GAMBAR
KEMISKINAN DALAM NASKAH DRAMA ANJING-ANJING MENYERBU KUBURAN KARYA PUTHUT
BUCHORI
Oleh: Windy Tiarasari Budiono
Anjing-anjing
menyerbu kuburan, merupakan naskah drama yang ditulis oleh Puthut Buchori yang
diadaptasi dari cerpen karya Kuntowijoyo dengan judul yang sama. Ketika pertama
kali membaca judulnya saja tentu kita akan “dipaksa” untuk membayangkan
sekelompok anjing yang mnyerbu kuburan. Kemudian secara tidak langsung tentu
akan timbul pertanyaan dalam benak kita, apa yang menyebabkan anjing-anjing itu
menyerbu kuburan?
Cerita dalam naskah
drama ini menggunakan alur maju-mundur, diawali dengan kejadian sekelompok
warga yang sedang memukuli seorang laki-laki yang diduga hendak mencuri mayat
di salah satu kuburan umum. Kemudian cerita berlanjut ketika akhirnya si
pencuri itu menceritakan bagaimana kronologis cerita hingga akhirnya ia
dipukuli oleh warga saat itu. Si pencuri tersebut mengakui bahwa ia memang
hendak mencuri mayat untuk memenuhi salah satu syarat dalam upayanya melakukan
pesugihan.
Naskah drama karya Puthut Buchori ini sangat menarik untuk diulas
kembali karena cerita yang digambarkan dalam drama ini mengingatkan akan
kehidupan sosial masyarakat miskin yang sering terjadi saat ini. Kita dapat
merasakan bagaimana kesusahan yang dialami tokoh pencuri hingga akhirnya ia
memutuskan untuk melakukan pesugihan tersebut. Tentu kita sebagai pembaca akan
merasa miris dengan kehidupan yang dialami masyarakat-masyarakat miskin pada
umumnya di sekitar kita.
Pengarang
mengangkat suatu fenomena yang saat ini sedang umum terjadi dalam masyarakat
kita. Ya, memang layaknya yang sudah sering terjadi saat ini, ketika jalan
pintas dianggap pantas. Ketika kemiskinan sudah merasuk hingga ke tulang,
manusia pun akhirnya berpikir pendek, berupaya agar semua kemiskinan yang
dialami segera teratasi. Namun sayangnya selalu dengan cara yang instan, salah
satunya dengan melakukan pesugihan, sama seperti yang diceritakan dalam cerita
ini.
Pencuri mayat dalam drama Anjing-anjing
Menyerbu Kuburan ini digambarkan sebagai sosok lelaki yang sudah lelah dengan
kehidupannya yang miskin yang dialaminya. Kemudian di tengah semua keterbatasan
yang ia miliki, ia memutuskan untuk mencuri mayat di kuburan umum desa itu
untuk ia gunakan sebagai sarana pesugihan. Namun apa daya, ketika usahanya
mencuri mayat tersbut hamper berhasil, datang segerombolan anjing yang menyerbu
kuburan itu dan kemudian memakan daging dari mayat yang hendak dicuri oleh si
pencuri itu. Tentunya hal ini mengagalkan usaha pencuri yang ingin mencuri
mayat tersebut, dan akhirnya karena lolongan anjing-anjing itu secara tidak
langsung membangunkan para peronda yang tertidur akibat sebelumnya dibius oleh
si pencuri agar tidak mengganggu usahanya untuk mencuri mayat.
Dalam drama ini juga digambarkan betapa
sulitnya hidup si pencuri. Hal itu dapat dilihat dalam percakapannya dengan
dirinya sendiri ketika ia mulai menggali makam seperti pada kutipan di bawah
ini:
(Pencuri Mayat Kembali Berusaha Menggali Tanah Kuburan
Lik Rukmini).
PENCURI MAYAT : Aku harus berhasil, harus berusaha keras menggali kubur
ini dengan tanganku, biarpun tangan ini lecet, kotor, tak apa. Sakit ini hanya
untuk sementara. Tetapi lihat saja hasilnya nanti, kalau aku sudah berhasil
menggigit kedua telinga mayat ini, oh… lihat saja. Aku pasti akan kaya raya.
Aku pasti bisa mendandani istriku dengan sepasang subang emas berlian di
telinganya.
(Menggali Tanah
Semakin Dalam)
Di tangannya melilit ular-ularan dari emas. Giginya emas…
(Terus Menggali
Tiada Henti)
Ah tidak, bukan
gigi emas, gigi emas sudah kuno.
(Menggali Dan
Menggali)
Akan aku hiasi lehernya dengan kalung emas yang berat,
cincin, gincu yang mahal, bedak yang bagus seperti artis-artis sinentron
(Menggali Dan Menggali).
Anak-anakku pasti tidak akan diejek lagi kalau sekolah,
karena kemarin-kemarin kalau ke sekolah tidak pakai sepatu, akan aku belikan
sepatu yang paling mahal seperti yang diiklankan di televisi. Uang SPP-nya
tidak akan nunggak, aku bisa beli truk untuk usaha adikku yang bungsu, bisa
beli rumah yang bagus, tidak kesulitan jika ada sumbangan ini sumbangan itu.
Semua pasti beres, beres… res… res…
(Menggali Semakin Dalam)
Uh terlalu sempit mereka menggali kuburan.
(Ketika Sudah Hampir Sampai Di Papan Jenazah)
Nah kekayaan itu
hampir tiba.
Sedikit kutipan drama di atas dapat
menggambarkan betapa sulitnya hidup menjadi orang miskin. Dia harus bekerja
keras untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Bukankah hal ini juga
sering terjadi dalam masyarakat? Ketika tuntutan hidup semakin besar namun
tidak disertai pemasukan yang cukup besar pula, sehingga yang terjadi justru
upaya mencari jalan pintas seperti yang digambarkan dalam drama ini. Betapa
kemiskinan sudah meracuni otak manusia untuk berpikir sehat.
Di akhir cerita, warga pun memukuli pencuri mayat yang sudah dianggap
meresahkan warga dan menggangu keamanan desa tersebut, hingga akhirnya pencuri
tersebut tewas di kuburan tersebut. Melalui drama ini kita bisa melihat
bagaimana kemiskinan yang sudah merenggut sebagian kewarasan yang dimiliki
manusia. Lalu yang menjadi pertanyaan, akankah kita termasuk orang yang hilang
sedikit kewarasannya hanya karena kemiskinan yang dialami seperti tokoh pencuri
mayat ini atau kita dapat berpikiran waras menyikapi segala bentuk kemiskinan
yang melanda? Kita sendiri yang tahu jawabnya.
0 komentar:
Posting Komentar