Nilai-nilai Sosial dalam Naskah Drama yang Berjudul “Lawan Catur” karya
Kenneth Arthur atau Kenneth Sawyer
Goodman
Oleh: Mita Indriani
Naskah drama karya Kenneth Arthur
atau Kenneth Sawyer Goodman
yang kemudian diterjemahkan oleh W.S Rendra adalah salah satu naskah drama yang menarik. Dilihat dari judulnya yaitu “Lawan Catur” tentu kita akan membayangkan sebuah papan catur yang berwarna hitam putih lengkap dengan buah caturnya. Buah catur yang terdiri dari 8 buah bidak (pion), 2 benteng, 2 gajah (menteri), 2 kuda, 1 permaisuri atau wazir, dan 1 raja.
yang kemudian diterjemahkan oleh W.S Rendra adalah salah satu naskah drama yang menarik. Dilihat dari judulnya yaitu “Lawan Catur” tentu kita akan membayangkan sebuah papan catur yang berwarna hitam putih lengkap dengan buah caturnya. Buah catur yang terdiri dari 8 buah bidak (pion), 2 benteng, 2 gajah (menteri), 2 kuda, 1 permaisuri atau wazir, dan 1 raja.
Dari naskah
tersebut juga terdapat seorang raja bernama Samuel Gaspel yang mempunyai
bawahan yaitu Antonio dan Verka. Catur dalam naskah ini bukan merupakan simbol
dari pemerintahan raja Samuel namun diceritakan secara nyata tentang permainan
catur yang memang dilakukan oleh raja Samuel dan Antonio. Di tengah-tengah
permainan catur ini mereka berdua membicarakan tentang seseorang pemberontak
pemerintahan yang bernama Oscar Yacob. Hal yang mengejutkan Antonio yaitu
ketika raja Samuel ingin menemui sendiri si Oscar tanpa mau didampingi siapa
pun. Padahal mereka berdua akan bertemu di ruang raja yang sangat jauh dari
keramaian. Bahkan untuk memanggil bawahannya saja raja biasanya harus
membunyikan bel yang bunyinya begitu keras. Tentu saja Antonio dan verka sangat
khawatir jika terjadi apa-apa dengan raja Samuel. Sang raja tetap bersikeras
untuk menemui Oscar sendiri saat itu juga karena merasa penasaran dengan sosok
Oscar yang telah diketahui riwayat hidupnya dari penyelidikan anak buahnya. Berbekal
dengan riwayat hidup yang telah dibaca sang raja sangat percaya diri menemuinya
meskipun sebenarnya raja juga tahu bahwa Oscar telah mendapat perintah untuk
membunuh raja Samuel.
Setelah
Oscar datang ke ruangan raja, raja memerintahkan Oscar untuk mengunci seluruh
pintu dan memastikan jendela yang ada telah tertutup rapat agar Oscar dapat
percaya bahwa tidak akan ada orang yang mendengar raja mint atolng ketika Oscar
akan membunuh raja. Oscar telah bersiap dengan sebuah pistol. Raja juga
langsung mempersilakan Oscar untuk segera membunuhnya tanpa ia meu memberontak.
Dari cerita
raja Samuel, Oscar tidak begitu saja langsung mempercayaiya. Oscar terus
mendesak raja untuk memberikan bukti-bukti untuk membenarkan cerita tersebut.
Dengan bukti-bukti yang dikemukakan oleh Raja Samuel, tidak butuh waktu lama
untuk meyakinkan Oscar. Dia pun mempercayai cerita tersebut. Oscar pun berpikir
dua kali untuk membunuh Raja Samuel. Kemudian muncul ide untuk mati
bersama-sama dengan meminum racun. Keduanya pun meminum racun yang sama. Bahkan
untuk meyakinkan Oscar raja Samuel meminum dulu racun tersebut kemudian disusul
Oscar. Sebelum racun itu bereaksi mereka sempat bercakap-cakap sebentar.
Setelah itu Oscar merasa badannya sudah tdak kuat lag. Sedangkan ia masih
melihat raja Samuel baik-baik saja. Ia pun bertanya pada raja Samuel dan
dijawabnya bahwa ia sudah sering minum racun dan badannya sudah begitu kebal
dengan racun apa pun. Oscar merasa ditipu dan sempat menghujat raja Samuel
pembohong yang ulung sebelum akhrinya ia menghembuskan nafas terakhirnya. Raja
Samuel menang atas Oscar yang sebelumnya sudah mempunyai peluang besar untuk
membunuhnya.
Setelah
Oscar terbunuh, raja Samuel segera memanggil Verka untuk memanggil Antonio agar
melanjutkan melanjutkan permainan caturnya. Dalam permainan catur itu raja
Samuel mengalahkan Antonio. Raja Samuel bisa menghindari langkah skak mat yang
akan dilakukan Antonio. Antonio kagum pada rajanya.
Naskah Lawan
Catur itu sendiri adalah naskah drama satu babak yang boleh disebut
sebagai salah satu naskah drama yang populer di Indonesia. Entah sudah berapa
puluh kali naskah ini dipentaskan dengan beragam gaya, oleh berbagai kelompok
teater yang berbeda. Ada tiga faktor yang mendorong naskah Lawan Catur sering
dipilih untuk dipentaskan oleh berbagai kelompok teater di Indonesia. Pertama,
struktur naskahnya yang satu babak. Tipikal naskah satu babak biasanya
menghadirkan satu peristiwa, runtutan alurnya tidak terlalu komplikatif, dan
bisa digarap dengan “relatif sederhana”. Kedua, pemain yang dibutuhkan hanya
empat orang (Oscar, Samuel, Antonio, dan Verka, dalam versi terjemahannya
Rendra).
Faktor ketiga yang
menjadikan naskah ini sering dipentaskan adalah karena tema yang diusungnya.
Seperti soal yang berkenaan dengan “perlawanan dan kekuasaan” boleh disebut
sebagai tema yang kental mengemuka dalam naskah ini. Betapapun di dalam naskah
ini “perlawanan” yang diceritakan gagal dalam mencapai tujuannya ketika
berhadapan dengan “kekuasaan”, namun tema ini sepertinya tetap dipandang
“menarik” untuk dikedepankan di dalam sebuah pementasan. Jika dikaitkan dengan
konteks Indonesia, terutama di saat Soeharto berkuasa dengan rezim Orde
Baru-nya yang serba refresif, hegemonik, dan tidak sedikit yang menganggapnya
tiran, tema yang diusung Lawan Catur memang akan menemukan habibat,
konteks, dan relevansinya.
Faktor ketiga ini begitu menonjol
di dalam penceritaannya. Ketimpangan sosial yang terjadi antara Samuel dan
Oscar membuat Oscar yang miskin melakukan perlawanan terhadap Samuel, raja yang
kaya raya. Namun perlawanan itu tetap tidak bisa mengalahkan kekuasaan yang
dimiliki oleh Samuel. Tentu saja hal seperti ini juga lazim kita temui di
sekitar kia. Masih banyak ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat kita.
Pemerintah juga cenderung mengabaikannya walaupun mereka sebenarnya punya
kekuasaan penuh terhadap apa yang mereka pimpin.
Di akhir cerita, kekuasaan tetap
menang atas perlawanan yang dilakukan Oscar. Mungkin ini juga sebagai cerminan
masyarakat kita saat ini. Kekuasaan adalah segalanya dan tak ada yang mampu
mengalahkannya. Tentu saja cerita ini sangat relevan dengan keadaan Indonesia
saat naskah drama ini muncul seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Rakyat
jelata tidak akan mampu menembus kekuasaan raja meskipun dengan segala upaya. Pada
akhirnya tetap saja rakyat harus tunduk pada kekuasaan rajanya terlepas dari
kebijakan rajanya itu benar atau atau salah.
Di sisi lain yang menjadikan naskah
drama ini juga menarik ialah kemisteriusan pengarangnya yaitu Keneth Arthur
yang disebur Rendra sebagai penuls aslinya. Mengutip Amir Hamzah, kandil kemerlap, pelita jendela di malam
gelap: kemisteriusan Kenneth Arthur mulai terkuak. Praduga kami pun perlahan
mulai menemukan jawabannya: ada benarnya, meskipun tetap salah besar karena
menduga Kenneth Arthur adalah Rendra.
Tidak ada pengarang bernama
Kenneth Arthur yang pernah menulis naskah drama berjudul Lawan Catur
sebagaimana yang kemudian diterjemahkan oleh Rendra itu. Naskah asli Lawan
Catur itu berjudul The Game of Chess, ditulis oleh Kenneth Sawyer
Goodman, dan pertama kali dipentaskan di Fine Arts Theatre, Chicago,
18 November 1913. Kenneth Sawyer Goodman sendiri memang tidak berusia panjang,
meninggal di usia 35 pada tahun 1918 ketika terjadi epidemi influenza. Tidak
banyak pula karya yang pernah ditulisnya. Boleh jadi, karena mati muda dan
tidak terlalu banyak karya yang pernah dipublikasikan, Kenneth Sawyer Goodman
kerap luput dari perhatian para pencatat sejarah. Kenangan untuk dirinya yang
masih berdiri sampai saat ini adalah Goodman Theatre, sebuah gedung pentunjukan
di Chicago yang didirikan tahun 1922 atas inisiatif dan sumbangan dari orang
tua Kenneth, yaitu William dan Erna Goodman.
Mengoreksi nama pengarang pada
terjemahan naskah Lawan Catur ini, tentu saja menjadi sangat penting
dan harus segera dilakukan. Selain sebagai salah satu upaya untuk mengapresiasi
dan menghargai pengarang yang sebenarnya, pengetahuan akan pengarang bagaimana
pun akan tetap bisa memberikan signifikansi dan relevansinya.
Naskah drama ini sangat menarik
dari segi penceritaan dan penokohan yang ada di dalamnya, terlepas dari
kontroversi tentang pengarang yang sebenarnya. Temanya pun sangat relevan
dengan keadaan politik di Indonesia saat itu. Naskah drama ini mempunyai cerita yang relatif
sederhana namun mampu membawa pembacanya untuk menggali lebih dalam tentang
makna sebenarnya yang ada di dalam naskah ini. Tidak heran naskah ini sering
dipentaskan. Namun pada awalnya saya sempat merasa kecewa karena dilihat dari
judulnya “Lawan Catur” saya akan menemui banyak makna simbolis dari kata
“Catur” itu sendiri. Namun sayang, tidak banyak makna simbolis yang dapat
ditemukan. Meskipun demikian, hal ini tidak mengurangi isi naskah drama itu
sendiri karena memang isinya sudah menarik.
0 komentar:
Posting Komentar