Menyelami Gejolak Batin Cinta Melalui
Tokoh Cerpen “Sepasang Maut” karya Moh. Wan Anwar
Oleh:
Elok Kholidiyah
Cinta? Apa itu cinta?
Semua manusia merasakan unsur kimia bernama cinta. Unsur yang diletakkan dalam
hati manusia. Kedatangannya tidak pernah terduga, hanya kesakitannya terkadang
mengisyaratkan. Jika kita menyelami kata
sakral bernama “cinta” sungguh tidak
tahu berapa luasnya dan dalamnya makna cinta itu. Cinta sangat bermakna karena cinta merupakan anugerah dari Tuhan untuk
semua insan. Tetapi apa yang terjadi jika cinta itu hadir hanya sesaat?Tidak menjadi masalah bagi kita,
terkadang hati memang mudah terbolak-balik bahkan hati dapat terkikis seperti
karang laut. Selama ini, di mata semua orang cinta memang tidak pernah salah, yang salah terkadang
hanya tindakan dan perlakukan manusia terhadap memaknai cinta. Jika ada cinta
yang hadir sesaat, bagaimana jika cinta
itu hadir untuk selamanya bahkan sampai menjadi cinta mati? Semua orang pasti
ada yang mengalami cinta buta atau mati. Cinta memang dapat mematikan hati
bahkan membutakan mata hati seseorang. Perasaan cinta yang terlalu dalam
terhadap suatu hal dapat menimbulkan gejolak batin yang sangat dalam. Bahkan
seseorang tersebut dapat menjadi pribadi yang berubah baik dari segi kehidupan
maupun pemikirannya. Gejolak batin pada cinta yang terlalu dalam juga dapat membuat
seseorang lupa akan segalanya bahkan lupa akan makna hidupnya sendiri di dunia.
Padahal hari selalu berganti dengan memberikan warna dan cermin yang baru
tetapi gejolak batin cinta yang terlalu dalam juga dapat menenggelamkan warna dan makna hidup di
dunia. Itulah cinta dapat dinilai dari titik mana saja tergantung sesoerang
memandang dan merasakan kehadiran cinta dalam hidupnya.
Berbicara mengenai
cinta, banyak karya sastra seperti cerpen, puisi, dan drama yang bertemakan
cinta. Tema-tema cinta yang diangkat oleh pengarang tidak lepas dari
karya-karya sastra sebelumnya. Selain itu, tidak hanya pengaruh karya sastra
sebelumnya, bisa saja karya sastra yang
tercipta itu dari pengalaman pengarang sendiri. Justru karya-karya sastra yang
tercipta dari pengalaman pengarang akan terlihat penonjolan pada kebatinanan.
Ada beberapa cerpen yang bertemakan cinta tetapi ketertarikan hati ketika
menengok tentang cinta yang dalam akan sesuatu hal, hati ini ingin berlabuh pada
cerpen yang berjudul “Sepasang Maut”. Cerpen yang berasal dari salah satu kumpulan cerpen Sepasang Maut terbitan tahun
2009 karya Mohammad Wan Anwar ini sangat menggelitik hati. Cerita memang hanya dikemas
secara sederhana tetapi di dalam cerita terdapat makna yang dalam. Tidak hanya
makna yang dalam tetapi pelukisan tentang cinta sangat indah dipasangakan
dengan keindaahan alam laut. Jika dipandang lebih jauh, alur cerita juga tidaklah begitu bagus tetapi
penggambaran dalam setiap bagian dalam cerita sangatlah indah. Hal tersebut
dapat terlihat dari penggambaran tokoh dan penokohan pada cerpen tersebut yang digambarkan
secara indah dengan membandingakan keindahan alam. Tokoh dalam cerpen ini
seperti mengalami gejolak cinta. Oleh karena itu tokoh dalam cerpen ini perlu
diselami dari segi gejolak batin cintanya.
Aku tahu kau telah bersungguh-sungguh
mencintai laut. Setiap kau bicara tentang laut, pengalamanmu bersentuhan dengan
laut, kerinduanmu kepada laut, aku melihat laut bergemuruh di matamu. Sekali
waktu, ketika kau mengungkapkan pergulatanmu dengan laut, bahkan pernah kulihat
laut membentang di bening bola matamu. Dan kalau kau bicara tentang kekasihmu,
masalah kantormu, masa lalumu, adik-adik dan orangtuamu, nyaris tak pernah
sekalipun tanpa diawali, diselipi, atau diakhiri kata-katamu tentang laut.
Malah, bukan hanya di permukaan dan kedalaman matamu kutemukan laut, tetapi di
seluruh lekuk tubuhmu. Sayangnya, penghayatanku terhadap laut tidak
sebergelora, sebergemuruh, seberdebum, atau sehening, setakzim kecintaanmu
kepada laut. Aku memang tidak pernah bersungguh-sungguh menghayati laut, juga
ketika kau khusyuk menafsirkan berbagai sudut dan lekuk laut.
Akhirnya begitu
saja kupanggil kau si mata laut. Setiap berjumpa, entah di rumahku, di kantorku
atau di kantormu, atau di mana saja, selalu kupanggil kau si mata laut. Dan kau
senang sekali dengan panggilan itu.
............................................................................................
Pada
kutipan di atas, tokoh aku disini seperti mengalami gejolak batin yang dalam
akan cintanya kepada sahabatnya si Mata Laut. Cinta dan perhatian yang terlalu
dalam kepada sahabatnya, membuat dirinya benar-benar memandang dan melihat ada
sebuah laut di dalam diri sahabatnya. Dalam hati (Aku) selalu bertanya alasan
Si Mata Laut selalu berbicara tentang laut. Hal ini membuat batinnya ingin tahu
karena setiap bertemu dengan sahabatnya, si Mata Laut selalu mengaitkan cerita
hidupnya dengan laut. Tidak hanya tentang dirinya tetapi juga tentang orang
lain dihubungkan dengan laut. Tokoh aku sekaan tak mengerti segala hal tentang
laut, tetapi dirinya ingin berusaha mengerti tentang laut walau tak seperti
sahabatnya yang sangat mencintai laut. Oleh karena itu tokoh aku memanggil
sahabatnya dengan sebutan mata Laut. Gejolak cinta yang dalam terhadap laut
membuat si Mata Laut sangat senang ketika dipanggil dengan si Mata Laut. Seseorang
yang menyukai sesuatu hal, apabila dikaitkan dengan hal-hal yang disukainya
pasti akan merasa senang dan bahagia. Hal itu yang dirasakan tokoh aku dan Si
Mata Laut.
Gejolak
batin cinta tokoh Aku kepada si Mata Laut tidak berhenti. Hal ini yang membuat
dirinya masih begitu jelas melihat laut di dalam diri sabahatnya. Cinta membuat
seseorang terkadang melakukan hal yang terpaksa bahkan tidak terduga, tokoh aku
seakan penasaran kepada sosok si Mata Laut, semakin dirinya memperhatikan si
Mata Laut semakin dirinya melihat hamparan laut di depan matanya. Padahal
dirinya tidak pernah intens memaknai tentang laut. Tetapi setiap melihat si
Mata Laut, laut seakan terpampang nyata di depan si Mata Laut. Seperti yang
dirasakan tokoh Aku pada kutipan cerpen berikut.
..............................................................................................
Meski
aku tidak pernah intens menghayati laut, tapi anehnya matamu justru selalu
kuamati dengan jeli. Alismu tidak tebal, setipis hamparan rumput di tepi laut.
Tulang pelipismu agak menonjol, menyebabkan matamu menjorok ke dalam seperti
sebuah teluk. Walau tidak lebat dan lentik, bulu matamu hadir dalam pandangku
seperti deretan daun kelapa yang tumbuh di sepanjang jalan menuju laut.
Rambutmu mengembang seperti kembang pohon jati di keluasan hutan yang terlihat
dari tepi laut. Dan bola matamu, ah lipatan-lipatan gelombang itu, meski tidak
sebiru laut, memberi kesan kedalaman yang entah di mana dasarnya. Semakin
kutatap lekat matamu, semakin terseret aku ke keluasan laut, ke kedalaman
matamu. Sedang di kornea matamu yang hitam kudapati gelap, dingin, dan hening
palung laut. Bertemu denganmu, menatap matamu, bercakap denganmu, sering
kurasakan sebagai tamasya ke laut. Tapi sebenarnya aku tak pernah
bersungguh-sungguh menghayati laut.
.............................................................................................
Pada kutipan cerpen di atas, gejolak
batin Aku diisyaratkan akan cintanya kepada si Mata Laut. Demi cinta kepada si
Mata Laut, Aku tiba-tiba menggambarkan tentang laut yang ada pada dalam diri
sabahatnya tersebut. Tidak hanya pada dalam dirinya yang menggambarkan laut
tetapi wajah si Mata Laut dari alis hingga kornea mata diamatinya hingga
membuat tokoh Aku seakan terseret pada keluasan, kedalaman laut, bahkan dirinya
seakan merasa bertamasya ke laut. Akan tetapi
pada dasarnya tokoh Aku tidak pernah bersungguh-sungguh menghayati laut. Inilah
gejolak cinta yang dirasakan tokoh Aku walau tak bersungguh-sungguh menghayati
laut tetapi cinta membawanya menuju laut yang bukan sebenarnya yaitu si Mata
Laut.
Tokoh Aku batinnya semakin terganggu,
ketika si Mata Laut bertanya pada dirinya laut apa yang ada di matnya. Tetapi tokoh
aku tidak pernah bisa menjawab karena dirinya memang tidak pernah menghayati
dan mendatangi laut-laut yang pernah dijejakinya. Aku seakan masih belum
mengenal laut tetapi dirinya mengenal laut melalui wanita yang dicintainya
yaitu si Mata Laut. Tidak pernah berhenti si Mata Laut menganggu batin dan
cinta tokoh Aku kepadanya, si Mata Laut selalu bertanya apakah laut di matanya
seperti maut yang menjemput. Lagi-lagi tokoh aku seperti tidak mengenali wanita
yang dicintainya katena dia tidak memahami laut seperti si Mata Laut yang
sangat mencintai dan memahami laut.
Seperti kutipan berikut.
..........................................................................................................
“Kalau mataku laut, kira-kira
laut apa?” tanyamu suatu kali. Aku tak bisa menjawab saat itu. Selain karena
tidak banyak laut yang pernah kudatangi, juga selalu tidak lekat kuhayati
laut-laut yang pernah kujejaki.
“Apa laut di mataku seperti
maut?” tanyamu lagi di hari lain ketika kembali kukatakan matamu adalah laut.
“Seperti maut yang akan menjemput?”
.....................................................................................................
Cinta terkadang membawa gejolak batin yang dalam di kehidupan seseorang.
Seseorang yang tidak dapat mengendalikan cinta akan membawa hidupnya
diambang-ambang kebimbangan dan keterpaksaan. Kebimbangan dan keterpaksaan akan
menyebaabkan seseorang rela dalam segala hal untuk memaknai cinta didepan
matanya. Itulah yang dirasakan gejolak batin tokoh aku yang mencintai Si Mata Laut
terlalu dalam tetapi dirinya tidak dapat mengendalikan cinta dengan memaksa
dirinya untuk memahami dan mendefinisikan laut di depan mata Si Mata Laut.
Padahal tokoh aku tidak bisa menjelaskan makna laut, baginya laut yang ada di mata si Mata Laut tersebut sulit
didefiniskan dengan kata-kata dan bahasa.
Tokoh Aku terus memandang cinta kepada si Mata Laut sahabatnya. Tokoh
Aku seperti melihat ada rahasia tentang
makna laut yang dalam pada diri sahabatnya tetapi sulit baginya untuk menemukannya. Bagi tokoh
Aku, bola mata si Mata Laut adalah laut. Dia
melihat laut yang terpancar
dari bola mata sabahatnya yang bersinar
tetapi kadang sirna dan hening yang barangkali tak sanggup membuat siapapun
berpaling termasuk tokoh Aku. Sikap
tokoh Aku yang berusaha memahami sesuatu hal yang dicintai si Mata Laut orang
yang dicintainya terlalu bergejolak. Hal ini membuat batin tokoh Aku seperti
menyalahkan dirinya sendiri. Tokoh Aku juga terkadang membuat batin dan
pikirannya bertanya-tanya sendiri mengenai sosok si Mata Laut. Bukankan,
sesuatu yang tidak kita ketahui membuat kita berpikir dan bertanya-tanya?
Tidakkah hal yang bisa dianggap penasaran terkdang membuat batin dan pikiran
seseorang terganggu serta berjolak? Segala hal akan dilakukan untuk menemukan
kepenasaran tersebut termasuk yang dilakukan tokoh Aku.
Tokoh aku seperti sudah terbawa ombak cinta dari si Mata Laut, gejolak
cinta berupa kepenasaran pada sosok si Mata Laut terus menggirinya ke tengah
laut hingga membuat tokoh Aku terus bertanya-bertanya dalam hatinya hampir setiap
ketika dirinya berpikir tentang si Mata Laut. Tokoh Aku tahu si Mata Laut
sangat mencintai laut, tetapi batin dirinya seakan kesal melihat sabahatnya
yang mengelak mengenai hal apapun di hadapan hidupnya termasuk hal pasangan
hidup. Tak satupun laki-laki yang mau dijadikan sebagai kekasihnya, sampai tak
satu pun kekasih yang dimilki si Mata Laut sampai saat ini. Entah apa yang ada
dipikiran si Mata Laut saat ini sampai-sampai dirinya tidak memikirkan pasangan
hidup. Bagi seorang perempuan seperti si Mata Laut pasangan hidup sangatlah dibutuhkan untuk
mengarungi hidup di lautan takdir ini. Akan tetapi, si Mata Laut sepertinya
benar-benar tidak memikirkan hal tersebut. Keadaan ini yang membuat batin tokoh
Aku seperti gila melihat keadaan sahabatnya yang sekaan menyerahkan hidupnya
pada laut. Tokoh Aku menganggap sabahatnya sudah takluk dan bertekuk lutut pada
laut. Bahkan uang, harta, tenaga, dan perhatiannya sudah dikerahkan semata-mata
demi laut. Seberapa luasnya bumi yang memiliki batas laut, si Mata Laut akan
kuat mengitarinya. Bagi si Mata Laut laut seperti takdir, ke mana pun melihat
laut si Mata Laut akan bertaut, ke mana pun air laut mengalir si Mata Laut selalu hadir. Tidak tau dimana
berhenti mengalirnya air laut tersebut si Mata Laut akan membawa takdirnya di
atas nama yang dicintai yaitu laut.
Perasaan tokoh Aku hari demi hari masih mengamati si Mata Laut. Gejolak
batin cintalah yang selalu membawa mata tokoh Aku mengamati seluruh bagian
wajah si Mata Laut. Tokoh Aku terlihat berusaha menghayati laut tapi tampaknya
penghayatan tentang laut berhenti dan beku. Dalam hatinya paling dalam tokoh
Aku ingin sekali merumuskan laut melalui matanya dengan kata-kata, senandung,
dan tatapan penghayatan. Hal ini dikarenakan si Mata Laut selalu bertanya
kepada tokoh Aku untuk menjelaskan
pendapatnya tentang laut dalam matanya. Pertanyaan itu membuat batin tokoh Aku
selalu sedih dan kecewa karena kelemahan tokoh Aku sampai saat ini masih belum
bisa menjawab tentang pertanyaan itu. Tokoh Aku merasa hatinya belum bertaut
sampai ke susmsun bernama laut.
“Katakan saja apa pendapatmu tentang mataku? Tentang lautku?”
Pertanyaan tentang laut yang selalu diberikan kepada tokoh Aku membuat
dirinya seakan berperang dengan gejolak batin bernama cinta dalam hati. Hati
dan pikiran tokoh aku kini seakan berperang untuk bertanya pada dirinya sendiri
yang masih belum bisa menghayati laut.
Tetapi, ah itulah kelemahanku, tak bisa bertaut sampai ke sumsum sosok
bernama laut. Apakah karena aku orang daratan? Tetapi bukankah kau sendiri
orang daratan?
Tokoh Aku memang tidak mengayati laut tetapi dirinya sangat memahami dan
mengingat apa yang dilakukan si Mata Laut. Banyak kenangan yang dilewati tokoh
Aku dan si Mata laut ketika masih bersekolah bersama. Hal itu masih terekam
dalam ingatan tokoh Aku, dua kali dalam
setahun tokoh Aku dan si Mata Laut selalu bertamsya ke Laut. Tidak hanya dengan
tokoh Aku, si Mata Laut juga sering ke laut bersama temannya bahkan sendirian. Tokoh
Aku tahu si Mata Laut memang menyukai laut sejak dulu. Hal itu membuat dirinya sering
menulis dan membacakan sajak demi
merumuskan laut di mata si Mata laut.
Hal ini dilakukannya supaya dirinya bisa menjawab pertanyaan ketika si Mata
Laut bertanya tentang laut di matanya dan lebih-lebih karena tokoh Aku berteman
dengan si Mata Laut. Sajak-sajak yang dibacanya tersebut juga semata-mata agar
tokoh Aku tidak kehilangan jejak si Mata Laut yaitu sahabat yang dicintanya. Tetapi
walau sudah sudah menulis dan membaca sajak tentang laut anehnya tokoh Aku
semakin tak mengerti makna laut. Gejolak batin tokoh Aku semakin bergemuruh
berusaha memanggil laut dalam pikiran dan hatinya. Tokoh Aku sudah berusaha
mendeskripsikan dan menyelami laut dalam sajaknya tetapi bagi si Mata Laut,
laut dalam sajaknya tidak seindah laut di matanya. Ucapan itu yang membuat
tokoh Aku masih belum bisa memahami laut di mata si Mata Laut.
Kenangan indah yang dilewati tokoh Aku dan Si Mata Laut membuat gejolak
cinta tokoh Aku terhadap si Mata Laut memang sudah hadir dalam hatinya sejak
dirinya bersekolah bersama. Tetapi gejolak cinta yang dirasakanya sampai saat
ini sepertinya sudah dikalahkan dengan gejolak cinta si Mata Laut terhadap
laut. Hingga pada suatu hari si Mata laut menyuruh tokoh Aku bercerita tentang penghayatannya
terhadap laut, tetapi tokoh Aku hanya diam. Saat inilah gejolak cinta yang
dirasakan tokoh Aku seperti disapu ombak ke
daratan. Ombak itu tidak menyapunya ke tengah bersama cinta si Mata Laut
malah menyapunya ke tepi hingga dirinya tak dapat melihat laut yang
disayanginya. Semenjak pertemuan itu si Mata Laut tak mau berjumpa dengan tokoh
Aku. Mungkin karena tokoh Aku masih saja belum bisa menghayati dan menyelami
laut. Hal ini membuat batin tokoh Aku sedih dan menyesali dirinya yang hanya
diam dan tidak dapat mendeskripsikan laut di depan si Mata Laut.
“Berceritalah sedikit saja penghayatanmu terhadap laut, meski bukan
tentang lautku,” pintamu ketika masih saja aku tidak berkomentar. Dan aku hanya
diam, lekat menatap laut yang bergemuruh di matamu. Sejak itu kau tak mau
berjumpa lagi denganku.
Waktu telah berjalan lama, tokoh
Aku dan si Mata Laut tidak pernah bertemu. Hingga suatu saat mereka bertemu
lagi, si Mata Laut datang ke rumah tokoh Aku. Gejolak cinta yang pernah ada
dalam hati tokoh Aku seperti mengusik hatinya saat melihat si Mata Laut hadir
di depanya dengan membawa laut yang surut. Tokoh Aku melihat bola mata si Mata Laut sudah tak memcarkan laut yang
indah hanya terlihat kekisutan.
Kedatangan si Mata Laut memang membendung tanya, dirinya hanya mengucapkan
terimakasih, meminta doa, dan mengucapkan kata-kata yang mebuat tokoh Aku
termangu dan jantungnya jaris tak berdetak.
“Aku hampir sekarat dan esok-lusa mungkin menjadi mayat.”
.................................................................................................
“Lautku mulai surut,” katamu lagi seperti membaca yang meriak di
benakku. “Esok lusa mungkin aku benar-benar menjadi laut.”
...................................................................................................
“Bantu aku dengan
doa karena itulah yang kini kuperlukan!”
Gejolak batin si Mata Laut dalam kutipan di atas sangatlah terlukis
jelas. Laut di mata si Mata Laut dirasanya sudah mulai surut, dirinya merasa
akan menjadi laut esok lusa. Entah apa yang ada dipikiran si Mata Laut mungkin laut
mengatakan tentang kematian kepadanya. Tapi hal apa yang membuat dirinya
mengetahui kematiannya bersama laut. Apakah karena gejolak cinta dirinya yang
dalam terhadap laut? Orang yang mencintai sesuatu terkadang percaya dengan
segala hal yang diisyaraktkan dalam detak cintanya. Gejolah cinta si Mata Laut memang sangat dalam. Hal itu yang
membuat tokoh Aku tak pernah memahami laut di depan si Mata Laut. Kedatangan si
Mata Laut ke rumah tokoh Aku dirasakan
seperti mengisyaratkan dan mengabarkan surutnya laut di bola mata si
Mata Laut. Tokoh Aku melihat laut memang sudah tidak ada di bola mata Si Mata
Laut. Walau ombak masih berdeburan di laut lepas, tetapi tokoh Aku melihat
deburan ombak tertahan dan tak telihat di bola mata sahabatnya.
Batin tokoh Aku bertnaya-tanya tentang kedatangan si Mata Laut. Si Mata
Laut hadir ke rumah memang penuh tanya, dia terburu-buru ingin segera pula.
Tetapi tokoh Aku sejenak melarangnya untuk sejenak tinggal karena dirinya sudah
lama tidak bertemu.
“Maaf, aku harus segera pulang.”
“Tidakkah kau mau dengar tafsirku
tentang laut, juga laut di matamu?”
“Laut telah berubah, pasir mungkin
akan segera gelap.”
“Sejenak saja!”
“Laut telah memanggilku.”
“Kapan kita bisa bertemu lagi?”
“Tidak tahu.”
“Minggu depan!”
“Ya, kalau aku belum dijemput peri-
peri dari laut.”
Dari kutipan di atas, gejolak cinta si Mata Laut benat-benar sudah di luar
kenormalan. Hal ini membuat tokoh Aku seperti terlihat dungu di hadapannya yang
tak mengerti tentang dirinya. Tokoh Aku
sadar dirinya tak memahami si Mata Laut juga laut di matanya.
Batin tokoh Aku semakin terkoyak, gejolak cintanya yang sejak dulu hadir
memandang si mata Laut seakan terukir kembali. Si Mata Laut hadir kembali di
hadapannya tetapi hanya mengucapkan kata-kata yang membuat dirinya tak mengerti
dan termangu. Padahal dirinya sudah lama rinya tak bertemu dan betapa sulitnya
tokoh Aku mencari keberadaaan bahkan menemui si Mata Laut. Walau begitu, tokoh Aku selalu mencari kabar
tentang si Mata Laut lewat teman-teman sekitarnya. Inilah yang selalu dirasakan
tokoh Aku sejak dulu, sejak si Mata Laut hadir dalam hidup dan hati tokoh Aku.
Tokoh Aku selalu ingin menyelami hidup si Mata Laut tetapi dirinya tak pernah
berhasil menafsirkan bahkan tak berdaya menggambatkan apa yang ad dalam diri si
Mata Laut juga dalam mata yang sampai saat ini sulit dibacanya.
Gejolak hati dan batin tokoh Aku selalu salah menerka dan menebak si Mata Laut. Bahkan saat dulu tokoh Aku
menyatakan cinta kepada si Mata Laut, si Mata Laut malah menolak cintanya.
Gejolak cinta yang dalam terhadap si Mata Laut seakan terkikis dengan penolakan
cinta si Mata Laut yang membuat tokoh Aku semakin tak menegrti dengan si Mata
Laut. Setelah Si Mata Laut menaolak cintanya, ia malah mengenalkan seorang
perempuan yang saat ini menjadi istrinya. Waktu tokoh Aku menikah, si Mata Laut
datang bersama laki-laki yang diduga kekasihnya tetapi ternyata bukan. Si Mata
Laut selalu membuat tokoh Aku penuh dengan pertanyaan yang tak dipahaminya.
Sampai bertahun-tahun tokoh Aku tak pernah bisa memahami si Mata Laut sampai
dirinya tua dan belum berkeluarga.
Tokoh Aku selalu bertanya alasan si Mata Laut menolak cintanya. Tokoh Aku
yang tak pernah memahami laut sesuatu yang dicintai si Mata Laut, inilah yang
menyebabkan cinta ditolak. Seperti kutipan dibawah ini.
“Kau tidak pernah
mencintai laut, jadi tidak mungkin kita berpagut,” katamu dulu memberi alasan
menolak cintaku.
.........................................................................................................
“Kau harus berusaha menyelami laut!”
Kutipan di atas memperlihatkan jika
si Mata Laut ingin tokoh Aku memahami dan menyelami laut. Si Mata Laut merasa
tokoh Aku tak mencintai laut. Tetapi tokoh Aku tak pernah bisa memahami laut
dalam hidup si Mata Laut. Gejolak cinta yang dalam terhadap si Mata Laut
membuatnya selalu bertanya-tanya mengenai penolakan cinta si Mata Laut. Tetap
saja si Mata Laut ingin tokoh Aku mencintai laut. Dalam keadaaan seperti
gejolak batin dan cinta diantaranya sama-sama mengalami pertentangan, tokoh Aku
ingin berusaha menyelami apa yang diinginkan si Mata Laut tetapi bagi si Mata
Laut, tokoh Aku belum bisa menyelami apa yang diinginkannya. Perrtentangan yang
membuat batin keduanya merasa terbelnggu dan tidak menemukan jalan keluar. Oleh
karena itu, sejak si Mata Laut memaksa tokoh Aku untuk memahami laut, dirinya
berusaha menyelami laut. Usaha yang dilakukan si Mata Laut sudah meleburkan
hati dan pikiran untuk mencitai laut tetapi dirinya seperti mengatakan
kejujuran dalam hatinya yang sulit memahami laut.
Tokoh dalam cerpen ini sangatlah
mencintai sesuatu terlalu dalam. Si Mata Laut yang sangat mencintai laut
memaksa orang yang mencintai dirinya untuk memahami laut. Tokoh Aku mencintai
si Mata Laut sangatlah dalam dikarenakan dirinya yang terlalu mengagumi si Mata
Laut. Keindahan dalam wajah dan hidupnya mengalun dalam hidup si Tokoh Aku. Si
Mata Laut mencintai laut karena dirinya sudah satu ruh dengan laut bahkan laut
seperti takdir baginya. Sampai akhir hidupnya pun si Mata Laut mengakhirinya di
Laut. Gejolak batin cinta yang sangat dalam hingga dirinya tidak memikirkan
hidupnya juga.
Cerpen ini memiliki nilai yang
bermakna dari segi tokoh yang mendalami karakter yang sangat di luar dugaan.
Mencintai sesuatu yang dalam dapat menjeruskan seseorang pada lembah yang tidak
bernilai di hati dan pikiran seseorang. Gejolak batin cinta yang dirasakan
tokoh terus bergulir dalam denyutan dan alunan ombak pada pembaca cerpen.
Kata-kata puitis dan indah menmbawa kita berkhayal ke dunia keindahan alam di
bumi ini. Menyelami gejolak cinta batin dalam cerpen ini sangatlah indah tetapi
tidak perlu melakukan gejolak batin yang terlalau dalam sehingga membawa batin
kita terjerus pada lautan si Mata Laut.
***
Malang,
April 2013
0 komentar:
Posting Komentar