan visual karena jembatan dengan begitu banyak orang yang tinggal di
bawahnya dapat dilihat.
/Hidup dari kehidupan angan-angan
yang gemerlapan/
/Gembira dari kemayaan riang/
Kutipan di atas menunjukkan citraan taktil
(perasaan) dan mengandung arti bahwa kegemerlapan hanya memenuhi angan-angan
gadis peminta-minta itu dan kegembiraan hatinya hanya semu atau maya karena
sesungguhnya hidupnya penuh penderitaan.
/Jiwa begitu murni, terlalu murni/
/Untuk bisa membagi dukaku/
Kutipan di atas menunjukkan citraan taktil
karena kemurnian jiwa dapat dirasakan bukan dilihat atau didengar. Kalimat ini
mengandung makna bahwa penyair menunjukkan hati yang sangat murni bahkan
terlalu murni untuk membagi kedukaan penyair.
/Melintas-lintas di atas air kotor/ mengandung citraan dinamik (gerak)
karena air kotor yang dimaksud oleh penyair bergerak melintasi kehidupan
seorang gadis peminta-minta.
/Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil/
/Bulan di atas itu, tak ada yang punya/
/Dan kotaku, ah kotaku/
/Hidupnya tak lagi punya tanda/
Kutipan di atas merupakan citraan taktil
karena ketika gadis kecil peminta-minta itu mati maka kota tempat penyair hidup
akan kehilangan identitas yang sangat identik dengan gadis peminta-minta.
Kata Konkret
Seperti halnya pencitraan, kata
konret juga berkaitan dengan penggunaan lambang dan kiasan. Citraan merupakan
akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair, maka kata konkret ini
merupakan syarat terjadinya pengimajian itu. Kata konkret akan membantu pembaca
dalam memahami puisi secara total karena kata konkret akan membuat pembaca
dapat membayangkan secara jelas keadaan yang dilukiskan penyair.
/Gadis kecil berkaleng kecil/
memperkuat kata peminta-minta atau pengemis.
/Pulang ke bawah jembatan yang
melulur sosok/ memperkuat kenyataan bahwa keadaan gadis
peminta-minta yang memiliki tempat tinggal yang cukup untuk dirinya sendiri.
/Hidup dari kehidupan angan-angan
yang gemerlapan/ memperkuat kenyataan bahwa keadaan gadis
peminta-minta yang memiliki kebahagiaan yang semu. Sedangkan yang menunjukkan
keempatian penyair terhadap gadis peminta-minta adalah /Duniamu yang lebih
tinggi dari menara katedral/. Kutipan itu menunjukkan tingginya martabat
gadis peminta-minta yang sama dengan manusia yang lainnya.
Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif adalah bahasa yang
digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni
secara tidak langsung mengungkapkan makna. Dengan bahasa figuratif penyair akan
lebih efektif menyampaikan maksudnya karena bahasa figuratif menghasilkan imaji
tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak menjadi konkret dan puisi akan lebih
enak dibaca. Selain itu, bahasa figuratif membuat puisi memancarkan banyak makna.
Bahasa figuratif mencakup kiasan atau gaya bahasa dan perlambangan. Kiasan
bertujuan untuk menciptakan efek lebih kaya, efektif dan sugestif dalam puisi
sedangkan perlambangan digunakan untuk memperjelas makna dan membuat nada dan
suasana menjadi lebih jelas sehingga dapat menggugah hati pembaca.
Gaya bahasa atau kiasan yang
digunakan dalam puisi ini antara lain adalah /Tengadah padaku, pada bulan merah jambu/ menunjukkan majas
metafora yang membandingkan penyair dengan bulan merah jambu.
/Tapi kotaku jadi hilang, tanpa
jiwa/ menunjukkan majas personifikasi, baris ini
menunjukkan bahwa kota memiliki jiwa sedangkan yang memiliki jiwa hanyalah
manusia. Makna yang dapat diungkap oleh baris ini adalah hilangnya identitas
kota yang memiliki banyak peminta-minta.
Sedangkan /Duniamu yang lebih tinggi dari menara
katedral/ menunjukkan majas
simile yang ditandai dengan adanya kata pembanding yang membandingkan dunia
seorang gadis peminta-minta yang lebih tinggi dari menara katedral.
Perlambangan yang digunakan dalam
puisi ini adalah lambang benda yang ditunjukkan oleh /kaleng kecil/ dan /jembatan
yang melulur sosok/. Lambang warna yang digunakan dalam puisi ini
ditunjukkan oleh /pada bulan merah jambu/. Lambang suasana ditunjukkan
oleh /Gembira dari kemayaan riang/.
Rima
Rima adalah pengulangan bunyi
dalam puisi. Rima membentuk efek musikalitas. Dengan adanya rima itulah, efek
bunyi makna yang dikehendaki penyair semakin indah dan makna yang ditimbulkan
lebih kuat. Bentuk-bentuk rima yang paling sering muncul adalah aliterasi,
asonansi, dan rima akhir. Berikut adalah beberapa pengulangan bunyi yang
ditemukan dalam “Gadis Peminta-minta” sehingga menambah keindahan
bunyi dan mendukung kekuatan makna yang ditimbulkan.
/gadis kecil berkaleng kecil/
/Senyummu
terlalu kekal untuk kenal duka/
/Tengadah padaku,
pada bulan merah jambu/
/Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/
/Melintas-lintas di atas air kotor/
/Jiwa begitu
murni, terlalu murni/
/Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil/
/Dan kotaku,
ah kotaku/
/Hidupnya
tak lagi punya tanda/
Telah dibahas sedikit ulasan
mengenai puisi yang ditulis oleh Toto Sudarto Bachtiar. Banyak puisi yang
ditulis oleh Toto dengan bertemakan keadaan sosial yang menggambarkan
lingkungan di sekitar kita. Dengan pintar Toto menggambarkannya pada seorang
pengemis kecil dengan membawa sebuah kaleng kecil yang digunakan untuk
mengemis. Dari puisi “Gadis Peminta-minta” kita seolah diajak untuk berempati
pada lingkungan sekitar dan membantu para pengemis seperti seorang gadis kecil
yang digambarkan oleh Toto. Dalam puisi ini, struktur fisik puisi mampu
mendukung tema, perasaan, nada dan suasana yang ingin disampaikan. Begitupun
amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca juga dapat segera
terlihat dari struktur fisik puisi.
1 komentar:
sangat membantu, terima kasih mba :)
Posting Komentar