Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

KEKUATAN NILAI SOSIAL DALAM GADIS PEMINTA-MINTA KARYA TOTO SUDARTO BACHTIAR



KEKUATAN NILAI SOSIAL DALAM GADIS PEMINTA-MINTA KARYA TOTO SUDARTO BACHTIAR
Oleh: Nurus Dwi Ariska
 

GADIS PEMINTA-MINTA
Karya: Toto Sudarto Bachtiar

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang

Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda

(Suara, 1956)


Dunia kesusastraan tidak pernah lepas dari penyair. Dalam dunia sastra tak ada yang tak mengenal sosok Toto Sudarto Bachtiar. Penyair angkatan 1950-an ini terkenal dengan puisinya yang mengandung banyak nilai-nilai sosial yang dapat membuat pembaca atau penikmat sastra menyetujui yang dia tulis di dalamnya. Toto Sudarto Bachtiar, lahir 12 Oktober 1929 di Paliaman, Cirebon. Penyair ini telah mulai menulis sajak-sajak sebelum terbitnya majalah Kisah, yakni sekitar tahun 1950. Namun sekaligus sebagian besar sajak-sajaknya ditulis setelah tahun 1953. Sajak-sajaknya itu kemudian dikumpulkan dalam dua buku yakni Suara (1956) dan Etsa (1958). Suasana sajak-sajaknya kebanyakan murung, lembut namun menunjukkan pula adanya ketabahan dan kepercayaan pada kemanusiaan.
Bentuk sajaknya kebanyakan lirik yang bersifat kognitif maupun ekspresif. Toto mempunyai perhatian besar terhadap kehidupan orang-orang melarat seperti pengemis, tukang becak, kehidupan lorong-lorong Jakarta, gelandangan pinggir kali, pahlawan-pahlawan mati muda. Ia menyanyikan nasib mereka yang malang dan menarik perhatian pembaca karena keharuan nasibnya. Namun Toto juga menghasilkan sajak-sajak bersifat falsafi tentang arti kemerdekaan, maut, nasib penderitaan, dsb. Selain menulis sajak, Toto juga menulis esai dan menterjemahkan sastra dunia. Ia telah menterjemahkan novel Hemingway yang terkenal Pertempuran Penghabisan (A Farewelol to Arms) dan sejumlah cerpen Barat dengan judul Bunglon (1965). Terjemahan-terjemahan drama dunia banyak dikerjakannya hanya sayang belum dibukukan.
Toto Sudarto Bachtiar meninggal di Cisaga, Banjar, Jawa Barat pada 9 Oktober 2007 dikarenakan serangan jantung yang dideritanya. Karya-karyanya mendapatkan banyak penghargaan dan diterima oleh masyarakat Indonesia dengan bangga. Meskipun hanya melahirkan dua buku kumpulan sajak saja, namun kedudukan Toto Sudarto Bachtiar sebagai penyair angkatan Kisah amat penting, sejajar dengan Rendra dan Sitor Situmorang.
Kebanyakan puisi karya Toto ini adalah puisi yang mengangkat tema sosial. Mengangkat tema kehidupan di masyarakat, kehidupan-kehidupan rakyat miskin, kehidupan-kehidupan para gelandangan, dsb. Salah satu puisi fenomenal yang mengangkat tema sosial tentang kehidupan rakyat miskin karya Toto adalah puisi yang berjudul Gadis Peminta-minta. Selain mengenai tema sosial dan kehidupan yang ada di masyarakat, puisi yang ditulis Toto juga mengangkat tema tentang perjuangan dan kemerdekaan.
Banyak sekali puisi-puisi Toto yang menggunakan tema kehidupan sosial yang sangat lekat dengan sekitar kita. Dalam puisinya Toto mencoba untuk mengajak pembaca menghayati dan mungkin akan tergerak untuk menolong sesamanya yang bernasib tidak seberuntung kita. Kekuatan dalam puisinya juga membuat para pembaca sadar bahwa masih banyak manusia yang hidupnya tidak beruntung dan tidak mendapat perhatian dari sesamanya. Banyak sekali pesan-pesan yang disampaikan Toto lewat puisinya yang berjudul Gadis Peminta-minta.
Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Tema puisi bersifat lugas, obyektif, dan khusus sehingga dengan latar belakang yang sama semua orang bisa menginterpretasi dan menganalisis tema puisinya. Secara garis besar tema dalam puisi “Gadis Peminta-minta” adalah kemanusiaan. Akan tetapi, apabila lebih diperjelas tema dalam puisi tersebut menceritakan tentang kehidupan seorang gadis kecil yang hidup di tengah kota dengan kemiskinan dan mengemis untuk mencari uang serta harus tinggal di bawah jembatan dengan keadaan yang kumuh dan kotor. Penyair bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat seorang gadis peminta-minta dan meyakinkan pembaca bahwa setiap setiap manusia memiliki martabat yang sama. Bagi penyair perbedaan kedudukan, pangkat, dan kekayaan tidak sepatutnya dijadikan landasan perlakuan pada seseorang.
/Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral/
/Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal/
Penyair ingin mengetuk hati pembaca untuk ikut meratapi tokohnya. Itulah mengapa penyair menyatakan bahwa tidak hanya dunianya lebih tinggi dari katedral, namun juga dia menyatakan bahwa jiwa tokohnya itu begitu murni karena tidak bisa merasakan perasaan penyair yang sangat memikirkan deritanya.
/Jiwa begitu murni, terlalu murni/
/Untuk bisa membagi dukaku/
Rasa (Feeling)
Rasa atau feeling merupakan suasana perasaan penyair yang diekspresikan dan harus dihayati oleh pembaca. Perasaan setiap penyair pastilah berbeda-beda meskipun menggunakan tema yang sama. “Gadis Peminta-minta” mampu  mengungkapkan isi hati penyair yang begitu meninggikan seorang peminta-minta. Penggunaan kata-katanya yang sederhana namun dapat membangkitkan perasaan pembaca yang menganggap rendah para peminta-minta.
/Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil/
/Bulan di atas itu tak ada yang punya/
/Dan kotaku, oh kotaku/
/Hidupnya tak lagi punya tanda/
Penyair mengungkapkan rasa harunya yang mendalam terhadap gadis kecil berkaleng kecil apabila telah tak ada di kotanya. Tak akan lagi ada yang senang ketika melihat penyair itu datang dan kotanya tidak akan lagi punya tanda kehidupan. Penyair begitu kuatnya mengajak pembaca agar mengubah pendirian mereka yang kebanyakan sangat merendahkan para peminta-minta.
Nada dan Suasana
Nada berkaitan erat dengan suasana. Nada bahagia yang diciptakan penyair dapat menimbulkan perasaan senang pada pembaca setelah membaca puisi. Nada religius menimbulkan suasana khusyuk pada pembaca. Nada kritik menimbulkan suasana pemberontakan pada hati pembaca. Begitulah sangat eratnya hubungan nada dan suasana.
“Gadis Peminta-minta” bernada kesedihan dan keharuan seperti yang dinyatakan penyair.
/Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka/
/Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/
/Gembira dari kemayaan riang/
Penyair seolah ingin menunjukkan bagaimana kehidupan yang dijalani oleh seorang gadis peminta-minta. Penyair juga menunjukkan bahwa seorang gadis peminta-minta atau pengemis sekalipun juga mempunyai harapan dan impian. Harapan dan impian untuk dapat hidup seperti orang lain yang bahagia dan berkecukupan. Suasana yang timbul akibat nada yang disodorkan penyair tersebut membuat pembaca ikut merasa terharu dan berempati pada gadis kecil pembawa kaleng kecil itu.
Diksi (Pemilihan Kata)
Peranan diksi dalam puisi sangat penting karena pemilihan kata-kata yang pas adalah hal mutlak dalam puisi. Diksi atau pemilihan kata merupakan esensi dalam penulisan puisi. Bahkan bisa dikatakan bahwa diksi bisa dijadikan penentu seberapa besar daya cipta seorang penyair. Sebuah kata dalam puisi dipilih berdasarkan pergulatan pikiran penyairnya sehingga jika kata tersebut digantikan dengan kata lain tentu akan mengurangi esensi dari puisi tersebut dan juga akan mengganggu komposisi puisi yang telah dibentuk oleh penyair meskipun kata yang menggantikan memiliki arti yang sama. Penempatan kata dalam puisi sangatlah penting dalam rangka menumbuhkan suasana puitik pada pembaca sehingga dapat memahami puisi secara menyeluruh.
Dalam “Gadis Peminta-minta” penyair menggunakan diksi yang sangat mendukung tema. Setiap baitnya penyair menceritakan betapa haru dan sedih dia kepada gadis peminta-minta.
/Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka/
/Tengadah padaku, pada bulan merah jambu/
Pemilihan kata pada kutipan di atas menunjukkan bahwa penyair memang memiliki daya cipta yang luar biasa dalam mengajak pembaca. Pemilihan kata yang pas dalam “Gadis Peminta-minta” dapat juga mengajak para pembaca untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh penyair.
/Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/
/Gembira dari kemayaan riang/
/Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral/
/Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal/
Pengimajian (Citraan)
Pencitraan dapat dipahami dengan dua cara yaitu pemahaman dari sisi penyiar dan pemahaman dari sisi peembaca. Pemahaman dari sisi penyiar, citraan merupakan rangkaian kata yang digunakan untuk menyampaikan pengalaman inderanya. Dalam hal ini pencitraan berfungsi untuk meembangun keutuhan puisi untuk menyampaikan pengalaman keinderaan penyair kepada pembaca. Pemahaman dari sisi pembaca, citraan merupakan pengalaman indera yang terbentuk dalam pengimajinasian pembaca yang ditimbulkan oleh rangkaian kata pada puisi. Dalam hal ini pencitraan berfungsi untuk membantu pembaca dalam mencapai pemahaman yang utuh dalam memahami dan menikmati puisi karena dapat merasakan sesuatu yang konkret dari kata-kata yang disodorkan oleh penyair.
Dalam puisi ini terdapat beberapa yang mengandung imaji atau citraan. / Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil/ mengandung citraan visual, karena gadis kecil berkaleng kecil dapat dilihat. Kalimat ini mengandung makna betapa seringnya kita melihat gadis kecil membawa kaleng kecil dimana-mana yang berarti menunjukkan bahwa kota yang dihuni banyak rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga harus menggantungkan hidupnya pada belas kasih orang dengan menyodorkan kaleng kecil yang dibawanya.
/Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka/ mengandung citraan visual karena senyum dapat dilihat. Sedangkan kalimatnya mengandung arti bahwa gadis kecil berkaleng kecil itu selalu tersenyum dan tak mengenal duka.
/Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok/ mengandung citraan visual karena jembatan dengan begitu banyak orang yang tinggal di bawahnya dapat dilihat.
/Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/
/Gembira dari kemayaan riang/
Kutipan di atas menunjukkan citraan taktil (perasaan) dan mengandung arti bahwa kegemerlapan hanya memenuhi angan-angan gadis peminta-minta itu dan kegembiraan hatinya hanya semu atau maya karena sesungguhnya hidupnya penuh penderitaan.
/Jiwa begitu murni, terlalu murni/
/Untuk bisa membagi dukaku/
Kutipan di atas menunjukkan citraan taktil karena kemurnian jiwa dapat dirasakan bukan dilihat atau didengar. Kalimat ini mengandung makna bahwa penyair menunjukkan hati yang sangat murni bahkan terlalu murni untuk membagi kedukaan penyair.
/Melintas-lintas di atas air kotor/ mengandung citraan dinamik (gerak) karena air kotor yang dimaksud oleh penyair bergerak melintasi kehidupan seorang gadis peminta-minta.
/Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil/
/Bulan di atas itu, tak ada yang punya/
/Dan kotaku, ah kotaku/
/Hidupnya tak lagi punya tanda/
Kutipan di atas merupakan citraan taktil karena ketika gadis kecil peminta-minta itu mati maka kota tempat penyair hidup akan kehilangan identitas yang sangat identik dengan gadis peminta-minta.
Kata Konkret
Seperti halnya pencitraan, kata konret juga berkaitan dengan penggunaan lambang dan kiasan. Citraan merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair, maka kata konkret ini merupakan syarat terjadinya pengimajian itu. Kata konkret akan membantu pembaca dalam memahami puisi secara total karena kata konkret akan membuat pembaca dapat membayangkan secara jelas keadaan yang dilukiskan penyair.
/Gadis kecil berkaleng kecil/ memperkuat kata peminta-minta atau pengemis.
/Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok/ memperkuat kenyataan bahwa keadaan gadis peminta-minta yang memiliki tempat tinggal yang cukup untuk dirinya sendiri.
/Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/ memperkuat kenyataan bahwa keadaan gadis peminta-minta yang memiliki kebahagiaan yang semu. Sedangkan yang menunjukkan keempatian penyair terhadap gadis peminta-minta adalah /Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral/. Kutipan itu menunjukkan tingginya martabat gadis peminta-minta yang sama dengan manusia yang lainnya.
Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Dengan bahasa figuratif penyair akan lebih efektif menyampaikan maksudnya karena bahasa figuratif menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak menjadi konkret dan puisi akan lebih enak dibaca. Selain itu, bahasa figuratif membuat puisi memancarkan banyak makna. Bahasa figuratif mencakup kiasan atau gaya bahasa dan perlambangan. Kiasan bertujuan untuk menciptakan efek lebih kaya, efektif dan sugestif dalam puisi sedangkan perlambangan digunakan untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana menjadi lebih jelas sehingga dapat menggugah hati pembaca.
Gaya bahasa atau kiasan yang digunakan dalam puisi ini antara lain adalah /Tengadah padaku, pada bulan merah jambu/ menunjukkan majas metafora yang membandingkan penyair dengan bulan merah jambu.
/Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa/ menunjukkan majas personifikasi, baris ini menunjukkan bahwa kota memiliki jiwa sedangkan yang memiliki jiwa hanyalah manusia. Makna yang dapat diungkap oleh baris ini adalah hilangnya identitas kota yang memiliki banyak peminta-minta.
Sedangkan /Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral/ menunjukkan majas simile yang ditandai dengan adanya kata pembanding yang membandingkan dunia seorang gadis peminta-minta yang lebih tinggi dari menara katedral.
Perlambangan yang digunakan dalam puisi ini adalah lambang benda yang ditunjukkan oleh /kaleng kecil/ dan /jembatan yang melulur sosok/. Lambang warna yang digunakan dalam puisi ini ditunjukkan oleh /pada bulan merah jambu/. Lambang suasana ditunjukkan oleh /Gembira dari kemayaan riang/.
Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Rima membentuk efek musikalitas. Dengan adanya rima itulah, efek bunyi makna yang dikehendaki penyair semakin indah dan makna yang ditimbulkan lebih kuat. Bentuk-bentuk rima yang paling sering muncul adalah aliterasi, asonansi, dan rima akhir. Berikut adalah beberapa pengulangan bunyi yang ditemukan dalam “Gadis Peminta-minta” sehingga menambah keindahan bunyi dan mendukung kekuatan makna yang ditimbulkan.
/gadis kecil berkaleng kecil/
/Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka/
/Tengadah padaku, pada bulan merah jambu/

/Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/

/Melintas-lintas di atas air kotor/
/Jiwa begitu murni, terlalu murni/

/Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil/
/Dan kotaku, ah kotaku/
/Hidupnya tak lagi punya tanda/

Telah dibahas sedikit ulasan mengenai puisi yang ditulis oleh Toto Sudarto Bachtiar. Banyak puisi yang ditulis oleh Toto dengan bertemakan keadaan sosial yang menggambarkan lingkungan di sekitar kita. Dengan pintar Toto menggambarkannya pada seorang pengemis kecil dengan membawa sebuah kaleng kecil yang digunakan untuk mengemis. Dari puisi “Gadis Peminta-minta” kita seolah diajak untuk berempati pada lingkungan sekitar dan membantu para pengemis seperti seorang gadis kecil yang digambarkan oleh Toto. Dalam puisi ini, struktur fisik puisi mampu mendukung tema, perasaan, nada dan suasana yang ingin disampaikan. Begitupun amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca juga dapat segera terlihat dari struktur fisik puisi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Anonim mengatakan...

sangat membantu, terima kasih mba :)

Posting Komentar