REALITAS
SOSIAL DAN GLOBAL WARMING DALAM
“POHON
KERES” KARYA IIS WIATI
Oleh: Lailinda Nurjanah
Kebajikan
dan ajaran hidup yang dikemukakan, diajarkan dan diteladani oleh pribadi
manusia. Seperti ajaran orang tua yang diajarkan kepada anak. Perbuatan yang
bijak dari orang tua yang memberikan contoh kepada anak. Ajaran alam yang
disampaikan oleh anak kepada orang tua. Tentu kesemuanya memberikan petunjuk demi
kebaikan manusia, alam dan kepercayaannya masing-masing. Akan tetapi tidak
semua manusia mensyukuri dengan apa yang telah diberikan dan lebih percaya
dengan hal-hal yang tampak nyata tanpa memperhatikan unsur batin.
Demikianlah
sekilas tentang pesan yang ada dalam karya sastra yang bejudul “Pohon Kersen”.
Iis Wiati sebagai pengarang menyajikan sebuah karya sastra yang sarat dengan
unsur alam. Selain itu pengarang juga mendeskripsikan unsur alam tersebut
dengan kondisi masyarakat Indonesia tepatnya jawa masih mempercayai hal-hal
mistis dan dianggap isu. Kesialan dan musibah yang dikaitkan dengan
perbuatan-perbuatan yang tidak bisa diteladani oleh manusia seharusnya.
Karya
sastra “Pohon Kersen” diceritakan dengan latar belakang orang jawa. Cerita ini
dikemas dengan alur maju-mundur. Karya sastra ini menceritakan tentang seorang
ibu yang awalnya heran dengan puisi yang dibuat oleh anaknya, yakni tentang
pohon kersen yang akan ditebang. Pohon kersen yang dimaksud berada didepan
rumah. Pohon kersen yang hampir setiap hari ramai dengan orang-orang sekitar
ini berlokasi sangat strategis. Dimana anak-anak bermain, bersepeda atau
sekedar berkumpul denan anak tetangga lainnya.
Awalnya
pohon kersen ini masih kecil, tetapi karena dijaga oleh tokoh ibu ayah dan
anknya akhirnya pohon kersen itu semakin besar, tinggi dan rindang. Sehingga
nyaman dipakai untuk tempat berkumpul orang-orang kampung. Dulu sebelum ada
pohon kersen banyak orang yang segan berkumpul atau belanja sayur bersama.
Sering juga diakai oleh penjual-penjual sayur dan kue-kue sekedar berhenti dan
menjual daganggannya.
Konfliknya
“Pohon Kersen” dimulai denga ketika anak sangat bersedih dan jengkel dengan
sikap tetangga yang seenaknya mau menebang pohon kersen. Kemudian tokoh ibu
yang mencoba menenangkan anaknya yang sangat iba itu. Namun memang semua
sia-sia karena pohon kersen yang akarnya dianggap menganggu itu akan ditebang.
Sebenarnya ada cerita tersendiri lainnya tentang pohon kersen tersebut.
Akibat dari itu, anak ibu lebih senang bermain di kali atau ditempat yang
jauh dari rumah, jika diajak jalan-jalan sama sekali tidak menolak, padahal
sebelumnya tokoh anak sangat malas diajak keluar, ia lebih memilih bermain
dibawah pohon kersen. Orang-orang yang biasanya menjual dagangannya, sayur,
ataupun kue-kue semua sudah tidak ada,
karena takut tersengat sinar matahari dan halaman depan rumah sudah
tidak rindang seperti yang dulu.
Bahkan anak-anak kecil yang biasanya memenuhi halaman rumah sudah tidak
ada lagi berlai-larian. Juga ibu-ibu komplek yang berkumpul sekedar untuk
mengerumpipun sudah segan daang ke rumah. Suat hari ketika ibu dan ayah
mengajak anak untuk berjalan-jalan, tiba-tiba rumah kondisi kemalingan, Mang
Cepak yang menebang pohon itu jatuh sakit, dan panas matahari yang masuk
semakin membuat percaya tokoh ibu tentang jin yang hilang karena pohon kersen
yang sudah ditebang. Akhirnya tokh ibu emint ayah untuk segera menanm pohon
rambutan atauyang lain dan segera ditaruh jin-jin yang banyak agar rumahnya
aman dan rindang seperti dulu.
Berdasarkan
pemaparan alur yang digambarkan diatas ada beberapa unsure intrinsik yang perlu
digarisbawahi. Tokoh dalam cerita tersebut ada tokoh ibu yang awalnya tidak
percaya dengan hal-hal mistis akhirnya terpaksa percaya karena melihat
kenyataan yang ada disekitarnya. Menyalahkan orang-orang disekitarnya karena
kesialannya akibat pohon ersen yang ditebang. Tokoh ayah yang sangat bersikap bijak
dan selalu berpikir logis. Hal ini mendorong tokoh ibu untuk dituruti
kemaunnya. Tokoh anak yang cinta dengan alam dan menyalahkan orang-orang
sekitar lantaran menebang pohon kersen. Latar yang digunakan dalam cerita
tersebut adalah berada di halaman rumah ketiga tokoh utama diatas.
Hubungan
dengan alam yang dimaksud didni adalah ketika tokoh anak sangat marah dengan
sikap warga yang akan menebang poho. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
“Tetangga kita itu tidak mengerti pentingnya pohon.
Apakah mereka tidak tahu global warming? Kenapa sih mereka
usil, Yah? Kok mereka yang repot, Yah? Pohon itu kan ada di depan rumah kita?
Yang kena sampahnya juga bukan mereka. Betul kan, Mama?”
Posisi
sang anak disini sangat pandai ketika tempat bermainnya ditebang dia malah
marah dengan kondisi hal itu. Padahal anak seusia itu jarang juga
mempertanyakan hal-hal yang akan dilakukan oleh orang dewasa. Ia membela pohon
kersen agar tetap dipelihara.
Hubungannya
dengan mitos yakni ketika tokoh ibu yang masih percaya dengan adanya jin yang
ditaruh oleh Pak Ajengan di pohon kersen sebagai penajaga rumah. Sehingga ketika
sudah ditebang tokoh ibu menganggap semua kesialan dan keburukan yang menimpa
merupakan akibat dari pohon kersen, jin yang lari. Ahkan diakhir cerita tokoh
ibu meminta segera menanam pohon rambutan jika perlu mengelilingi rumah dan
ditaruh jin yang banyak agar rumahnya tidak kemalingan.
Sedangkan
hubungannya dengan kondsi sosial kompleks tempat tinggal yakni suasana dikota
yang sulit mencari tempat berkumpul keculai pohon kersen. Selain itu mudah
terganggu dengan hal-hal kecil seperti daun-daun kering yang bisa mengotori
rumah ataupun akan pohon kersen yang dianggap mengangu jalan dan lain-lain.
Dari
segi isi cerita, karya sastra yang terdiri dari sebelas halaman ini memberikan
wacana kepada pembaca tentang kondisi lingkungan dan merupakan kritik sosial
yang dikemas dengan menyesuaikan kondisi masyarakat Indonesia yang masih pecaya
dengan mistis
Penceritaan
tentang akibat penebangan pohon dengan tokoh ibu ayah dan anak ini memberikan
nilai tersendiri bagi pengarang karena beberapa pertimbangan teraid dengan
kritikannya secara halus kepada masyarakat yang menebang pohon dimana-mana dan
tentang global warming yang diakibatkan dari penebangan pohon. Amanat yang
disampaiakan melalui tokoh ibu, ayah dan
anak seperti ini dapat memberikan manfaat yang luas untuk pembaca.
1 komentar:
Terima kasih ulasannya
Posting Komentar