Buai
Cermin Kehidupan dalam Naskah Drama “Kapai-Kapai”
Karya
Arifin Chairin Noer
Oleh: Amazona Dewi Pertiwi
Kematian,
terdengar begitu mengerikannya bagi manusia yang masih meninggikan inginnya
untuk menguasai dunia. Kematian begitu harunya ketika melintas di depan mata
kita, bukan hanya dalam keheningan, bahkan dalam hiruk pikuk keramaian jalanpun
akan turun keharuan akan datangnya kematian. Begitu mudahnya Tuhan menarik
keluar arwah manusia dari jasadnya, tapi tak ada satupun manusia yang dapat
menentukan berhentinya masa hidupnya. Sering kali diperdengarkan bahwa hidup
hanyalah sementara, hanya mampir.
Tujuan hidup adalah menyelematkan diri dari kemurkaan Tuhan dan membuka pintu
surga untuk diri manusia. Tapi entah mengapa tak banyak orang yang buta, tuli,
bahkan seluruh tubuhnya lumpuh dalam beribadah, seakan ia hidup dalam surga dan
mati dalam surga. Bukan manusia yang bertimbun dalam harta, manusia yang hanya
dapat memimpikan sesuap nasipun sering kali membutakan mata dan membuat tuli
telinganya akan agama. Seperti itulah sekiranya apa yang diceritakan dalam
drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer.
Suatu cerita
yang sangat menggindahkan nuansa majas dalam setiap dialognya, meninggikan
imajinasi penikmatnya. Kapai-Kapai, sebuah drama yang memiliki keunikan dalam
menyampaikan pesan moral dan pesan kehidupan yang sangat menyentuh. Tidak hanya
memperhatikan alur cerita, tetapi dari setiap dialog yang dilontarkan
menunjukkan keindahan dalam bermajas. Begitu pula dengan setiap tokoh yang
digambarkan dengan berbagai simbol-simbol kehidupan. Sebuah nilai moral yang
sangat kental dengan gaya pengimajinasian yang tinggi membuat drama ini sangat
menarik dan memiliki nilai estetik yang tinggi. Begitu pandainya penulis
menggambarkan kehidupan secara sederhana namun penuh dengan makna yang dalam.
Gaya bahasa yang puitis pada setiap dialognya sehingga menunjukkan bahwa inilah
karya sastra yang bernilai tinggi.
Naskahnya yang
berjudul Kapai-Kapai telah mendapatkan penghargaan sebagai pemenang pertama
sayembara penulisan lakon DKJ naskah drama Kapai-kapai pada tahun 1972. Berikut
adalah ringkasan ceritanya. Cerita dimulai ketika tokoh Emak mendongengkan
kepada Abu tentang Pangeran dan Sang Putri yang selalu bahagia karena memilki
cermin Tipu Daya. Dengan cerita itu Abu diberi Emak impian-impian duniawi yang
bagus. Kebahagiaan yang dicari Abu menurut Emak ada di dunia ini walaupun
letaknya sangat jauh, yaitu di ujung dunia. Abu dalam keraguan dan penasaran
menanyakan letak ujung dunia tempat kebahagiaan itu kepada Burung, Katak,
Rumput, Pohon, Air, Batu, dan Kambing. Hingga Abu bertemu seorang kakek yang
meyakinkan dia bahwa kebahagiaan itu ada jika memiliki cermin sejati, cermin
yang mampu melahirkan kejujuran dan kesadaran pada masa yang dijalani. Tapi Abu
selalu terbuai kembali dengan cerita emak. Tiba-tiba Abu tersentak dari
lamunannya oleh Iyem dan ribuan majikan. Namun emak, dibantu oleh tokoh Bulan
dengan sinarnya, tetap mencoba menghibur Abu dengan melanjutkan dongeng
khayalannya tentang kehebatan Pangeran saat mendapatkan kekayaan dengan Cermin
Tipu Daya makin membuat lamuyanannya tinggi dan semakin hebat.
Melalui tokoh Yang Kelam,
diungkapkan bahwa Abu mulai menua. Yang Kelam membuat dahi Abu berkerut dan
badannya makin lemah. Abu bersedih, tertegun memikirkan basibnya. Namun Emak
tetap membujuk Abu untuk bahagia dengan menggunakan Cermin Tipu Daya. Emakpun
meminta bantuan pada Rombongan Lenong untuk menghibur Abu dengan cerita Sang
Pangeran, Raja Jin, Sang Putri dan Cermin Tipu Daya. Tokoh Emak juga
memperingatkan Yang Kelam tentang tugasnya untuk menambah penderitaan Abu. Emak
mulai menceritakan tentang kematian pada Abu, dikatakannya bahwa nisan Abu
kelak harus terbuat dari cahaya.
Makin berat
tugas dan penderitaan Abu dalam menghadapi majikannya. Panggilan dengan bel dan
teriakan terus-menerus. Di samping itu, Abu pun mulai lebih banyak menghadapi
Yang Kelam yang bertugas memperlihatkan usianya yaitu menjadi tua dan mati.
Dengan demikian Abu dan Iyem berpacu dengan sang waktu sambil Emak terus
mengatakan bahwa Abu pasti berhasil mendapatkan Cermin Tipu Daya. Beberapa
langkah lagi Abu akan sampai pada ujung dunia. Saat-saat Abu hendak mendekati
tujuannya untuk mendapatkan Cermin Tipu Daya, tokoh Emak berubah menjadi
pembunuh Abu. Akhirnya Abu mendapatkan cermin yang didambakannya di ujung dunia.
Ujung dunia itu tak lain adalah akhir hayat Abu yang sia-sia dengan segala
impian-impiannya untuk hidup senang tanpa usaha, tanpa melihat kenyataan dan
tanpa agama. Pada akhir cerita, Kakek dan tokoh lainnya mengantarkan jenazah
Abu ke pemakaman.
Dalam esai-kritik drama
ini, penulis menggunakan pendekatan pragmatik di mana pembaca berperan sebagai
pemberi makna dengan tafsiran pembaca sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh
Heri Suwignyo dalam bukunya Kritik Sastra, menyebutkan bahwa pendekatan pragmatik
merupakan peranan pembaca sebagai penyambut dan penghayat, peran pembaca adalah
sebagai pemberi makna. Sementara itu ia juga menyebutkan bahwa istilah hiratio
adalah seniman bertugas untuk docere dan delectere, memberi ajaran dan
kenikmatan, menggerakkan pembaca, dan kegiatan yang bertanggungjawab (Heri
Suwignyo, 2010).
Dalam
esai-kritik ini, penulis memberi penafsiran tentang drama Kapai-Kapai ini
menceritakan tentang kehidupan manusia yang tak luput dari godaan duniawi.
Dalam setiap dialognya selalu mengaitkan simbol-simbol kehidupan yang ada di
sekitar manusia. Seperti yang tergambar pada tokoh Emak dengan karakternya yang
licik dan pembuai membuat Abu menjadi lupa akan kenyataan dan terlalu berangan
dengan hal-hal yang mudah dan enak-enak. Karakter “Emak” menggambarkan seperti
“setan” dalam kehidupan di bumi yang memang diperintahkan untuk menggoda
manusia dalam menjalankan kehidupan. “Emak” membujuk Abu untuk selalu
berangan-angan saja dalam menjalani hidup dan bermalas-malasan, hingga Abu
sering kali mendapat teguran dari majikannya. Dari karakter yang dibawakan
“Emak” inilah dapat diketahui bahwa “Emak” menyimbulkan “setan” yang jelas
bahwa tugasnya di dunia adalah untuk menggoda iman manusia dalam beribadah dan
mencari kebenaran.
Tokoh Abu,
menggambarkan karakter pemalas, miskin dan suka berkhayal. Di sini dapat
ditafsirkan bahwa tokoh Abu menyimbolkan manusia yang mudah tergoda dengan hawa
nafsu dan kekayaan duniawi. Di sini jelas bahwa Abu menggambarkan tokoh yang
miskin, pemalas dan tak mau tahu dengan nilai agama. Dia acuh tak acuh dengan
kehidupan nyata yang ia jalani, dan justru terlena dengan khayalan-khayalannya
yang selalu menginginkan hidup enak dan serba nyaman. Sama seperti kehidupan
manusia di jaman sekarang yang selalu menginginkan hidup yang serba enak,
praktis dan cepat. Bahkan banyak sekali manusia gagah dan masih sanggup untuk
bekerja keras justru menjadi pengemis dengan alasan menjadi pengemis adalah
cara cepat yang aman untuk menjadi kaya. Bahkan sampai menghalalkan segala cara
utnuk mencapai kekayaan, baik dengan cara korupsi, dan melalui hal-hal yang tak
dapat dipercaya dengan akal sehat. Itulah manusia yang digambarkan dalam alur
cerita drama kapai-kapai ini, yaitu diwakilkan sebagai tokoh Abu.
Tokoh Iyem,
merupakan tokoh yang memiliki karakter yang cerewet dan suka marah-marah. Tokoh
Iyem juga menyimbolkan manusia yang berusaha meyakinkan pasangannya dan
orang-orang terdekatnya akan kenyataan. Dalam cerita ini, Iyem selalu marah-marah
karena Abu yang sering berkhayal dan sering bermalas-malasan dengan
khayalannya. Di sini menunjukkan bahwa di dunia ini ada berbagai macam manusia
yang memiliki tingkat keimanan yang berbeda-beda. Ada yang selalu mengingatkan
saudara-saudaranya untuk selalu mengingat keberadaan Tuhannya, ada pula yang
justru mengajak pada hal-hal kemaksiatan. Di sini tokoh Iyem berlaku sebagai istri
Abu yang selalu marah karena Abu seringkali hanya berkhayal tanpa memperhatikan
pekerjaannya.
Tokoh Bulan,
tokoh yang memiliki karakter baik, mudah tersentuh, dan cengeng. Seperti yang
ada dalam kehidupan sehari-hari, adanya orang dermawan yang sering kali tak
tega melihat orang-orang kecil menderita. Begitu pula dengan tokoh Bulan yang
juga sering tak tega dengan keadaan Abu yang selalu dan terlalu terbuai dengan
khayalan-khayalan yang akan menyesatkan.
Tokoh Kakek Tua, yang memiliki
karakter baik dan jujur. Selalu berusaha mengingatkan Abu untuk menuju jalan
yang lurus dan benar, mengenal agama dan tidak terbuai dengan kehidupan
duniawi. Tokoh Kakek Tua menggambarkan para ulama dan ahli agama yang ada di
sekitar kita. Selalu mengingatkan akan kebenaran yang sejati dan jalan yang
benar. Begitu juga dengan yang dimaksud dengan Cermin Tipu Daya adalah hawa
nafsu yang sering kali membutakan manusia akan kebenaran dan kehidupan yang
sebenarnya. Tokoh Kakek Tua dalam cerita ini mengingatkan pada Abu untuk
mencari Cermin yang sejati yang akan menunjukkan jalan kebenaran hidup. Di
ujung dunia, sering kali disebut-sebut oleh “Emak” dan selalu ditanyakan “Abu”,
“di ujung dunia” maksudnya adalah ujung kehidupan manusia.
Begitulah penafsiran
drama Kapai-Kapai karya “Arifin C. Noer” yang telah dijabarkan dalam
esai-kritik ini. Tak heran bila naskah drama karya Arifin C Noer sering
mendapat penghargaan. Begitu juga dengan naskah drama Kapai-Kapai yang pernah
mendapatkan penghargaan Piala Citra pada tahun 1972. Drama yang kaya akan
imajinasi, penggunaan gaya bahasa yang menarik dengan penuh penggunaan majas
dan makna-makna denotasi. Banyak sekali nilai yang dapat diambil dari drama
ini, baik nilai kehidupan, nilai sosial, dan nilai agama. Seharusnya manusia
senantiasa sadar bahwa hidupnya hanyalah sementara dan di dunia ini hanya
mencari kebenaran yang hakiki.
0 komentar:
Posting Komentar