Dimensi
Psikologis Tokoh dalam
Cerpen
“Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata” Karya Putu Wijaya
Oleh: Amazona Dwi Pertiwi
Setiap
manusia memiliki kepekaan terhadap rasa yang berbeda-beda. Bukan hanya peka
terhadap apa yang tertangkap oleh mata telanjang, tetapi peka terhadap apa yang
dirasa orang lain. Ada kalanya manusia memiliki kepekaan rasa dengan takaran
yang sedikit, ada pula yang memiliki kepekaan yang begitu besar terhadap apa
yang terjadi pada lingkugannya, atau bahkan peka terhadap orang lain yang
hidupnya tidak saling bertautan. Bahkan ada yang kepekaannya begitu minimnya,
hingga pada dirinya sendiri ia tak peduli. Begitu banyak hal yang membutakan
peka-nya rasa dalam diri seseorang, entah itu uang, pekerjaan, sekolah, atau
bahkan kegilaan terhadap apa yang menjadi mimpinya. Hingga mereka lupa, bahwa
setiap manusia memiliki keinginan untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian.
Inilah
hal menarik yang ada dalam sebuah cerpen karya Putu Wijaya yang berjudul
“Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata”. Begitu sepelenya hal yang
dilontarkan dalam cerpen ini, tetapi memang tak bisa dipungkiri bahwa setiap
manusia membutuhkan hal itu. “Perhatian” hal yang menjadi sorotan dalam cerpen
ini, begitu banyak orang yang menyepelekan tentang “perhtian”. Dalam cerpen ini
penulis menggambarkan di mana seorang tokoh laki-laki yang berusaha
memperhatikan dirinya sendiri lantaran memang tak ada yang berbagi ucapan dan
perhatian dari orang sekitarnya. Laki-laki itu merasa iba pada dirinya sendiri,
karena ingin merasa diperhatikan saja harus ia sendiri yang melakukannya pada
dirinya. Akan tetapi, tanpa diduga seorang wanita cantik tak sungkan berbagi
perhatian dan ucapan selamat ulang tahun, meskipun hanya sekedarnya saja. Di
sinilah penulis ingin menyampaikan bahwa sekecil apapun rasa simpati dan
perhatian dari orang lain sangatlah berharga, dan betapa mahal rasa bahagia
karena mendapat simpati dari seseorang, karena hal sekecil itu dapat memberi
semangat hidup yang besar dan memberi arti yang cukup besar pula dalam hidup.
Dalam esai-kritik ini, akan dibahas mengenai dimensi psikologis dari tokoh dalam cerpen “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata”. Dimensi psikologis tokoh akan dibahas menggunakan pendekatan pragmatik, di mana pembaca cerpen ini berperan sebagai penyambut, penghayat serta pemberi makna. Secara implisit, pembaca akan memberikan memaknai setiap kalimat mupun secara keseluruhan dengan menggunakan penafsiran sendiri. Esai-kritik ini juga menggunakan sentuhan kritik psikologis dalam menemukan aspek psikologis tokoh dalam cerpen “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata” karya Putu Wijaya ini. Berikut akan diulas secara mendalam mengenai dimensi psikologis tokoh dalam cerpen “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata” karya Putu Wijaya.
Tokoh
aku dalam cerpen “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata” karya Putu Wijaya
ini memberi kesan bahwa ia seorang laki-laki yang tidak mudah mengambil
keputusan secara tegas dalam menghadapi sebuah permasalahan. Seperti yang
tercantum dalam kalimat pertama, paragraf pertama seperti berikut,
“Aku
menunggu setengah jam sampai toko bunga itu buka. Tapi satu jam kemudian aku
belum berhasil memilih. Tak ada yang mantap.”
Pada paragraf ini terlihat bahwa tokoh aku sedang
bimbang memilih satu bunga. Sulit menentukan pilihan merupakan masalah awal
yang muncul dalam diri tokoh aku.
Kemudian,
setelah seorang gadis cantik yang ada
di dalam toko itu muncul, seketika suasana hati laki-laki itu berubah.
Laki-laki itu telah mengelilingi toko bunga itu dan hendak meninggalkan toko
bunga itu, tiba-tiba ia masih ingin berlama di toko itu setelah gadis cantik
tersebut menunjukkan ke sebuah rangkaian bunga. Perubahan suasana hati
laki-laki itu tersirat dari kalimat berikut,
Ia menunjuk ke sebuah rangkain bunga tulip dan mawar berwarna
pastel. Bunga yang sudah beberapa kali aku lewati dan sama sekali tak menarik
perhatianku.
”Itu saya sendiri yang merangkainya.”
Mendadak bunga yang semula tak aku lihat sebelah mata itu berubah.
Tolol kalau aku tidak menyambarnya. Langsung aku mengangguk.
Dari sinilah sudah sangat terlihat adanya perubahan yang sangat
mendasar pada jiwa laki-laki itu. Pada awalnya ia merasa bimbang dan tidak dapat menentukan pilihannya
terhadap bunga-bunga yang ada di toko bunga itu. Namun setelah seorang gadis
yang menunjukkan pilihan bunga kepadanya, seolah-olah iya langsung menyukainya.
Padahal sudah jelas bahwa laki-laki itu tidak menaruh perhatian pada bunga-bunga
yang ditunjukkan oleh gadis itu.
Dari
kalimat-kalimat tersebut dapat digambarkan bahwa seorang laki-laki itu merasa
kesepian sehingga semua yang ia lihat terkesan membosankan dan tidak menarik
hatinya. Hal ini jelas bahwa setiap orang yang merasakan kesepian, dapat
mempengaruhi mood-nya. Ketika
seseorang mendapatkan perhatian kecil dari orang lain, apa lagi dari lawan
jenisnya maka secara tidak langsung hal itu akan mempengauhi kondisi psikologi
seseorang. Perhatian kecil atau rasa simpati yang ditunjukkan oleh orang lain
akan memberikan efek positif pada diri seseorang. Seseorang akan merasa senang,
merasa mendapatkan semangat, dan merasa bahwa masih ada seseorang yang hidup
berdampingan dan saling membutuhkan.
Seperti halnya yang
dilakukan oleh gadis cantik itu kepada laki-laki yang sedang bingung menentukan
pilihan itu. Gadis itu menunjukkan pilihan, membantunya dalam memilih dan
menanyakan hal-hal yang memberikan kesan simpati terhadap laki-laki itu.
Sehingga laki-laki itu merasa senang dan tertarik terhadap bunga yang
ditawarkan gadis itu.
Rasa simpati gadis
itu tersirat dari sikapnya yang ramah dan mudah mengakrabkan diri dengan
pembeli (laki-laki itu). Apa lagi ketika gadis itu menunjukkan dan menawarkan
hasil rangkaiannya sendiri yang sebenarnya tidak untuk dijual. Seperti yang
terlihat dalam kalimat berikut,
”Berapa duit.”
”Maaf sebenarnya ini tak dijual. Tapi kalau Bapak mau nanti saya
bikinkan lagi.”
”Tidak, aku mau ini.”
Tokoh gadis itu memberikan penawaran untuk
membuatkan rangkaian bunga lagi untuk tokoh aku. Sebuah perhatian yang
diberikan seorang gadis untuk pelanggan di tokonya merupakan hal yang wajar
bagi gadis pemilik toko itu. Seperti yang tercantum dalam kutipan kalimat di
atas. Namun tidak bagi tokoh aku pada novel tersebut, perhatian itu menjadi
penyemangat baginya, menjadi sesuatu hal yang menarik dalam hidupnya.
Tokoh gadis itu berusaha
menolak untuk menjual rangkaian bunga yang ingin dibeli tokoh aku (laki-laki)
itu. Hingga ia memberikan harga yang sangat tinggi. Akhirnya laki-laki itu
mulai merasa resah dengan keinginannya untuk membeli rangkaian bunga yang
memang tidak untuk dijual itu karena uang di dompetnya yang tak mencukupi. Ia
mengeluarkan semua isi dompetnya, meskipun tak mencukupi, tapi ia hanya ingin
membeli rangkaian bunga itu. Dari sini, tersirat bahwa kebahagiaan memang tak
dapat diukur dengan uang. Seberapapun besarnya uang yang kita miliki,
kebahagiaan tak dapat dibeli dengan uang. Hal yang sering terjadi di sekitar
kita yang mungkin tidak kita sadari. Seperti yang tercantum pada penggalan
cerpen berikut,
Aku sama sekali tak menoleh. Aku keluarkan dompetku, lalu memeriksa
isinya. Kukeluarkan semua. Hanya 900 ratus ribu. Jauh dari harga. Tapi aku
taruh di atas meja berikut uang receh logam.”
Dia tercengang.
”Bapak mau beli?”
”Ya. Tapi aku hanya punya 900 ribu. Itu juga berarti aku harus jalan
kaki pulang. Aku tidak mengerti bunga. Tapi aku menghargai perasaanmu yang
merangkainya. Aku merasakan kelembutannya, tapi juga ketegasan dan kegairahan
dalam karyamu itu. Aku mau beli bunga kamu yang tak dijual ini.”
Perubahan sikap dan mood dari tokoh aku yang secara
tiba-tiba merasa putus asa. Ia kecewa karena sebuah perhatian wanita yang
tergambar dalam rangkaian bunga dari seorang gadis itu tak dapat ia miliki.
Meskipun ia telah merelakan semua yang ia miliki, tetapi itu tidak cukup untuk
membeli kebahagiaan yang ada dalam rangkaian bunga itu.
Tokoh
wanita itu tercengang melihat kepasrahan laki-laki itu untuk mempertahankan
keinginannya memiliki rangkaian bunga yang ia buat. Rasa simpati itu kembali
muncul ketika tokoh aku menunjukkan sikap putus asanya. Tidak hanya mengijinkan
tokoh aku untuk membeli rangkaian bunganya, tetapi juga bersimpati untuk
memikirkan cara pulang pelanggannya yang menyerahkan semua uangnya pada gadis
cantik itu. Hal ini tercantum pada cerpen sebagai berikut,
”Ya, sudah, Bapak ambil saja. Bapak perlu duit berapa untuk pulang?”
”Bapak perlu berapa duit untuk ongkos pulang?”
”Duapuluh ribu cukup.”
”Rumah Bapak di mana?”
”Cirendeu.”
”Cirendeu kan jauh?”
Dari pertanyaan yang dilontarkan tokoh gadis itu
menunjukkan rasa simpati pada tokoh aku yang memang sudah mulai berputus asa.
Selain percakapan di atas, ada pula percakapan yang menunjukkan rasa simpati
tokoh gadis pada tokoh aku yaitu,
”Bapak mau jalan kaki bawa bunga?”
”Ya, hitung-hitung olahraga.”
”Bapak bisa ditabrak motor. Bapak ambil saja uang Bapak 150 untuk
ongkos taksi.”
”Kurang?”
Dari
sini, terjadi perubahan kejiwaan tokoh aku lagi. Perubahan yang semula cuek
menjadi bersemangat, kemudian berubah menjadi putus asa, dan sekarang berubah
menjadi terheran-heran. Hal ini disebabkan karena ia merasakan rasa simpati
dari tokoh gadis.
Tokoh aku merupakan cerminan jiwa
yang merindukan perhatian dan kasih sayang, entah itu dari teman atau siapapun.
Hal ini terlihat ketika tokoh gadis menanyakan tentang kartu ucapan yang akan
ditambahkan pada rangkaian bunga itu. Akan tetapi, tokoh aku menyerahkan
penulisan kartu ucapan itu pada tokoh gadis. Sedangkan gadis itu tak mengerti,
ucapan itu ditujukan untuk siapa, dan tentang apa. Tokoh aku tetap bersikukuh
untuk meminta tokoh gadis menuliskan ucapan pada rangkaian bunganya. Akhirnya,
tokoh gadis menuliskan kalimat yang ditariknya dari sajak Di Beranda itu Angin Tak Berhembus Lagi karya Goenawan Mohamad: “Bersiap
Kecewa, Bersedih tanpa kata-kata”. Seperti yang ada dalam cerpen,
”Sebaiknya Bapak saja yang menulis.”
”Tidak. Kamu.”
”Kamu saja yang memilih.”
”Tapi, saya tidak tahu yang mana untuk siapa dulu.”
”Pokoknya yang bagus. Yang positip.”
”Cinta, persahabatan, atau sayang?”
”Semuanya.”
Tokoh
aku menunjukkan jiwa kesepiannya ketika ia mengingat tentang Nelson Mandela
yang mengaku mendapat inspirasi untuk bertahan selama 2 tahun di penjara Robben
karena puisi. Ketika itu ia tak sanggup menahan air matanya, hingga menetes di
depan gadis cantik itu. Hal inilah yang menunkkan bahwa tokoh aku adalah sosok
jiwa yang kesepian. Selain itu tokoh aku juga menolak untuk menandatangani
kartu ucapan ya dengan alasan ucapan yang ditulis gadis itu adalah untuknya
(tokoh aku) sendiri. Hal ini tercantum dalam kutipan berikut,
”Kamu saja yang tanda tangan.”
”Kenapa saya?”
”Kan kamu yang tadi menulis.”
”Tapi itu untuk Bapak.”
”Ya memang.”
”Kamu tidak mau menandatangani apa yang sudah kamu tulis?”
”Tapi, saya menulis itu untuk Bapak.”
”Kamu tak mau mengucapkan selamat ulang tahun buat aku?”
0 komentar:
Posting Komentar