PESAN MORAL DALAM
CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI
Oleh: Pramudita Parahita Pawestri
Sebuah
karya sastra tidak lahir begitu saja. Ada yang melatar belakangi mengapa
seorang sastrawan menghasilkan sebuah karya. Seorang pengarang pasti juga
memiliki maksud dan tujuan serta alasan tersendiri. Hal ini juga pasti terjadi
pada pengarang A.A Navis dalam cerpennya yang berjudul Robohnya Surau Kami. Cerpen ”Robohnya Surau Kami”
terpilih menjadi satu dari tiga cerpen terbaik majalah sastra Kisah tahun 1955.
Dalam cerpen ini, mengisahkan seorang kakek penjaga surau yang meninggal akibat
bunuh diri. Alasan mengapa kakek bunuh diri karena termakan omongan Ajo Sidi
yang terkenal sebagai pembual.
Cerita
Robohnya Surau Kami ini, memiliki cerita
yang sederhana, unik dan menarik. Dibalik kesederhanaannya itu tersimpan makna
dan kritik yang mendalam atas kehidupan di jaman yang modern ini. Cerpen ini
membuat kita berpikir bagaimana seorang yang alim bisa masuk neraka. Judul
cerpen ini hanyalah simbolik, sebenarnya bukan bangunan fisik dari suraulah
yang roboh tetapi nilai-nilai agama yang oleh beberapa orang disalah gunakan.
Ada sebagian manusia yang beribadah bukan karena tulus menyembah-Nya tetapi
mengharapkan imbalan masuk surga semata sehingga mengabaikan urusan duniawi.
Hal tersebut digambarkan dalam diri H. Saleh.
A.A. Navis menyampaikan kriktiknya
ini dengan sederhana tetapi penuh makna. Hal tersebut terbukti dengan adanya
penggambaran tokoh H. Saleh yang lahir dari bualan seorang Ajo Sidi. H. Saleh seorang tokoh yang rajin beribadah tetapi
pada akhirnya masuk neraka memiliki watak sombong terbukti dari
Haji Saleh itu tersenyum-senyum
saja, karena ia sudah begitu yakin akan dimasukkan ke surge. Kedua tangannya
ditopangkan ke pinggang sambil membusungkan dada dan menekurkan kepala ke
kuduk. Ketika dilihatnya orang-orang yang msuk neraka, bibirnya menyunggingkan
senyum ejekan.
Dalam cerpen ini A.A. Navis
menggambarkan perilaku manusia yang hanya beribadat saja, tanpa mengurus
kehidupannya. Tidak sedikit manusia yang melakukan seperti apa yang digambarkan
melalui tokoh kakek dan tokoh H. Saleh. Kejadian seperti ini biasanya terjadi
dilingkungan yang religius seperti pesantren. A.A. Navis yang seorang haji
ingin mengingatkan bahwa dalam hidup kita harus menyeimbangkan antara urusan
duniawi dan urusan akhirat. Tidak heran jika ada ungkapan beribadatlah
seolah-olah engkau akan mati besok, dan bekerjalah seolah-olah engkau hidup
seribu tahun. Sepertinya hal inilah yang ingin diingatkan oleh A.A Navis
melalui cepennya.
A.A. Navis menggambarkan dengan
mudahnya suasana di akhirat dan bagaimana seorang manusia yang bisa berdilaog
dengan Tuhannya. Cerita yang seperti ini jarang dijumpai dalam cerita-cerita
lain.
‘O, o, ooo anu tuhanku. Aku selalu
membaca KitabMu.’
‘Lain?’
‘Sudah kuceritakan semuanya, o,
Tuhanku. Tapi kalu ada yang aku lupa katakana, aku pun bersyukur karena
Engkaulah yang Mahatahu.’
‘Sungguh tidak ada lagi yang kau
kerjakan di dunia selain yang kau ceritakan tadi?’
Tidak
hanya masalah beribadat di dunia saja yang digambarkan tetapi juga bagaimana
manusia melakukan protes kepada Tuhannya. Terkadang manusia memang tidak mau
menerima apa yang telah ditakdirkan pada dirinya. Hal ini yang coba ingin
digambarkkan bahwa sanya manusia memiliki sifat yang kurang ikhlas dalam
menerima. H. Saleh memimpin beberapa orang untuk melakukan protes kepada Tuhan.
Haji Saleh yang menjadi Pemimpin dan
juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang menggelegar dan berirama
indah, ia memulai pidatonya: ‘O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang
menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat
menyembahmu.
Melalui
dialog Tuhan, A.A. Navis menjelaskan mengapa seseorang bisa masuk ke neraka
tanpa pandang bulu, bahkan seseorang yang telah bertitel haji dan syekh juga
bisa masuk neraka.
Kau lebih suka beribadat saja,
karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku
menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka
pujian, mabuk disembah saja, sehingga kerjamu lain tidak memuji-muji dan
menyembahku saja.
Membaca Robohnya Surau Kami ini bisa
menjadi refleksi bagaiman perilaku manusia yang seharunya. Cerpen yang
sederhana tetapi sarat akan makna. Melalui cerpen ini kita bisa mengambil
hikmah bahwa Tuhan tidak hanya menginginkan hambaNya hanya menyembahNya tetapi
juga menginginkan hambaNya untuk bisa menyeimbangkan antara urusan duniawi dan
urusan akhirat. Sangat sederhana pesan moral yang ingin disampaikan oleh A.A.
Navis. Secara keseluruhan cerpen yang berbau religi ini bagus untuk untuk meningkatkan
ketakwaan pembaca kepada Tuhannya, selain itu sangat jarang cerpen yang
menggunakan tokoh Tuhan. Selain dalam cerpen Robohnya Surau Kami hal tersebut
juga terdapat dalam cerpen “Langit Semakin Mendung ” karya Kipanjikorsim.
Selain pesan moral utama yang
mengharukan kita menyeimbangkan antara urusan duniawi dan urusan dunia akhirat,
terselip makna-makna lain. A.A Navis menyelipkan pesan moral dalam setiap
tokoh-tokohnya. Pesan moral yang bisa kita ambil dari tokoh kakek adalah jangan
mudah temakan oleh omongan orang lain dan jangan mudah putus asa. Pesan moral
yang bisa kita ambil dari tokoh Ajo Sidi adalah janganlah menjadi seorang
pembual yang bisa merugikan orang lain.
Daftar Rujukan
0 komentar:
Posting Komentar