Mahasiswa Offering AA Angkatan 2010 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Buai Cermin Kehidupan dalam Naskah Drama “Kapai-Kapai” Karya Arifin Chairin Noer



Buai Cermin Kehidupan dalam Naskah Drama “Kapai-Kapai”
Karya Arifin Chairin Noer
Oleh: Amazona Dewi Pertiwi

Kematian, terdengar begitu mengerikannya bagi manusia yang masih meninggikan inginnya untuk menguasai dunia. Kematian begitu harunya ketika melintas di depan mata kita, bukan hanya dalam keheningan, bahkan dalam hiruk pikuk keramaian jalanpun akan turun keharuan akan datangnya kematian. Begitu mudahnya Tuhan menarik keluar arwah manusia dari jasadnya, tapi tak ada satupun manusia yang dapat menentukan berhentinya masa hidupnya. Sering kali diperdengarkan bahwa hidup hanyalah sementara, hanya mampir. Tujuan hidup adalah menyelematkan diri dari kemurkaan Tuhan dan membuka pintu surga untuk diri manusia. Tapi entah mengapa tak banyak orang yang buta, tuli, bahkan seluruh tubuhnya lumpuh dalam beribadah, seakan ia hidup dalam surga dan mati dalam surga. Bukan manusia yang bertimbun dalam harta, manusia yang hanya dapat memimpikan sesuap nasipun sering kali membutakan mata dan membuat tuli telinganya akan agama. Seperti itulah sekiranya apa yang diceritakan dalam drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer.
Suatu cerita yang sangat menggindahkan nuansa majas dalam setiap dialognya, meninggikan imajinasi penikmatnya. Kapai-Kapai, sebuah drama yang memiliki keunikan dalam menyampaikan pesan moral dan pesan kehidupan yang sangat menyentuh. Tidak hanya memperhatikan alur cerita, tetapi dari setiap dialog yang dilontarkan menunjukkan keindahan dalam bermajas. Begitu pula dengan setiap tokoh yang digambarkan dengan berbagai simbol-simbol kehidupan. Sebuah nilai moral yang sangat kental dengan gaya pengimajinasian yang tinggi membuat drama ini sangat menarik dan memiliki nilai estetik yang tinggi. Begitu pandainya penulis menggambarkan kehidupan secara sederhana namun penuh dengan makna yang dalam. Gaya bahasa yang puitis pada setiap dialognya sehingga menunjukkan bahwa inilah karya sastra yang bernilai tinggi.
Arifin Chairil Noer adalah penulis naskah drama Kapai-Kapai yang memiliki nilai estetis dan merupakan karya sastra yang bernilai tinggi. Lahir di Cirebon 10 Maret 1941, Arifin memulai kiprahnya di bidang seni sejak ia tengah duduk di bangku SMP. Saat itu ia rutin mengirim karangannya yang berupa cerpen dan puisi pada majalah mingguan. Selain itu ia juga aktif mengirim naskah sandiwara dan puisi pada RRI Cirebon. Ia pun turut melakonkan tokoh yang ada pada tulisannya di bawah bimbingan Mus Mualim. Semenjak di bangku kuliah Arifin mulai menggiatkan kegiatannya di bidang seni peran. Bahkan karya-karyanya banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa asing. Beberapa karyanya banyak yang mendapat penghargaan baik lokal maupun internasional. Bahkan filmnya yang paling terkenal, yang menuai banyak konroversi yaitu G 30 S/ PKI juga mendapatkan penghargaan Piala Citra pada tahun 1985.
Naskahnya yang berjudul Kapai-Kapai telah mendapatkan penghargaan sebagai pemenang pertama sayembara penulisan lakon DKJ naskah drama Kapai-kapai pada tahun 1972. Berikut adalah ringkasan ceritanya. Cerita dimulai ketika tokoh Emak mendongengkan kepada Abu tentang Pangeran dan Sang Putri yang selalu bahagia karena memilki cermin Tipu Daya. Dengan cerita itu Abu diberi Emak impian-impian duniawi yang bagus. Kebahagiaan yang dicari Abu menurut Emak ada di dunia ini walaupun letaknya sangat jauh, yaitu di ujung dunia. Abu dalam keraguan dan penasaran menanyakan letak ujung dunia tempat kebahagiaan itu kepada Burung, Katak, Rumput, Pohon, Air, Batu, dan Kambing. Hingga Abu bertemu seorang kakek yang meyakinkan dia bahwa kebahagiaan itu ada jika memiliki cermin sejati, cermin yang mampu melahirkan kejujuran dan kesadaran pada masa yang dijalani. Tapi Abu selalu terbuai kembali dengan cerita emak. Tiba-tiba Abu tersentak dari lamunannya oleh Iyem dan ribuan majikan. Namun emak, dibantu oleh tokoh Bulan dengan sinarnya, tetap mencoba menghibur Abu dengan melanjutkan dongeng khayalannya tentang kehebatan Pangeran saat mendapatkan kekayaan dengan Cermin Tipu Daya makin membuat lamuyanannya tinggi dan semakin hebat.
Melalui tokoh Yang Kelam, diungkapkan bahwa Abu mulai menua. Yang Kelam membuat dahi Abu berkerut dan badannya makin lemah. Abu bersedih, tertegun memikirkan basibnya. Namun Emak tetap membujuk Abu untuk bahagia dengan menggunakan Cermin Tipu Daya. Emakpun meminta bantuan pada Rombongan Lenong untuk menghibur Abu dengan cerita Sang Pangeran, Raja Jin, Sang Putri dan Cermin Tipu Daya. Tokoh Emak juga memperingatkan Yang Kelam tentang tugasnya untuk menambah penderitaan Abu. Emak mulai menceritakan tentang kematian pada Abu, dikatakannya bahwa nisan Abu kelak harus terbuat dari cahaya.
Makin berat tugas dan penderitaan Abu dalam menghadapi majikannya. Panggilan dengan bel dan teriakan terus-menerus. Di samping itu, Abu pun mulai lebih banyak menghadapi Yang Kelam yang bertugas memperlihatkan usianya yaitu menjadi tua dan mati. Dengan demikian Abu dan Iyem berpacu dengan sang waktu sambil Emak terus mengatakan bahwa Abu pasti berhasil mendapatkan Cermin Tipu Daya. Beberapa langkah lagi Abu akan sampai pada ujung dunia. Saat-saat Abu hendak mendekati tujuannya untuk mendapatkan Cermin Tipu Daya, tokoh Emak berubah menjadi pembunuh Abu. Akhirnya Abu mendapatkan cermin yang didambakannya di ujung dunia. Ujung dunia itu tak lain adalah akhir hayat Abu yang sia-sia dengan segala impian-impiannya untuk hidup senang tanpa usaha, tanpa melihat kenyataan dan tanpa agama. Pada akhir cerita, Kakek dan tokoh lainnya mengantarkan jenazah Abu ke pemakaman.
Dalam esai-kritik drama ini, penulis menggunakan pendekatan pragmatik di mana pembaca berperan sebagai pemberi makna dengan tafsiran pembaca sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Heri Suwignyo dalam bukunya Kritik Sastra, menyebutkan bahwa pendekatan pragmatik merupakan peranan pembaca sebagai penyambut dan penghayat, peran pembaca adalah sebagai pemberi makna. Sementara itu ia juga menyebutkan bahwa istilah hiratio adalah seniman bertugas untuk docere dan delectere, memberi ajaran dan kenikmatan, menggerakkan pembaca, dan kegiatan yang bertanggungjawab (Heri Suwignyo, 2010).
Dalam esai-kritik ini, penulis memberi penafsiran tentang drama Kapai-Kapai ini menceritakan tentang kehidupan manusia yang tak luput dari godaan duniawi. Dalam setiap dialognya selalu mengaitkan simbol-simbol kehidupan yang ada di sekitar manusia. Seperti yang tergambar pada tokoh Emak dengan karakternya yang licik dan pembuai membuat Abu menjadi lupa akan kenyataan dan terlalu berangan dengan hal-hal yang mudah dan enak-enak. Karakter “Emak” menggambarkan seperti “setan” dalam kehidupan di bumi yang memang diperintahkan untuk menggoda manusia dalam menjalankan kehidupan. “Emak” membujuk Abu untuk selalu berangan-angan saja dalam menjalani hidup dan bermalas-malasan, hingga Abu sering kali mendapat teguran dari majikannya. Dari karakter yang dibawakan “Emak” inilah dapat diketahui bahwa “Emak” menyimbulkan “setan” yang jelas bahwa tugasnya di dunia adalah untuk menggoda iman manusia dalam beribadah dan mencari kebenaran.
Tokoh Abu, menggambarkan karakter pemalas, miskin dan suka berkhayal. Di sini dapat ditafsirkan bahwa tokoh Abu menyimbolkan manusia yang mudah tergoda dengan hawa nafsu dan kekayaan duniawi. Di sini jelas bahwa Abu menggambarkan tokoh yang miskin, pemalas dan tak mau tahu dengan nilai agama. Dia acuh tak acuh dengan kehidupan nyata yang ia jalani, dan justru terlena dengan khayalan-khayalannya yang selalu menginginkan hidup enak dan serba nyaman. Sama seperti kehidupan manusia di jaman sekarang yang selalu menginginkan hidup yang serba enak, praktis dan cepat. Bahkan banyak sekali manusia gagah dan masih sanggup untuk bekerja keras justru menjadi pengemis dengan alasan menjadi pengemis adalah cara cepat yang aman untuk menjadi kaya. Bahkan sampai menghalalkan segala cara utnuk mencapai kekayaan, baik dengan cara korupsi, dan melalui hal-hal yang tak dapat dipercaya dengan akal sehat. Itulah manusia yang digambarkan dalam alur cerita drama kapai-kapai ini, yaitu diwakilkan sebagai tokoh Abu.
Tokoh Iyem, merupakan tokoh yang memiliki karakter yang cerewet dan suka marah-marah. Tokoh Iyem juga menyimbolkan manusia yang berusaha meyakinkan pasangannya dan orang-orang terdekatnya akan kenyataan. Dalam cerita ini, Iyem selalu marah-marah karena Abu yang sering berkhayal dan sering bermalas-malasan dengan khayalannya. Di sini menunjukkan bahwa di dunia ini ada berbagai macam manusia yang memiliki tingkat keimanan yang berbeda-beda. Ada yang selalu mengingatkan saudara-saudaranya untuk selalu mengingat keberadaan Tuhannya, ada pula yang justru mengajak pada hal-hal kemaksiatan. Di sini tokoh Iyem berlaku sebagai istri Abu yang selalu marah karena Abu seringkali hanya berkhayal tanpa memperhatikan pekerjaannya.
Tokoh Bulan, tokoh yang memiliki karakter baik, mudah tersentuh, dan cengeng. Seperti yang ada dalam kehidupan sehari-hari, adanya orang dermawan yang sering kali tak tega melihat orang-orang kecil menderita. Begitu pula dengan tokoh Bulan yang juga sering tak tega dengan keadaan Abu yang selalu dan terlalu terbuai dengan khayalan-khayalan yang akan menyesatkan.
Tokoh Kakek Tua, yang memiliki karakter baik dan jujur. Selalu berusaha mengingatkan Abu untuk menuju jalan yang lurus dan benar, mengenal agama dan tidak terbuai dengan kehidupan duniawi. Tokoh Kakek Tua menggambarkan para ulama dan ahli agama yang ada di sekitar kita. Selalu mengingatkan akan kebenaran yang sejati dan jalan yang benar. Begitu juga dengan yang dimaksud dengan Cermin Tipu Daya adalah hawa nafsu yang sering kali membutakan manusia akan kebenaran dan kehidupan yang sebenarnya. Tokoh Kakek Tua dalam cerita ini mengingatkan pada Abu untuk mencari Cermin yang sejati yang akan menunjukkan jalan kebenaran hidup. Di ujung dunia, sering kali disebut-sebut oleh “Emak” dan selalu ditanyakan “Abu”, “di ujung dunia” maksudnya adalah ujung kehidupan manusia.
Begitulah penafsiran drama Kapai-Kapai karya “Arifin C. Noer” yang telah dijabarkan dalam esai-kritik ini. Tak heran bila naskah drama karya Arifin C Noer sering mendapat penghargaan. Begitu juga dengan naskah drama Kapai-Kapai yang pernah mendapatkan penghargaan Piala Citra pada tahun 1972. Drama yang kaya akan imajinasi, penggunaan gaya bahasa yang menarik dengan penuh penggunaan majas dan makna-makna denotasi. Banyak sekali nilai yang dapat diambil dari drama ini, baik nilai kehidupan, nilai sosial, dan nilai agama. Seharusnya manusia senantiasa sadar bahwa hidupnya hanyalah sementara dan di dunia ini hanya mencari kebenaran yang hakiki.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar