Drama ini menceritakan tentang kisah kehidupan para pegawai pabrik dan sebuah pembelajaran tentang jujur dan kebohongan di sebuah warung milik seorang simbok yang letaknya berdekatan dengan lokasi pabrik tersebut. Nama para tokoh dalam naskah drama tersebut tidak seperti nama-nama tokoh yang biasanya diceritakan, yakni si Tua, si Pendek, si Kurus, si Peci, si Kacamata, Simbok, Pemuda, Penjaga malam, Perempuan, dan si Sopir.
Dialog diawali dengan percakapan para buruh pabrik yang mencoba menyindir bagaimana kejamnya kehidupan saat ini meliputi merajalelanya tindak korupsi yang digambarkan penulis seperti seekor tikus dan tikus saat ini sudah berani beraksi di siang hari (para pelaku korupsi semakin berani dan tidak menggubris hukum yang ada di depannya nanti).
Si Kacamata : Saya ingin anak saya memiiki yamaha bebek.
Si Pendek : Asal giat bekerja kita bebas berharap apa saja.
Si Kurus : Tapi kalau masih ada korupsi? Anak kita akan tetap hanya kebagian debu-debunya saja dari motor yang lewat di jalan raya.
Si Kacamata : Dunia penuh tikus sekarang.
Si Kurus : Dan tikus-tikus jaman sekarang beraqni berkeliaran di depan mata pada siang hari bolong.
Selain itu topik yang dibicarakan juga membahas mengenai semakin melambungnya harga kebutuhan pokok (beras) tetapi tidak diiringi dengan naiknya gaji mereka, nasib kaum bawah (buruh dan kaum terpinggirkan) yang semakin terbawahkan.
Si Kacamata : Kemarin sore istriku berbelanja ke warung nyonya pungut. Pulang-pulang ia menghempaskan nafasnya yang kesal……. Harga beras naik lagi, katanya.
Si Peci : Apa yang tidak naik?
Si Tua : Semua naik.
Si Kurus : Gaji kita tidak naik.