Renungan Nilai-Nilai Religus dan
Moral dalam Puisi-Puisi Karya Apip Mustopa
Oleh: M. Irfan Faisal
Pada saat ini kondisi
masyarakat dan bangsa Indonesia memang sedang mengalami banyak permasalahan,
banyak terjadi praktik korupsi, ketimpangan antara kaum kaya dan miskin semakim
jauh, banyaknya terjadi kriminalitas dalam masyarakat dan kejadian-kejadian
yang bertentangan dengan nilai-nilai moral. Semua hal tersebut mungkin terjadi karena
manusia telah lalai terhadap penciptanya. Suatu karya sastra dapat dijadikan
sebuah pengingat untuk masyarakat ataupun dijadikan sebagai ungkapan perasaan
atau sebagai pesan, salah satu karya sastra tersebut adalah puisi. Puisi adalah
salah satu bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasan penyair
secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa
yakni dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya. (Herman
J. Waluyo1987:29).
Salah satu penyair yang
mempunyai religiuisitas tinggi adalah Apip Mustopa, Ketertarikan saya dalam puisi-puisi
karya Apip Mustopa ini adalah kesederhanaan tutur bahasa yang mudah dipahami
pembaca namun dalam penyampaian maknanya mendalam sebagai dakwah islamisme.
Demikian menjadi tolak ukur seberapa kuatkah eksistensi penyampaian ajaran
islam dari puisi-puisi “ Tuhan Telah Menegurmu”, “Nyanyian Tentang Tuhan”, dan
“Dalam Masjid” kaitannya dengan tugas sastrawan sebagai orang yang berdakkwah
lewat karya-karyanya . Bahasa yang ringan dalam penyusunan sajak tidak melulu
seolah mendewa-dewakan puisi yang baik itu yang sulit dipahami namun lebih
mengarah ke manfaatnya dan kebutuhan pembaca kususnya muslimin dan untuk para
umat manusia agar ingat dan selalu menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi
laranganNYA. Sekarang kita akan mengulas puisi-puisi tersebut.
Tuhan Telah Menegurmu
Tuhan
telah menegurmu dengan cukup sopan
Lewat
perut anak-anak yang kelaparan
Tuhan
telah menegurmu dengan cukup sopan
Lewat
semayup suara adzan
Tuhan
telah menggurumu dengan cukup menahan kesabaran
Lewat
gempa bumi yang berguncang
Deru
angin yang meraung kencang
Hujan
dan banjir yang melintang pukang
adakah
kau dengar?
Apip Mustopa
Jakarta
Maret 1976
Makna
Bait dan Diksi
Pada makna bait dan
diksi, bait pertama disebutkan pada lirik “Tuhan telah menegurmu dengan cukup
sopan”. Teguran berarti peringatan, maksudnya peringatan yang ditujukan
manusia. Diperingatkan berarti ada gejala-gejala ketidak beresan pada diri
manusia dan dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Teguran Tuhan tidak sekasar
yang kita lakukan, terkadang lebih ringan dari pada dosa-dosa dan kesalahan
yang telah kita lakukan. Tuhan menegur kita dengan sopan bila kita
menyadarinya. Pada larik kedua “Lewat perut anak-anak yang kelaparan” maksudnya
anak-anak yang kelaparan tak bisa makan karena gagal panen dan kemlaratan orang
tua mereka. Pada larik keempat “Lewat semayup suara adzan” maksudnya Allah
mengingatkan kepada manusia yang lalai kepadaNYA karena urusan-urusan dunia
untuk melakukan kewajiban solat lima waktu.
Pada bait ketiga larik
pertama dapat diartikan bahwa tuhan menegur atau memberi peringatan pada kita
dengan sabar, maksud “sabar” adalah Allah tidak murka, tak memberikan azab dan
siksaan berat pada kita (para manusia) Tuhan hanya memberikan peringatan kecil
karena manusia telah lalai. Pada larik
keenam, ketujuh, dan kedelapan diartikan Tuhan memberikan teguran pada kita
melalui bencana-bencana alam yaitu lewat gempa bumi, lewat angin topan atau
lesus (angin yang sangat kencang), lewat banjir.
Pada larik terakhir yaitu
larik kesembilan penyair hanya menuliskan satu baris, “ Adakah kau dengar ?”
Hal ini berarti penyair mengajak manusia untuk berpikir dan merenung atas
segala musibah dan peristiwa yang sedang terjadi. Apakah manusia banyak berbuat
maksiat dan dosa di atas bumi ?
Kadungan
Nilai Moral dan Religius
Pada
puisi karya apip mustopa berjudul “Tuahn Telah Menegurmu” ini bertema Tuhan
yang menegur dan memperingatkan manusia karena telah lalai kepada tuhan, dan
terlalu banyak melakukan maksiat. Nilai-nilai moral yang terdapat pada puisi
ini adalah agar kita sebagai manusia ciptaan tuhan, sebagai khalifah dibumi
agar menyembahNYA, tetapi sekarang kenyataanya berbeda umat manusia banyak yang
lalai terhadap yang menciptakanya. Padahal segala yang ada di alam semesta ini
adalah milikNYA, bahwa masih ada kekuatan yang lebih hebat dari kita. Di masa
sekarang bantyak manusia yang
meninggalkan kewajibanya terhadap tuhan, serta banyak yang berbuat maksiat yang
sangat keterlaluan.
Hubungan nilai dalam puisi
dengan nilai dalam masyarakat
Pada puisi diatas memang terlihat
sederhana tetapi bila diresapi dan direnungkan seacra mendalam memiliki nilai
moral yang cukup banyak. Bila
dihubungkan dengan nilai yang ada dalm masyarakat saat ini, masyarakat
masa sekarang banyak yang tidak mempunyai iman, serta meninggalkan
kewajiban-kewajiban kepada tuhanya, banyak manusia menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan kesenangan-kesenangan didunia (gila dunia) melupakan bahwa
nanti masih ada kehidupan akhirat. Seharusnya manusia berpikir dan merenung
atas segala musibah dan peristiwa yang sedang terjadi. Apakah manusia banyak
berbuat maksiat dan dosa di atas bumi ? Dengan demikian manusia dapat mawas
diri, dapat menyadari kekhilafan-kekhilafan yang ada pada dirinya untuk
bertaubat dan membersihkan diri. Renungan manusia atas pertanyaan penyair
itu juga dapat membuat manusia untuk mengingat Allah terus-menerus, kapan saja,
dan di mana saja manusia berada sehingga dapat meningkatkan iman dan taqwa
manusia.
Setelah
mengulas salah satu puisi karya Apip mustopa “Tuhan Telah Menegurmu” sangat
kental dengan nilai-nilai moral serta religiusitas puisinya. Selain puisi
“Tuhan Telah Menegurmu” diperkuat juga dengan puisi-puisi karya Apip Mustopa
yang lain.
NYANYIAN TENTANG TUHAN
alangkah
merdu kudengar Tuhan
dalam
nyanyian orang sekarang
seperti
lagu kasih sayang
yang
dilepaskan orang bercinta
pada
malam terang bulan
dan
orang-orang yang mendengarkan
sama-sama
bergoyang pinggang
tenggelam
dalam alunan dendang
berjoget
dengan lawan jenis bukan muhrim
duh,
kiranya Tuhan telah disejajarkan
dengan
dara jelita angin dan bulan
dan
orang-orang telah tidak menghiraukan lagi
sama
Tuhan Maha Suci
melainkan
hanya alunan lagu yang mengundang
berahi
alangkah
merdu kudengar Tuhan
dalam
nyanyian orang sekarang
hanya
dalam nyanyian
hanya
dalam nyanyian
Desember, 1975
Budaya
Jaya, No. 98, Th. IX, Juli 1976.
Puisi tersebut ungkapan keprihatinan penulis
terhadap keadaan saat ini yang menggambarkan
pergaulan bebas antar manusia, manusia yang mencintai kehidupan dunia, dan sama sekali tak pernah
memikirkan kehidupan akhirat. Pada bait pertama, jelas dapat disimpulkan bahwa orang-orang sekarang
mengingat tuhan dalam nyanyian dan jogetan itu sesuatu yang tidak mungkin. Sedang Tuhan disebut-sebut
memberikan kenikmatan, namun kenikmatan yang mereka capai dari hubungan suami istri yamg bukan muhrim itu bukanlah nikmat Tuhan,
melainkan godaan syetan yang terkutuk. Pada bait kedua, imaji pembaca seperti di ajak untuk melihat dari tradisi
masa lampau tentang adat penari ronggeng. Untuk saat ini banyak dijumpai penari
diskotek yang bisa dikatakan ronggeng modern. Karna sama-sama menari untuk
memperlihatkan kemolekan tubuhnya agar menarik lawan jenis dan tak jarang
kemudian diajak bercinta. Bersentuhan kepada yang bukan muhrim itu dilarang
atau di haramkan dalam islam. Pada bait ketiga, dapat dijelaskan atau diambil kesimpulan bahwa
tuhan sekrang dilalaikan, manusia lebih banyak menikmati lagu atau nyanyian dan
melalaikan tuhan. Jelas bahwa puisi berjudul “Nyanyian Tentang Tuhan” tersebut
juga bernilai moral dan religiusitas amat tinggi karya ini memang sarat
mengandung pesan-pesan yang bermanfaat sebagai renungan umat manusia, manusia
harus selalu mengingat penciptaNYA, selalu menjalankan perintahNYA dan menjauhi
larangaNYA.
DALAM MASJID
aku berusaha menetapi
lima kali dalam sehari
di depan mihrab memasrahkan
diri
ke dalam hening suci
ke bawah keagungan abadi
kulebur seluruh
dalam sujud dan bersimpuh
tapi sia-sia kukenang dosa
dalam lajur-lajur usia
dalam hening suci
aku hanya berhasil mendapati
sebatang jarum yang kemarin
hilang
sejumlah hutang di
warung-warung
wajah istriku yang murung
karena harga beras
membumbung
rengek anakku minta dibelikan
layang-layang
aku berusaha mengenang seluruh dosa
dalam hening suci
untuk memohon ampun abadi
tapi senantiasa sia-sia
karena bayang-bayang nestapa
senantiasa menggoda
Merdeka Selatan 17-12-1975
Budaya Jaya, No. 98, Th. IX,
Juli 1976.
Puisi ini sudah barang tentu cerminan umat muslim
yang memiliki tempat beribadah bernama masjid. Pada bait pertama menunjukan bahwa beliau selalu
berusaha menjalankan salat lima waktu. Pada bait kedua beliau ingin bertaubat
karena teringat dosa-dosanya, namun ia merasa sudah hampir terlambat. Dari beberapa sajak Apip
Mustopa di atas tentu dapat kita ambil kesimpulan bahwa sajak ini ditujukan
untuk umat muslim. Bahasa yang digunakan penulis dalam megambarkan imaji
sangatlah sederhana, tidak banyak
bunga-bunga kata atau bahasa-bahasa kiasan. Yang ditekankan penulis adalah sesegera mungkin pesan ini sampai dan
dapat diterima atau dimaknai pembaca. Penulis secara tidak langsung berdakwah
melalui media tulis dan tidak hanya sajaknya saja yang di koar-koarkan, di sisi
lain ada sifat Apip yang berusha menjalankan kwajibannya terhadap ajaran Allah.
Salah satu kwajibannya adalah menjalankan amalan saleh terkait profesinya. Seperti yang disebutkan dalam
Al-Quran, dalam sebuah surat yang artinya bahwa manusia akan diangkat menjadi khalifah-Nya
di atas bumi, dengan ketentuan mereka harus menjalankan segala ajarannya, yaitu
beriman dan beramal saleh.
Dari karya-karya oleh Apip Mustopa, mungkin ia merasa bahwa sebagai
umat muslim beliau mempunyai rasa peduli
dan tanggung jawab untuk berdakwah kepada sesame umat manusia. Dan salah satu
cara berdakwahnya ialah dengan karya saatra. Para manusia yang berperasaan halus, yaitu
para sastrawan. Para sastrawan bukan
saja memiliki rasa halus, tetapi juga memiliki hati yang bersih dan akal yang jernih, yang dengan
demikian mereka dapat merasakan dan memahami hikmah ayat-ayat Allah.
Diksi atau pilihan kata dalam sajak yang digunakan Apip
mustopa termasuk dalam kategori ringan atau mudah dipahami. Untuk sekali atau
dua kali membaca saja sudah cukup jelas mampu menangkap makna yang terkandung
di dalamnya. Kekhasan penggunaan bahasa Apip tidak semata-mata mendewakan bahwa
puisi yang baik adalah yang sulit dipahami seperti kebanyakan penyair namun
lebih ke kesederhanaan bahasa yang menekankan kemudahan dalam penyampaiannya. Hal ini memang bertujuan
agar pembaca langsung dapat memahami pesan yang ingin disampaikan oleh apip
mustopa tentang nilai-nilai moral dan religious dalam puisinya. Dari ketiga
puisi diatas memang memang yang lebih condong dan kuat nilai-nilai moralnya
adalah puisi satu dan dua yaitu, “Tuhan telah menegurmu” dan “nyanyian tentang
tuhan”, namun dalam puisi tesebut nilai religiusnya juga sangat kental.
Sedangkan dalam puisi yang terakhir yang berjudul “Dalam masjid” lebih kuat
pesan-pesan religiusnya yaitu tentang hubungan hamba dengan tuhanya secara
mendalam.
Daftar Rujukan
Waluyo,
Herman J. 1987. Teori Dan
Apresiasi Puisi. Jakarta:
Erlangga.
Suryadi, Linus. 1987. Antologi Puisi Indonesia
Modern Tonggak 2. Jakarta: PT Gramedia
1 komentar:
aku suka karya om Apip Mustopa
@sholahclalluras follow OM .. ;)
Posting Komentar